Mohon tunggu...
Supadilah
Supadilah Mohon Tunggu... Guru - Guru di Indonesia

Seorang guru yang menyukai literasi. Suka membaca buku genre apapun. Menyukai dunia anak dan remaja. Penulis juga aktif menulis di blog pribadi www.supadilah.com dan www.aromabuku.com serta www.gurupembelajar.my.id Penulis dapat dihubungi di 081993963568 (nomor Gopay juga)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memimpikan Sekolah Peduli Pangan

27 Juli 2024   15:21 Diperbarui: 27 Juli 2024   15:24 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Butuh program yang sustainable... Bukan sekadar proyek ya. Terakhir yg bagi hasilnya yg dibagiin ke semua lembaga ada RAMBUTAN, kalo Pisang, singkong karena sedikit gak bisa dibagi ke semua," kata Pak Komar. Beliau adalah sarpras yayasan. 

 Ustadz Obi menambahkan, "Jargon kita yaitu Tarbiyah - Dakwah - Khidmah tidak hanya diimplementasikan pada anak didik (SDM) yang dititpkan kepada kita oleh ortunya dalam jangka waktu terbatas tapi juga pada SDA (sumber daya alam) yang diamanatkan kepada kita oleh para pewakaf tanpa batas waktu. Tanah, air, udara, tanaman dan lainnya harus ditarbiyah (dipelihara agar sesuai fitrahnya), didakwahi (didayagunakan hingga bermanfaat/produktif) dan dikhidmah (dilayani/diurus/dijaga agar tidak rusak dan kehilangan fungsinya). Aktivitas ini berpahala yang kita petik hasilnya di akhirat, walau di dunia kita pun pasti bisa memetiknya ; oksigen di udara yang menyehatkan."

Di SD juga sudah pernah panen kangkung, bayam dan singkong. Singkong lanjut diolah menjadi produk dan dijual sampai ke Direktur pendidikan kita pun membelinya dengan harga sebungkus 50.000. kita perlu merapihkan lagi potensi potensi yang bertebaran di Al Qudwah.  Salah satu garapan lembaga wakaf, PR besarnya adalah bagaimana harta benda wakaf kita bisa produktif dan manfaatnya dirasakan oleh maukuf alaih.  Ini yg harus jadi leading sectornya

Memang, jadi Petani butuh kesabaran. Nanam nggak langsung panen, nggak langsung menghasilkan. Sekali panen, langsung habis. Di sebelah musola SMA ditanam beberapa batang singkong. Dipelihara selama 6 bulan..pas panen, sehari dua hari langsung habis. 

Untungnya Setiap lembaga diperbolehkan mengelola lingkungannya dengan segala macam bentuknya. Mau kebun konvensional, vertical garden, green house, hydroponic, dan lainnya. Tidak kalah penting, mengubah lifestyle kita... Yang kita makan itu yang ditanam... Yang di tanam itu yang dimakan...

Di sini beratnya... Keburu pingin yang cepat.

Padahal, usaha pertanian jika tidak digarap secara profesional dan berkesinambungan disertai peningkatan nilai tambah, hanya menanam seadanya serta dijual mentah, seringkali jauh dari kata untung. 

Jika konsepnya menanam untuk kebutuhan sendiri, memenuhi kebutuhan santri dan guru akan sayuran dan palawija yang sehat dan segar, menanamkan kesadaran dan kecintaan siswa/santri akan pentingnya usahatani, maka akan lebih terasa 'lezat' nya bagi kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun