Mohon tunggu...
Sunu Purnama
Sunu Purnama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pria sederhana yang mencintai dunia sastra kehidupan.

mengapresiasi dunia...lewat rangkaian kata...^^

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen | Labirin Kesadaran

17 Juli 2018   15:03 Diperbarui: 17 Juli 2018   15:06 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Lord, take away my misgivings, destroy my doubts; dispel the eror, the suspense, the dreadful pain. 

Make me truly one with Thee."

~ Dadu

Pagi yang cerah. Mentari menghangatkan bumi pertiwi dengan sinarnya yang memancar dari sela-sela daun serta bunga Irian Flame yang menjuntai dengan indahnya.

Satya menyelesaikan putaran ketujuh dalam Surya Namaskar. Gerakan yoga yang selain melenturkan otot-ototnya ternyata juga bisa melenturkan pandangannya tentang hidup ini.

Berkah hangatnya mentari pagi selain menghangatkan kulitnya yang sawo matang juga menghangatkan hatinya akan rasa syukur kepada Keberadaan.

Keberadaan yang begitu murah hati menyediakan segala keindahan dan kehangatannya lewat segala yang nampak. 

Rasa syukur juga terungkap kepada para Mahaguru kehidupan yang dahulu, kini maupun yang akan datang. Inilah kemurahan hati yang sering kali tidak disadari oleh Satya. 

Labirin kesadaran yang menghijab pandangan mata batinnya, yang masih begitu lemah dan tertarik pada dualitas dunia, turun naiknya kesadaran itu seringkali tidak mampu dilihatnya. Seringkali kesombongon dalam kata dan tindakan yang baikpun tidak disadari olehnya.

Kesadaran yang berlapis-lapis dalam dirinya seringkali menjebaknya dalam fatamorgana keindahan dan keagungan yang semu. 

Dalam posisi Vajrasana, ditundukkan kepalanya dengan khidmat dan lembut. Permainana rasa syukur yang ada sebwnarnya belumlah cukup tanpa sebuah pelakonan yang sebenarnya. Menyadari langkah hidup, sikap dan tindakan juga pemikiran yang datang masih belum bisa dijalaninya dengan sepenuh jiwa.. Dunia yang penuh riuh rendah masih menggetarkan hatinya. Senandung kasih itu belum benar-benar didengarkannya.  

" Sic Transit Gloria Mundi"

 demikian pernah didengarnya sebuah kotbah dari pendeta tua yang menyampaikan kisah kelahiran Dia Sang Juru Selamat. Dunia dengan segala kemuliaannya akan berlalu yang tertinggal hanyalah hati yang mulia. Sebuah kebenaran yang pernah didengarnya namun tidak dipahaminya seratus persen. 

Hanya ketika Satya bertemu dengan Dia yang telah membuka hatinya dengan sebuah penerangan dalam sebuah pertemuan Jiwa, labirin kesadaran itu mulai sedikit terungkap. Ungkapan kotbah pendeta tua itu mulai menemui titik terangnya.

Namun keberuntungan itu tidak bertahan lama, kebiasaan lama belum bisa sirna dan pesan Guru Nanak terngiang dalam telinganya,

" True piety is always condemned by the world; through the grace of God, the world of the Guru alone showeth us the path."

 Jalanan menuju Dia begitu terjal dn penuh jebakan. Hanya lewat bimbingan Guru Sejati saja yang bisa mengantar pada pertemuan Agung tersebut.

Tak terasa, butiran air mata mengalir membasahi pipinya.pagi yang hangat mengalirkan keharuan dan kerinduan jiwa.

" Semoga Satya tidak menyia-nyiakan kesempatan akan sebuah pertemuan ini," demikian bisik hatinya pada jiwanya yang sudah tua namun seringkali lupa terjebak buaian dunia.

Rahayu...

Bukit Pelangi, 17 Juli 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun