Mohon tunggu...
LCN Dua Tujuh Delapan
LCN Dua Tujuh Delapan Mohon Tunggu... Editor - Editor yang haus pengetahuan

Soar to the sun crossing the sea

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perang "Urat Syaraf" Rusia-Amerika Serikat di Tanah Ukraina

6 Februari 2022   22:05 Diperbarui: 6 Februari 2022   22:10 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

A. Sejarah Konflik

Untuk memahami awal mula terjadinya konflik antara Rusia - Ukraina, kita harus melihat kejadian yang terjadi di tahun 2004.
Pemilu yang diselenggarakan di Ukraina melibatkan salah satu kandidat yang dituduh Pro - Rusia, yaitu Viktor Lanoukovitch.

Salah satu kandidat yang dinyatakan kalah dalam pemilu melancarkan suatu gerakan yang disebut 'Revolusi Oranye', yang melaksanakan demo turun ke jalan sehingga menciptakan ketidakstabilan politik di Ukraina. Gerakan ini berhasil menghimpun hampir 500 ribu rakyat Ukraina untuk berdemo di kota Kiev selama 2 minggu berturut-turut.

Gerakan ini digalang oleh oleh salah satu kandidat presiden yang gagal, yaitu Viktor Yuschenko dan pendukung gerakan politiknya Yulia Tymoshenko. Mereka dibiayai oleh para penentang klan Donetsk, beberapa di antaranya memiliki kekayaan yang cukup besar. Revolusi Oranye ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat

Hasil gerakan ini adalah pembatalan hasil pemilu oleh Mahkamah Agung dan melaksanakan pemilu ulang pada tanggal 26 Desember 2004

Pemilu kedua telah dilaksanakan dengan memberikan kemenangan kepada Viktor Yuschenko, yang berhasil memperoleh 52% suara. Sedangkan sang rival mengumpulkan 44% suara. Dari sudut pandang geopolitik, Revolusi Oranye menandai pemulihan hubungan Ukraina dengan NATO

Pada tahun 2010, Viktor Lanoukovitch terpilih menjadi presiden dan berjanji untuk menjamin kelangsungan negosiasi perjanjian kerjasama dengan Uni Eropa. Tetapi di bawah tekanan dari Kremlin, dia berbalik arah mendukung Kremlin.

Gelombang protes dari rakyat atau kekuatan pro-Eropa kemudian dimulai pada tahun 2014. Revolusi Maidan (Maidan adalah nama dari alun-alun pusat kota Kiev) berhasil memaksa presiden terpilih Ukraina untuk melarikan diri ke Rusia dan dimakzulkan dari jabatannya.

B. Agresi Rusia terhadap Krimea

Pada tanggal 27-28 Februari 2014 dilaporkan adanya aksi infiltrasi dan penggalangan oleh militer Rusia di wilayah Krimea. Terbukti dengan ditemukannya warga sipil bersenjata tak dikenal di daerah konflik tersebut. Krimea adalah daerah di Ukraina dengan mayoritas penduduk berbahasa Rusia di Ukraina dan kini telah dilanda ketegangan separatis. Kiev menuduh Moskow melakukan "invasi bersenjata". Sedangkan pihak gedung putih memperingatkan Rusia atas segala perencanaan tindakan agresi militernya.

Sejak jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, "Vladimir Putin menganggap bahwa bekas negara satelit harus tetap berada di pangkuan Rusia. Dia bahkan berpikir bahwa Ukraina dan Rusia adalah satu negara dan bangsa yang sama, bahwa Ukraina bukanlah negara yng merdeka, dan pemerintahan Kremlin memiliki legitimasi yang kuat untuk menentukan nasib Ukraina", pendapat yng diutarakan dari analisis ahli Geopolitik Alexandra Goujon. Oleh karena itu, Vladimir Putin ingin Kiev bergabung dengan proyek integrasinya seperti Uni Ekonomi Euro-Asia atau Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO/Collective Security Treaty Organization) seperti halnya hubungan yang dibangun antara Rusia dengan Kazakhstan.

Tentu saja, hal ini bertentangan dengan kebijakan pemerintah Ukraina Volodymyr Zelensky yang memilih tetap meminta dukungan politik dari negara Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk tetap mempertahankan wilayah Krimea dari gerakan separatis Pro Rusia. Bisa dikatakan secara geopolitik Ukraina menjadi ajang perebutan pengaruh politik luar negeri antara Amerika Serikat-Uni Eropa dan Rusia.

Di satu sisi Rusia akan tetap berusaha mewujudkan pemerintahan yang Pro Rusia dan menganggap Ukraina akan menjadi ancaman baru di wilayah Eropa Timur apabila negara tersebut bergabung menjadi anggota Uni Eropa. Sebaliknya negara Barat -Uni Eropa pun akan menganggap Ukraina menjadi momok bagi pertahanan Eropa apabila masuk ke wilayah teritorial Rusia.

C. Perang "Urat Syaraf" antara Rusia - Amerika Serikat dan NATO

Konflik memuncak ketika hasil laporan intelijen Amerika Serikat melaporkan adanya mobilisasi 'massive' dari Angkatan Bersenjata Rusia lengkap dengan ribuan peralatan tempurnya di perbatasan Rusia-Ukraina. Walaupun pemerintahan Putin mentatakan bahwa pemusatan kekuatan militer di perbatasan dalam rangka latihan militer rutin, namun tentu saja pihak Ukraina, Uni Eropa / NATO, dan AS terancam akan pemusatan militer yang tidak wajar di wilayah sekitar perbatasan. Ratusa ribu prajurit melaksanakan latihan besar-besaran di wilayah perbatasan Ukraina dengan menggunakan amunusi tajam dan penembakan rudal-rudal anti pertahanan udara serta rudal sasaran darat.

Akibatnya, hal tersebut membuat gerah pemerintah Ukraina, sehingga melalui kekuatan diplomasi LN nya meminta bantuan militer kepada pakta pertahanan NATO. Hal tersebut ditindaklanjuti dengan pengiriman peralatan tempur, senjata rudal dan ribuan amunisi ke negara Ukraina. Bahkan, Amerika Serikat sudah menyiapkan sekitar empt ribuan prajurit yang bersiaga dan siap digerakkan ke wilayah teritorial negara Eropa Timur apabila krisis memuncak.

Bisa dikatakan saat ini kedua negara adidaya ini memainkan 'perang urat syaraf' antara langkah politik luar negeri, kekuatan diplomasi serta langkah-langkah militer yang akan diambil apabila terjadi kebuntuan dalam mediasi jalur perundingan internasional. Seperti halnya kita disuguhkan tentang pertunjukan mengenai kelihaian kombinasi antara kemampuan mengelola geopolitik, geostragegis dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki oleh negara adidaya untuk memenuhi kepentingan domestik, regional dan internasional agar sesuai dengan tujuan kepentingan nasionalnya.


D. Lesson to Learn.

Dari peristiwa yang tersaji antara konflik Ukraina - Rusia banyak pelajaran yang bisa kita petik. Diantaranya adalah tentang pentingnya kemampuan yang dimiliki suatu bangsa dalam bertahan untuk mengambil keputusan strategis berdasar pada Geo Politik-Geo Strategis dengan segala potensi yang dimiliki oleh negara yang berkonflik.

Disini bisa kita pelajari bahwa Ukraina sebagai negara "inferior" ketika menghadapi negara adidaya "superior" Rusia, mampu memberikan 'perlawanan dan pertahanan' dalam merespon setiap langkah politik diplomasi LN dan bayang-bayang invasi militer oleh Rusia. Dengan disokong oleh NATO, negara tersebut kuat dalam bertahan serta telah membawa dua negara adidaya di dunia ke tepi konflik 'Perang Dingin Baru' di wilayah kawasan Eropa Timur.

Langkah - Langkah politik luar negeri dua negara adidaya memberikan suatu pelajaran, yaitu kemampuan diplomasi dimiliki tidak akan berjalan efektif tanpa adanya kekuatan militer yang mumpuni yang senantiasa siap untuk dikerahkan apabila jalur perundingan menemui jalan buntu 'Deadlock'. Rivalitas kedua negara tersebut tidak sebatas dari kemampun membangun hubungan komunikasi, tapi yang lebih penting adalah bagaimana cara berdiplomasi sekaligus membangun komunitas pertahanan di kawasan dalam mendukung kepentingan dalam negerinya.

Seolah - olah secara tersirat, konflik 'Urat Syaraf' antara Amerika dan Rusia di tanah Ukraina memberikan pesan kuat, bahwa masa damai adalah masa tenggat dalam mempersiapkan kemampuan tempur dan membangun pertahanan negara serta masa untuk menggalang kekuatan ketahanan kawasannya. Pembangunan dan penggalangan tersebut tidak hanya sebatas bantuan pertahanan keamananan, namun yang lebih dari hal tersebut adalah adanya dukungan moral dan formal melalui politik LN di kancah regional hingga komunitas internasional

Dan yang lebih penting dari semua itu adalah kebenaran dari salah satu frase Buku Latin Kuno karya Publius Flavius Vegetius Renatus dengan judul 'De Ra Militari' (abad 4-5 Masehi) yang menjelaskan 'masa damai adalah waktu tenggat untuk mempersiapkan dan mengantisipasi segala kemungkinan terburuk dari munculnya konflik di masa yang akan datang'. Penyiapan tersebut bersifat menyeluruh serta meliputi beberapa aspek, yang diantaranya berupa aspek Ideologi, Politik, Sosial Budaya, Pertahanan Keamanan dan Diplomasi. Jika kita memimpikan perdamaian, maka persiapkan kemungkinan terburuk menghadapi peperangan dan carilah teman yang mau diajak untuk memenangkan peperangan (Si Vis Pacem Para Bellum et Si Vis Pacem Para Pactum)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun