Pagi ini ada diskusi yang menarik. Diawali oleh saran Ustadz Obi, "Dapur kita rutin masak toge, bayam, kangkung dan sejenisnya yang mudah ditanam. Apakah tidak ada keluarga al-Qudwah yg siap menanamnya dan dapur pasti membelinya??"
Dari pertanyaan itu, ada diskusi yang menarik. Banyak berkomentar. Banyak yang bereaksi. Kata guru lain, benar bahwa aksi itu sebagai bentuk dari kita, oleh kita dan untuk kita, sehingga ukhuwwah yg berkah.
Guru lain menambahkan, "Bagus itu, Ustadz.
Siap menampun,"
"Iya betul ustadz.. lahan kita belum produktif, baru sebagian kecil aja."
Saya menambahkan, "Dulu..dulu banget pernah di SMA nanam kangkung."
"Nah, Kalo melihat kondisi jadwal guru yang sekarang, guru sudah sangat padat..."
Tapi ada juga guru yang optimis dengan ide ini. Dia menyambut dengan positif.Â
"Rencana thn ini akan diadakan berkebun lagi tad, mapel  prakarya di SMA. Meskipun Padat merayap. Semoga terus tambah semangat ya Bah Klo ga salah dulu QC melihat peluang ini, sempat ada aksi nyata dengan Jahenya..."
"Lahan kita di belakang SMA sekitar 2 Ha. Sebagian besar digarap (disambut kata org sini) oleh orang. Bagi hasilnya belum begitu banyak. Sebagian lagi tanaman kayu."
"Butuh program yang sustainable... Bukan sekadar proyek ya. Terakhir yg bagi hasilnya yg dibagiin ke semua lembaga ada RAMBUTAN, kalo Pisang, singkong karena sedikit gak bisa dibagi ke semua," kata Pak Komar. Beliau adalah sarpras yayasan.Â
 Ustadz Obi menambahkan, "Jargon kita yaitu Tarbiyah - Dakwah - Khidmah tidak hanya diimplementasikan pada anak didik (SDM) yang dititpkan kepada kita oleh ortunya dalam jangka waktu terbatas tapi juga pada SDA (sumber daya alam) yang diamanatkan kepada kita oleh para pewakaf tanpa batas waktu. Tanah, air, udara, tanaman dan lainnya harus ditarbiyah (dipelihara agar sesuai fitrahnya), didakwahi (didayagunakan hingga bermanfaat/produktif) dan dikhidmah (dilayani/diurus/dijaga agar tidak rusak dan kehilangan fungsinya). Aktivitas ini berpahala yang kita petik hasilnya di akhirat, walau di dunia kita pun pasti bisa memetiknya ; oksigen di udara yang menyehatkan."
Di SD juga sudah pernah panen kangkung, bayam dan singkong. Singkong lanjut diolah menjadi produk dan dijual sampai ke Direktur pendidikan kita pun membelinya dengan harga sebungkus 50.000. kita perlu merapihkan lagi potensi potensi yang bertebaran di Al Qudwah. Â Salah satu garapan lembaga wakaf, PR besarnya adalah bagaimana harta benda wakaf kita bisa produktif dan manfaatnya dirasakan oleh maukuf alaih. Â Ini yg harus jadi leading sectornya
Memang, jadi Petani butuh kesabaran. Nanam nggak langsung panen, nggak langsung menghasilkan. Sekali panen, langsung habis. Di sebelah musola SMA ditanam beberapa batang singkong. Dipelihara selama 6 bulan..pas panen, sehari dua hari langsung habis.Â
Untungnya Setiap lembaga diperbolehkan mengelola lingkungannya dengan segala macam bentuknya. Mau kebun konvensional, vertical garden, green house, hydroponic, dan lainnya. Tidak kalah penting, mengubah lifestyle kita... Yang kita makan itu yang ditanam... Yang di tanam itu yang dimakan...
Di sini beratnya... Keburu pingin yang cepat.
Padahal, usaha pertanian jika tidak digarap secara profesional dan berkesinambungan disertai peningkatan nilai tambah, hanya menanam seadanya serta dijual mentah, seringkali jauh dari kata untung.Â
Jika konsepnya menanam untuk kebutuhan sendiri, memenuhi kebutuhan santri dan guru akan sayuran dan palawija yang sehat dan segar, menanamkan kesadaran dan kecintaan siswa/santri akan pentingnya usahatani, maka akan lebih terasa 'lezat' nya bagi kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H