Genap sudah Pandemi Global covid-19 telah memasuki waktu 1 tahun setelah kasus pertama ditemukan di Kota Wuhan provinsi Hubei Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Segala upaya dari masing-masing negara di dunia dan World Health Organization (WHO) untuk mempercepat penanganan kemunculan efek negatif domino baik dari sisi kesehatan dan aspek lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya, pertahanan serta keamanan telah diupayakan melalui langkah-langkah preventif atau penanganan pemulihan yang terdampak langsung terhadap imbas pandemi global ini.
Bagi aktivitas ekonomi global atau domestik tentu dengan adanya pandemi ini telah menghambat ruang gerak untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang telah ada.
Seperti pernyataan yang disampaikan oleh Robert J.Shiller (Profesor Ekonomi dari Yale University, Peraih Nobel Tahun 2013 di Bidang Ekonomi serta penulis the Narrative of Economics), menyatakana bahwa:
"There are fundamental changes that happen from time to time—often during times of war. Though the enemy is now a virus and not a foreign power, the covid-19 pandemic has created a wartime atmosphere in which such changes suddenly seem possible" (situasi pandemi covid-19 ini telah menciptakan sesuatu perubahan yang sangat fundamental, iklim ekonomi yang terasa seperti situasi perang, dimana atmosfer tersebut mengakibatkan kesuraman bagi aktivitas ekonomi global atau domestik)
Hal tersebut sangatlah logis karena dengan adanya beberapa perlakuan pembatasan aktivitas ekonomi baik mikro ataupun makro, akan sangat menghambat kegiatan ekonomi yang telah dilaksanakan selama ini (secara konvensional) serta dengan adanya wabah pandemik global ini, kebijakan setiap negara di dunia dalam merespon untuk langkah penanggulangan juga berbeda-beda.
Sehingga aktivitas ekonomi tentu saja tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan keseharian atau sistem yang selama ini telah terbentuk.
Sebagai contoh kecil, apabila kegiatan ekspor impor komoditas perdagangan dalam jumlah besar yang selama ini bisa terkirim secara lancar tanpa adanya suatu hambatan serta sesuai regulasi internasional yang telah disepakati, dengan adanya pandemi covid-19 secara global banyak sekali negara di dunia yang telah terganggu aktivitas ekonominya.Â
Fakta yang telah terjadi adalah kebijakan larangan masuk oleh Negara Uni Eropa yang mengambil kebijakan 'lock down'Â atau tutup total akses wilayah atau negara karena ancaman virus covid-19 varian terbaru yang telah ditemukan di dataran Inggris Raya telah mengakibatkan antrian ribuan kontainer di Dermaga Penyeberangan di Selat Dover Inggris yang dilarang melintas melaui Euro Tunnel.
Kasus lainnya adalah di awal-awal ditemukannya virus covid-19 adanya larangan penerimaan komoditi perdagangan dari negara RRT, atau dilarangnya negara Indonesia untuk mengirimkan komoditi pertanian ke negara tersebut sebelum dilaksanakan penyelidikan dari mana sebenarnya virus covid-19 ini berasal.
Berapa ratus trilliun rupiah kerugian yang harus diderita oleh masing-masing negara yang kegiatan ekonominya terhambat dan berapa banyak dana APBN yang harus dipersiapkan bagi seluruh negara di dunia untuk menanggulangi wabah pandemik ini, tentu hal ini telah berhasil merubah tatanan perekonomian serta sistem ekonomi yang selama ini berjalan.
Bahkan, untuk negara Selandia Baru demi menjaga kesehatan warganya berani untuk mengambil langkah "Lock Down Total" dengan tidak menerima komoditi-komoditi perdagangan dari negara luar, memberhentikan penerimaan wisman serta menutup akses warga negara asing dan mengoptimalkan segala sumber daya dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya.
Tentu saja dalam Bidang Ekonomi akan memberikan dampak melambatnya indeks pertumbuhan serta tidak tercapainya target yang telah ditetapkan oleh setiap negara.Â
Bisa dipastikan dengan ketidak pastian tentang kapan pandemik ini berakhir serta banyaknya kebijakan yang berkaitan dengan pembatasan aktivitas -aktivitas terhadap aktivitas mayoritas masyarakat global telah membawa ke arah resesi ekonomi dunia dalam kurun waktu satu tahun ini. Dampak tersebut juga telah dirasakan dan berimbas secara signifikan terhadap kondisi ekonomi negara Indonesia.Â
1. Dampak Pandemi Covid-19 Bagi Ekonomi Masyarakat dan Pariwisata.Â
Berdasar laporan data statistik dan pernyataan langsung dari Menteri Perencanaan Pembangunan dan Kepala Bappenas Bapak Suharso Manoarfa mengatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka antara 7,7 persen sampai 9,1 persen di 2021. Dipastikan angka tersebut meningkat 4 juta hingga 5,5 juta.
Dan apabila situasi ekonomi dalam negeri dan global tetap seperti ini, maka dikhawatirkan sampai dengan tahun 2021 pengangguran sampai 10,7 juta hingga 12,7 juta rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (22/6/2020).
Laporan tersebut dibuat berdasar data yang diperoleh di lapangan serta perhitungan logis sesuai dengan iklim perekonomian global serta masih berlangsungnya pandemik covid-19 ini. Melemahnya daya beli masyarakat selama pandemi juga memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Bahkan kecenderungan adanya penurunan indeks konsumtif masyarakat Indonesia yang tentunya akan membuat kurang sehatnya aktivitas ekonomi yang disebabkan oleh belum pastinya kapan pandemik akan berakhir.
Sehingga sebagian besar masyarakat lebih cenderung untuk menahan konsumsi barang atau jasa serta menabung sumber keuangan yang dimiliki di waktu yang hampir bersamaan. Seperti teori yang dinyatakan oleh Mantan Chief Ekonomi untuk ANZ Bank dan Bank of America, Mr Elsake:Â
"So if everyone cut their spending back to the basics, and did it immediately, the result would be an almighty recession — indeed, a depression" (Jika setiap masyarakat menghentikan kegiatan konsumsinya secara langsung dan bersifat masif, maka justru yang akhirnya terjadi adalah resesi ekonomi bahkan depresi ekonomi).Â
Situasi ekonomi yang tidak kondusif seperti di atas akan semakin memburuk jika kegiatan PPKM, PSBB, atau Pembatasan lainnya terus menerus berlangsung serta diperpanjang tanpa adanya suatu kepastian kapan selesianya karena jumlah penderita atau yang terjangkit covid-19 belum mengalami penurunan yang signifikan.
Terbukti berdasar laporan Badan Pusat Statistik (BPS) per Desember Tahun 2020 pada kuartal IV, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami resesi.
Pertumbuhan ekonomi kuartal IV tercatat sebesar -2,19 persen secara year on year. Sedangkan pertumbuhan di kuartal iv secara q to q mengalami kontraksi -0,42 persen. Angka yang signifikan yang sebelumnya belum pernah terjadi di era reformasi.Â
Sektor pariwisata adalah sektor di luar komoditi yang berperan sebagai penyangga perekonomian serta penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat di Indonesia. Selama setahun ini mengalami hantaman telak karena imbas pandemi global ini.
Pariwisata adalah suatu daya tarik destinasi yang mampu menggerakkan mayoritas aktivitas ekonomi di suatu negara atau wilayah yang berhubungan dengan transportasi, penciptaan lapangan kerja, perhotelan, properti dan menarik devisa Luar Negeri.
Berdasar data statistik kunjungan wisman yang melewati gerbang pintu bandara Sukarno -Hatta mengalami penurunan hingga -82,60 persen (Data Badan Pusat Statistik tahun 2020).
Ditambah dengan terbatasnya wisatawan lokal yang melaksanakan aktivitas konsumtif dalam bentuk berwisata karena adanya ketakutan dalam berpergian agar tidak tarpapar virus atau adanya kebijakan PSBB sehingga yang ingin berwisata pun akhirnya mengurungkan niatnya.Â
Hal tersebut bisa dibuktikan dengan situasi Bali saat ini, di jalanan Pantai Kuta, Sanur, Nusa Dua, dan destinasi wisata lainnya yang terlihat lengang seperti halnya perayaan Nyepi.
Ditambah keluh kesah para pedagang kaki lima di pasar seni Ubud yang mengeluhkan tidak adanya pembeli yang datang untuk melihat dagangan selama satu minggu, melihat saja tidak ada apalagi membeli. Jeritan itu juga diutarakan oleh pedagang nasi Jinggo yang mengatakan beruntung jika dagangannya terjual semalam 10 bungkus dari yang biasanya mampu menjual hingga 100 bungkus.
Gerai-gerai toko UMKM di sekitar tempat wisata yang tidak terurus, memberikan gambaran dahsyatnya perubahan serta imbas negatif dari wabah global covid-19.
Jika dilihat di iklan lelang, banyak sekali hotel-hotel yang dijual karena tidak mampu membiayai operasional selama satu tahun ini. Baik di Bali, Yogyakarta atau destinasi wisata nasional di Indonesia.
Situasi yang sangat memprihatinkan apabila dibandingkan dengan krisis moneter di tahun 1998. Karena krisis moneter tahun 1998 imbas negatif dirasakan hanya kepada pelaku ekonomi makro, sedangkan ekonomi mikro mesih bisa bertahan. Namun, untuk masa pandemi ini 'soko guru' ekonomi mikro pun juga ikut tersapu derasnya badai pandemi covid-19.
2. Munculnya Potensial Pasar Baru dan Milyuder Baru.
Dibalik musibah, pasti ada hikmah. Begitulah yang dialami bagi para pemenang dan yang bisa membaca peluang. Karena fakta membuktikan berdasar laporan majalah Forbes telah meningkat kekayaan para Milliader dollar perorangan hingga ratusan trilliun rupiah.
Berdasar laporan resmi majalah tersebut 31 Desember 2020 the Most Notable New Billionaire 2020, tercatat bahwa sektor-sektor yang mengalami kenaikan permintaan omset dagang serta keuntungan adalah pengusaha sektor medik (vaksinasi ) baik pengusaha dari pabrikan Moderna, Pfizer yang memiliki potensi keuntungan hingga milliaran dollar Amerika, sarung tangan dan masker medik, sektor E-commerce, Daring, serta metode pembayaran E-Payment.
Di masa pandemi ini sebenarnya yang terjadi adalah pengalihan kekayaan atau aset ekonomi negara-negara di dunia ke sektor kesehatan dan segala sesuatu yang bisa menunjang aktivitas serta kehidupan manusia dalam keseharian di masa pandemi.
Seperti misalnya dalam penganggaran APBN tahun anggaran 2020-2021, banyak sekali program-program yang telah direncanakan sebelum pandemi terjadi, akhirnya terpaksa di relokasi atau dialihkan ke sektor kesehatan dan dampak lanjutan pandemik, yaitu upaya penanggulangan covid-19, bantuan sosial beserta dampak sosial ekonominya, serta menjaga daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.
Rencana pembangunan nasional yang dialokasikan dan direncanakan sebelum wabah pandemik covid-19 baik dari sektor pertahanan, keamananan, infrastruktur, pembangunan daerah tertinggal dan perbatasan, pencapaian target ekonomi nasional, kesejahteraan, pengembangan IPTEK, pariwisata, olahraga, pendidikan serta pembangunan sektor-sektor BUMN agar bisa bersaing dengan kompetitor global atau regional terpaksa harus dikurangi mata anggarannya.Â
Pengurangan mata anggaran mungkin tidak terlalu berasa bagi aktivitas ekonomi bagi masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun, situasi menjadi sangat berbeda bagi masyarakat yang menggantungkan mata pencaharian di bidang yang berhubungan langsung/interaksi dengan masyarakat atau khalayak ramai, seperti pedagang asongan, makanan kaki lima, perias pengantin, dekorasi, wedding organizer, serta pegawai harian lepas sektor wisata.
Bukan berkaitan dengan menerima bantuan atau sumbangan saja, tapi yang lebih penting adalah kebijakan PPKM/PSBB dalam jangka waktu hampir satu tahun, akan sangat memukul harapan masyarakat kecil yang menggantungkan asanya di sektor UMKM. Karena sektor tersebut mayoritas beraktivitas pada pukul selepas habis kerja (pk 17.00 sd tengah malam).
Bahkan, akibat wabah yang belum selesai di masa pandemi sekarang, jumlah personel yang menjadi pembeli dibatasi (karena ditakutkan membuat kerumunan) serta waktu operasional hanya sampai dengan pk 19.00. Mengakibatkan munculnya anekdot di kalangan masyarakat yaitu "Dilarang mencari rejeki apalagi di malam hari, karena sangat membuat frustasi". Begitulah mayoritas komentar pelaku usaha kaki lima, asongan, dan warung kopi malam hari.
Di sisi yang lain, bagi perusahaan waralaba yang siap dalam menghadapi pandemi, terutama yang memanfaatkan teknologi aplikasi, daring, serta memiliki basic capital atau teknologi bisnis yang menyesuaikan zaman mendulang keuntungan yang signifikan. Bisa kita lihat secara global, melansir Business Insider, Jakarta, Minggu (3/1/2020), kekayaan CEO Amazon Jeff Bezos dan CEO Tesla Elon Musk mengalami kenaikan hingga US$217 miliar atau setara Rp3.059 triliun.
Secara garis besar dengan adanya pandemi ini sektor kesehatan, penjulanan online, kebutuhan internet, komunikasi daring, sistem pembayaran E-Pay serta komoditas pangan dengan penyajian berdasar penjualan dengan metode aplikasi online telah menjadi 'trendsetter' sekaligus 'game changer' yang menjadikannya sebagai pemenang di masa pandemi, ketika sebagian mayoritas penduduk global terpukul akibat adanya wabah global covid-19.
3. Langkah Pemecahan apabila Ancaman Pandemi Global terjadi lagi (Semoga Tidak).
Bila kita membaca sejarah munculnya suatu wabah, entah kebetulan atau tidak, faktual pandemik penyakit yang bersifat global senantiasa terjadi per 100 Tahun.
Jika Anda belum pernah mendengar pandemi flu Spanyol sebelumnya, krisis virus corona saat ini kemungkinan akan membuat Anda menyadari bahwa kemunculan virus influenza telah ada dan tidak kalah mematikan dibandingkan dengan covid-19.
Adanya virus mematikan yang melanda dunia di permulaan abad ke-20 tersebut, yaitu 'Wabah Flu Spanyol' telah menewaskan 40 sampai 50 juta orang dalam dua tahun, antara tahun 1918 dan 1920. Para peneliti dan sejarawan meyakini sepertiga penduduk dunia, yang saat itu berjumlah sekitar 1,8 miliar orang, terkena penyakit tersebut.
Seperti 'Deja Vu', masyarakat dunia telah mengalami mimpi buruk pandemik untuk kedua kalinya di era abad milenial di awal tahun 2020. Mayoritas negara Dunia seperti belum siap menghadapi pandemik ulangan di tahun awal tahun 2020 ini, yaitu covid-19.
Jangan sampai (semoga saja 'Tidak Sama Sekali') jika ada wabah pandemik sejenis "Flu Varian Terbaru" di tahun 2120 nanti, Negara kita yang kaya akan Sumber daya hayati, plasma nutfah, dan sampel segala jenis penyakit pandemi dari masa kerajaan, penjajahan, sampai dengan era milenial, masih atau tetap saja menjadi 'korban', sebagai penonton dari percaturan dunia dalam menangani wabah penyakit.
Jangan sampai di saat negara-negara maju atau perusahaan multinasional mulai menawarkan vaksinasi, produk kesehatan, atau teknologi daring ke negara Indonesia, tapi kita tidak bisa memanfaatkan potensi pasar tersebut sebagai penghasil devisa negara kita.
Sebagai pengingat dan harus selalu kita tanamkan bahwa 'Good Preparation Will Provide Amazing Result and Victory'. Kita masih memiliki waktu untuk memulai membangun ketahanan negara kita dari pandemik apabila memang skenario terburuk nanti terjadi lagi di tahun 2120.Â
Sektor yang perlu kita benahi dan perlu untuk dibangun adalah sebagai berikut:Â
Sektor Kesehatan, terutama Teknologi Epidomologi, Virologi dan Rekayasa Generika
Belajar dari pandemi covid-19 negara-negara yang memiliki keunggulan di bidang tersebut di atas seolah menjadi 'pemenang' dalam tanda kutip di saat seluruh masyarakat global sedang mengalami keputusasaan.
Bagaimana tidak, dengan kemampuan yang dimiliki , kemampuan mitigasi yang diambil untuk mencegah merebaknya wabah langsung diikuti oleh negara-negara lainnya di dunia. Terutama untuk kegiatan 'tracing' awal serta pendeteksian sekaligus pencegahan agar tidak terjangkit penyakit pandemik.
Jika Indonesia telah memiliki kemampuan deteksi, mitigasi dan penanggulangan pandemik ini, bisa dipastikan hal tersebut menjadi aset nasional yang sangat bernilai yang berasal dari sektor non pertambangan.
Dari kegiatan tersebut, negara - negara maju yang memiliki teknologi kesehatan serta kemampuan ahli-ahli epidomologi yang bekerja sama dengan perusahaan multinasional, akan sigap dalam penanganan. Apabila berhasil akan memberikan kepercayaan kepada negara lainnya yang belum memiliki kemampuan tersebut.
Sehingga setiap produk kesehatan, peralatan yang digunakan atau bahkan piranti atau metode penanggulangan bisa untuk dipatenkan sebagai penghasil devisa negara.
Bisa dipastikan apabila negara kita ke depan berhasil membangun teknologi tersebut, sekaligus menyiapkan sarana prasarana pendukung untuk pelaksanaan riset secara terus menerus, maka bukanlah hal yang mustahil jika Indonesia di tahun 2120 sebagai negara produsen vaksin dan peralatan medis lainnya, jika ancaman wabah penyakit muncul kembali. Karena penyiapan hal tersebut sudah kita mulai dari sekarang dan menjadi perhatian serius oleh negara.
Hal tersebut bisa dimulai dengan pembangunan dan pengoptimalan 'bank data' wabah penyakit yang telah terjadi di dunia dan Indonesia berikut penanganannya, perkuatan bidang epidemologi, virologi dan rekayasa genetika serta industri medis dengan memanfaatkan sumber daya hayati nasional.Â
Sektor Teknologi Daring, Internet dan E-Shop/Payment
Keuntungan yang diperoleh oleh Jeff Bezos dan Pengusaha -pengusaha dunia yang meraup keuntungan dari wabah pandemik ini seharusnya mulai kita jadikan sebagai 'wake up call'. Terutama bagi para pelaku UMKM yang selama ini masih menjalankan usahanya dengan cara atau metode konvensional.
Kebutuhan pangan atau bisnis makanan sudah harus masuk dan dikemas melalui penggunaan handphone atau teknologi daring lainnya.
Tentunya dibutuhkan perananan pemerintah untuk mengkoordinir sekaligus membangun pioner transaksi UMKM yang berbasis daring atau handphone. E-Supply Chain Management begitu bahasa kerennya yang sangat berharga di masa pandemi bagi orang-orang yang terbatas aktivitasnya. Di indonesia perusahaan Uni corn GoJek telah menyediakan aplikasi GoFood yang juga merangkul UMKM.
Diharapkan ke depan mayoritas Pengusaha UMKM, pedagang asongan, pedagang kaki lima yang miskin modal usaha dibimbing untuk disiapkan dalam kompetisi sistem pemasaran daring atau E-Commerce kecil-kecilan. Baik dari segi penyiapan SDM atau piranti utama atau pendukung lainnya.
Diharapkan apabila sistem ini sudan berjalan, maka bagi para pelaku UMKM yang jualan makanan, kopi, atau jajanan harian lainnya tidak akan kehilangan penghasilan.
Begitu pula di sektor pariwisata, jika pandemi akan terjadi dan harus memaksa adanya pembatasan sosial , maka penggunaan teknologi revolusi industri 5.0, di mana memadukan perkembangan dan kemajuan teknologi masyarakat yang berpusat pada manusia yang menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial, sistem yang sangat mengintegrasikan ruang dunia maya dan ruang fisik, serta menitikberatkan lingkungan alam atau kelestarian keindahan alam menjadi subjek utamanya bisa untuk mulai dirintis dari sekarang.Â
Bukanlah suatu hal yang mustahil di tahun 2120 jika terjadi skenario pandemik global terjadi kembali per 100 tahun, maka cara berwisata seperti Avatar menjadi pilihan karena pengembangan teknologi revolusi 5.0 yang semakin maju dan modern. Potensi keindahan alam Indonesia tetap menjadi primadona bagi masyarakat dunia. Sehingga walaupun pandemi global, dunia pariwisata Indonesia tetap menghasilkan devisa negara.
Sektor Mental Spiritual
Sebagai negara Berketuhanan Yang Maha Esa tentu kita harus dan wajib membangun optimisme dan harapan jika menghadapi suatu ujian dan cobaan kehidupan, termasuk pandemik. Kekuatan mental rakyat Indonesia betal-betul diuji di masa-masa sulit ini.
Kepercayaan bahwa hari esok akan lebih baik karena kekuatan Tuhan YME yang senantiasa membantu manusia di saat sulit akan menjadikan setiap perorangan bangsa Indonesia menjadi sosok "Warrior Yang Tangguh".
Selain itu, kedekatan dengan Sang Khalik akan menumbuhkan jiwa kemanusiaan dan sosial yang tinggi. Membangun sisi humanisme memanusiakan manusia di saat kondisi apapun, apalagi pada saat yang sulit karena pandemi.
Diharapkan pada masa tersebut, jika pembangunan manusia Indonesia akan berhasil untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang berkarakter, unggul, dan memiliki mental spiritual yang tinggi, maka koordinasi sekaligus langkah pencegahan pandemik akan bisa teratasi secara cepat dan tepat. Sehingga lamanya waktu penanganan dan biaya yang tinggi dari anggaran APBN bisa direduksi.
Karena setiap manusia Indonesia mayoritas telah memiliki disiplin pribadi dan tanggung jawab moral terhadap tugas atau amanah yang diemban.
Sehingga kebijakan pemerintah dari pemangku program mitigasi nasional sampai dengan pelaksana lapangan bisa selaras dalam perwujudan penanganan wabah penyakit. Sehingga indeks efisiensi pelaksanaan program bisa tercapai secara paripurna.
Karena setiap insan merasa bangga dan bertanggung jawab secara maksimal terhadap setiap tugas. Karena setiap yang berperan aktif dalam mitigasi menyadari bahwa setiap manusia memiliki pengawas pribadi yang melekat terus menerus,yaitu Tuhan YME. Yang Maha Menguasai datangnya hari akhir dan adanya kehidupan hakiki setelah kematian.Â
Mungkin, pandangan pemecahan dan Langkah penyelesaian di atas adalah kalimat "Utopia" yang hanya terjadi di lembaran teori dan sulit terwujud di kehidupan nyata atau sulit diaplikasikan di keseharian.
Namun, manusia hidup harus senantiasa memiliki 'perspektif sudut pandang dalam hidupnya' terhadap setiap skenario kehidupan yang telah dialami.Â
Seperti halnya Wilbur Wright bersaudara, apabila mengambil sisi sudut pandang bahwa 'terbang' adalah hal yang sangat mustahil bagi manusia, maka sampai dengan sekarang pesawat terbang berbobot puluhan ton tidak akan pernah membawa kita terbang melintasi benua.
Sama halnya dengan penemu kapal laut dan Kapal Perang, jika mengambil perspektif sudut pandang besi tidak akan mengapung di air, maka Kapal induk dan Battleship tidak akan pernah memenangkan Perang Dunia.Â
Jadi kesimpulannya ..." sudahkan wabah covid-19 ini telah menjadi 'Game Changer' kita bangsa Indonesia " , semua tergantung bagaimana cara kita mengambil perspektif kehidupan, dari sisi optimisme atau pesimisme. Sejarah Dunia telah mencatat bahwa Bangsa Pemenang adalah bangsa yang mampu mengubah rintangan menjadi peluang dan merubah halangan menjadi 'Cuan".Â
Sesuai pepatah kunci sukses hidup adalah 3 C (Cengli, Cinchai, dan Chuan: kejujuran/keadilan, fleksibiltas, dan kompetitif untuk survive).
Semoga seluruh bangsa Indonesia bisa memahami prinsip 3 C di era pandemi global kini, nanti dan selamanya
Amiin Yra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H