Mohon tunggu...
Fridolin VrosansenBorolla
Fridolin VrosansenBorolla Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar & Peneliti

Tidak ada yang tak mungkin melainkan mungkin bagi segala sesuatu dalam kerja keras.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sinergitas Teori Belajar (Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme)

27 Agustus 2019   14:22 Diperbarui: 25 Juni 2021   08:00 5475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori kognitif ini disampaikan juga oleh Kohler. Hal itu diperkuat dengan penelitian yang dilakukannya terhadap seekor simpanse yang diberi nama Sultan. Dalam penelitiannya Sultan (Simpanse) dimasukan ke dalam sangkar yang tentunya luas dan lebih tinggi dari ukuran tinggi simpanse. 

Terdapat empat kali percobaan untuk memahami aspek kognitif simpanse. Dari hasil eksperimennya tersebut menghasilkan sebuah paradigma baru dalam aliran kognitivisme yaitu proses belajar didasarkan pada pemahaman (insight). Dengan kata lain bahwa aktivitas memahami suatu objek merupakan syarat dalam mengembangkan kemampuan intelektualnya. Memahami suatu objek melalui proses berpikir, memahami dan mengetahui.

Apa yang ditemukan Kohler sejalan teori kognitif yang disampaikan Piaget bahwa untuk memahami sebuah situasi tertentu (objek) maka terdapat tiga tahapan dalam skema kognitif setiap individu yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Singkatnya asimilasi adalah proses penerimaan dan proses pengitegrasian informasi yang diperoleh dengan pengalaman yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan akomodasi adalah proses penyediaan ruang kreasi kognitif untuk mencocokan informasi yang sudah terskemakan dengan informasi yang baru diperoleh melalui objek yang diamati. 

Sementara ekuilibrasi adalah penyeimbangan antara proses asimiliasi dan akomodasi dalam skemata kognitif seseorang. Jadi hal ini jelas memberi padangan yang luar biasa mendalam tentang peran guru sebagai fasilitator pembelajaran hendaknya menekankan aspek pemahaman terhadap objek yang dikaji siswa. Di sini objek bisa menjadi peransang aktivitas siswa tetapi juga objek bisa menjadi mental berupa motivasi diri untuk mempelajari bahan kajian yang diberikan.

Proses belajar dipandang perlu maka peneliti seperti Jean Piaget dan Vygotsky sebagai pelopor konsep belajar konstruktivisme. Aliran kontruktivisme merupakan aliran yang mengakomodasi teori belajar menurut pandangan behavior, kognitif, dan psikologi sosial. 

Hal itu dikemukakan Baharudin & Wahyuni (2015: 163) bahwa konstruktivisme merupakan perpaduan teori belajar yang sudah ada sebelumnya sebagai jalan untuk membangun pengetahuannya sendiri. Artinya siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri berdasarkan apa yang diamati dan dipelajari. Siswa dipandang sebagai makhluk yang telah memiliki pengalaman-pengalaman pada awalnya. 

Sehingga informasi yang diterima oleh indera diproses dalam skema kognitif untuk membentuk sebuah konsep terkait objek yang dipelajari. Untuk mewujudkan hal itu maka siswa perlu aktif dalam pembelajaran. Hal itu ditegaskan Slavin bahwa dalam melaksanakan pembelajaran guru hanya sebagai fasilitator sedangkan siswa harus aktif selama proses pembelajaran berlangsung.

Baca juga: Hubungan Aliran Behaviorisme dengan Pemikiran Filsafat Positivisme

Guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran sudah selayaknya tidak lagi berceramah di depan kelas melainkan memberi kesempatan dan akses yang mumpuni bagi siswa untuk memproses dan menemukan serta mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Dalam mewujudkan hal itu maka perlu pula guru memperhatikan aspek sosial. 

Vygotsky membagi proses belajar menjadi dua elemen yaitu belajar secara biologi dan belajar sebagai psikososial. Artinya siswa mempelajari segala sesuatu dengan menggunakan serangkaian kompetensi yang dimiliki untuk mengelola dan mengkosntruk pengetahuannya. Pengetahuan yang telah berhasil dikonstruk kemudian akan lebih berkembang ketika siswa melakukan interaksi dengan lingkungan sosial budayanya Baharudin & Wahyuni (2015: 174).

Berdasarkan paparan teori-teori belajar tersebut maka kita dapat mensinergikan teori-teori belajar tersebut menjadi sebuah landasan yang kuat dalam menambah khasanah pengetahuan kita dalam melaksankan pembelajaran. Jadi guru sebagai perencana, pelaksana, dan penilai hasil belajar sudah seyogyanya memiliki serangkaian pengetahuan tentang aliran-aliran konsep belajar sehingga mampu membimbing siswa dalam rangka pengembangan potensi diri lebih baik lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun