Mohon tunggu...
LCN Dua Tujuh Delapan
LCN Dua Tujuh Delapan Mohon Tunggu... Editor - Editor yang haus pengetahuan

Soar to the sun crossing the sea

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia Emas atau Indonesia "Cemas" (Semangat Peringatan 113 Tahun Kebangkitan Nasional)

20 Mei 2021   04:15 Diperbarui: 20 Mei 2021   04:28 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi Indonesia yang lahir di tahun 1980 sd tahun 2020). Generasi pemuda saat ini yang nantinya meneruskan estafet kepemimpinan nasional sekaligus sebagai pelaku dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya cita-cita menuju Indonesia Emas 2045 harus kita mulai dari perencanaan dan pelaksanaan yang matang dari sekarang untuk penyiapan serta strategi untuk mencapainya. Karena pasti dalam perjalanan perjuangan akan muncul ancaman,tantangan , hambatan, gangguan dan dinamika dalam meraih tujuan kemerdekaan. Yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 

Tantangan yang  kemungkinan besar terjadi dalam kurun waktu 20 sd 25 tahun ke depan dalam upaya menuju Indonesia Emas 2045 adalah sebagai berikut:

1. Ideologi.  Sejak Indonesia memproklamirkan diri pada tanggal 17 Augustus 1945 sampai  dengan 75 tahun Indonesia medeka, ancaman terhadap Ideologi Pancasila masih mengalami rongrongan dari bahaya laten. Baik dari gerakan dari faham imperialis, gerakan pemberontakan oleh faham radikal kiri (komunisme), radikal kanan (pemberontakan DITII), serta yang termutakhir adalah faham globalisme industrialis (faham yang menjunjung tinggi ideologi pasar neoliberal yang berdasar kepada globalisasi dengan norma, makna, dan nilai-nilai tertentu yang berpotensi tinggi melunturkan nilai-nilai kebangsaan). Globalisme telah menimbulkan perdebatan mengenai otoritas dari negara bangsa (nation-state) sementara pada saat yang bersamaan gerakan separatis, konflik antar etnis dan agama juga mencuat kembali. 

Negara dihadapkan pada masalah loyalitas warganya, antara individu yang berorientasi ke arah keterikatan global dan pihak yang bergerak ke arah penguatan subnasional. Akibat globalisasi konflik antar etnis dan antar agama, gerakan separatis dan keinginan untuk memerdekakan diri mulai meningkat. Gejala ini diakibatkan oleh karena kurangnya integrasi di negara kita. Myron Wiener mengatakan bahwa level integrasi nasional di Indonesia masih sangat rendah. Salah satu faktanya adalah lepasnya Timor Timur dari tangan Indonesia. Peristiwa tersebut merupakan contoh nyata dampak dari globalisasi yang berakibat mulai lunturnya rasa nasionalisme, diganti dengan etnisitas. 

Kenapa hal tersebut terjadi? Miroslav Hroch mengatakan bahwa nasionalisme : “...bertindak sebagai faktor-faktor integrasi dalam suatu masyarakat yang mengalami disintegrasi, ketika masyarakat runtuh, bangsa muncul sebagai penjamin pokok.”(sumber : Nasionalisme vs Globalisasi‘Hilangnya’ Semangat Kebangsaan dalam Peradaban Modern Oleh : Grendi Hendrastomo, Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta).

 Ideologi Pancasila sudah terbukti dan mengakomodir seluruh lapisan elemen bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam setiap silanya telah mengakomodir nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, pemusyawaratan demokrasi, dan keadilan sosial. Dalam lingkup faham nasional yang bersifat universal Ideologi Pancasila mampu menjawab setiap permasalahan yang muncul dalam perkembangan peradaban manusia dalam lingkup multi etnis dan kultural. Sehingga tidak salah jika para "Founding Father" menyatakan bahwa Pancasila Adalah wahyu dari Tuhan YME yang mampu mengantarkan kejayaan Indonesia. Dan perlu digarisbahwahi bahwa negara-negara super power dunia juga memiliki landasan ideologis dalam menentukan serta mencapai tujuan nasionalnya. Ideologi bukanlah suatu agama, namun elemen dasar yang mampu mempersatukan gerak langkah suatu bangsa secara bersama untuk mencapai tujuan kemerdekaan dan nasionalnya. 

2. Politik dan Ekonomi. Keadaan politik ekonomi sangat menentukan kestabilan suatu negara dalam upaya pembangunan nasional. Politik sebagai sarana untuk menyatukan visi misi dalam berserikat dan berkumpul, sekaligus wujud dari Demokrasi Pancasila. Tantangan pelaksanaan dalam berpolitik saat ini adalah 'mahal' nya biaya proses pelaksanaan para partisipan yang aktif dalam pesta demokrasi. Sehingga pemilihan para wakil rakyat tidak hanya dituntut dalam kesiapan prestasi dan pribadi personal. Namun, juga kesiapan biaya operasional dalam kegiatan kampanye agar dikenal di lingkungan masyarakat. Pemilihan wakil rakyat atau pesta demokrasi dengen sistem pemungutan suara secara langsung menuntut para kontestan untuk berpikir cerdas. Agar bisa mewakili aspirasi serta menyerap keinginan rakyat sebagai amanat konstitusi dalam sistem demokrasi. 

Sistem politik ke depan harus mampu memberikan kepercayaan yang tinggi terhadap partai politik sebagai manifestasi pasal 28 UUD 1945. Pembangunan paradigma tersebut bisa dimulai dengan penjaringan calon wakil rakyat, kepala daerah, dan pejabat publik yang berkarakter, berpengetahuan, berwawasan nasional dan berintegritas tinggi serta mencegah munculnya politik uang/praktis. Agar tidak muncul para wakil rakyat, kepala daerah atau pejabat publik yang terjerat kasus-kasus korupsi atau kasus lainnya yang berpotensi merusak marwah Lembaga Tinggi Negara sebagai perwujudan "Suara Rakyat adalah Suara Tuhan /Vox Populi Vox Dei". 

Survei Indikator Politik bulan Maret 2021 telah menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan parpol  sebagai lembaga yang paling tak dipercayai oleh publik. Sebanyak 43 persen responden memilih sedikit percaya kepada DPR. Sedangkan, 44 persen responden sedikit percaya kepada partai politik, sembilan persen responden mengaku tak percaya sama sekali terhadap anggota parlemen. Sedangkan, 12 persen responden tak percaya sama sekali ke partai politik. Bukan Indikator Politik saja yang memotret persepsi publik yang tak percaya terhadap DPR. 

Lembaga Survei Indonesia (LSI) juga menangkap persepsi serupa pada 2020. Publik terlihat antipati kepada DPR terkait pengawasan dana bantuan COVID-19 serta berbagai macam pemberitaan negatif dari para Anggota Dewan.(Sumber:https://sulsel.idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/survei-indikator-tni-lebih-dipercaya-publik-dibandingkan-presiden-regional-sulsel/3). Jika dalam kurun waktu 5 atau sd 10 tahun ke depan tidak ada perbaikan citra melalui kinerja nyata bagi rakyat serta keteladanan para wakil rakyat, yang ditakutkan adalah apatisnya atau ketidak peduliannya masyarakat terhadap sistem demokrasi. Hal ini bisa dilihat dari berapa persen serta berapa banyak jumlah golput pada saat pelaksanaan pesta demokrasi. 

Tentu sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia Indonesia hal tersebut harus kita anstisipasi serta harus ada perbaikan nyata dari kinerja parpol dan DPR. Sehingga di tahun 2045 harapannya adalah tingginya partisipasi rakyat dalam berdemokrasi serta terpilihnya para wakil rakyat, kepala daerah dan pejabat publik yang berwawasan nasional dan berkarakter luhur serta biaya politik yang rendah. Sehingga membuka seluruh lapisan masyarakat untuk berkompetisi menjadi wakil rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun