Mohon tunggu...
Fridolin VrosansenBorolla
Fridolin VrosansenBorolla Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar & Peneliti

Tidak ada yang tak mungkin melainkan mungkin bagi segala sesuatu dalam kerja keras.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Koran

26 Agustus 2019   19:33 Diperbarui: 26 Agustus 2019   20:15 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        

Nimayu seharian bekerja dari pukul 07.00 sampai 01.30 subuh. Tak heran pagi ini Nimayu bangunnya jam 07.15. 

Telat dari jam bangun biasanya yaitu pukul 05.00. 

Meskipun telat bangunnya, namun seperti biasa sebelum berangkat kerja Nimayu menyempatkan berolah raga di halaman rumah.

                                                                                                                       ***

Setibanya di kantor, Nimayu segera menuju ruang kerjanya untuk mengerjakan sisa pekerjaan kemarin.

Tiba-tiba terdengar suara di balik pintu ruang kerjanya.

tok... tok... "Permisi Bu selamat pagi." Ucap David jurnalis redaksi koran Indonesia Kerja.

"Iya, selamat pagi Vid." Sahut Nimayu. "Ada apa? apa ada yang terbaru" lanjutnya.

"Oh iya Bu... Saya mendapatkan informasi dari lapangan bahwa akan digelar jumpa pers siang ini oleh Paslon Capres-Cawapres.

Saya akan menulisnya di media kita." tutur David.

"Nice... berita bagus. Silahkan diliput dan segera dimuat di koran kita. Pasti itu akan menarik perhatian masyarakat." jelas Nimayu.

"Jangan lupa topiknya dimuat menarik, ya semenarik mungkin." tutupnya.

Iya, Bu siap... Terima kasih. Permisi." David berlalu dari ruang tersebut.

Nimayu melanjutkan menyelesaikan sisa tugas yang masih menumpuk di mejanya.

Wajah Nimayu tiba-tiba berubah ketika membaca laporan persepsi publik tentang redaksi koran Indonesia Kerja miliknya.

Seketika saja jari halus dan lembut Nimayu memencet tombol bel untuk memanggil sekretaris pribadinya.

tok... tok... "Ada yang bisa saya bantu Bu?" Tanya Sani.

"Tolong panggil Tim Editor. Saya tunggu sekarang." Tegas Nimayu dengan wajah memerah.

"Siap Bu... akan saya panggil. Permisi." Sani melangkah cepat-cepat keluar.

Tidak lama kemudian, terdengar suara samar-samar dari luar ruangan. Pintu ruang kerja itu perlahan mulai terbuka.

Wajah Ketua Tim Editor kelihatan gugup.

"Silahkan duduk." Sambut Nimayu.

"A... ada apa Bu?"

"Saya baru mendapat laporan bahwa koran kita mendapat persepsi negatif paling tinggi ke dua. Saya kecewa dengan kinerja

anda bersama tim. Saya harap semua tulisan yang dimuat di koran harus menginformasikan berita-berita yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan kepada publik." tutur Nimayu dengan nada keras.

"Junjung tinggi nilai-nilai kejujuran dalam menulis berita. Jangan melakukan propaganda, hoax apalagi." suara Nimayu meninggi.

Kepala Sani tertunduk dengan wajah gugup pucat pasi.

"Saya perintahkan... Lakukan briefing kepada tim editor sebelum memuat berita-berita terpanas hari ini. Apalagi sekarang kita

sedang ada dalam tahun politik. Saya tidak akan terima jika terdapat lagi kesalahan-kesalahan seperti laporan yang saya terima."

"Baik, Bu... Segera saya laksanakan perintah Ibu."

Jawab Sani dengan suara gugup gemetar. Sani pun permisi dan berlalu dari ruangan bos.

Nimayu melanjutkan pekerjannya.

                                                                                                                            ***

Waktu kini pukul 13.15. Perut Nimayu mulai mengamuk. Restoran terdekat tempat biasa Nimayu makan siang pun sedang sedia

melayani pelanggannya.

Dengan menggunakan lift, Nimayu segera turun dari lantai 7 menuju lobi. Ferary merah gagah siap melesat.

Begitu tiba di restoran seperti biasa, Nimayu memesan makanan favoritnya. Tiba-tiba saja dua orang lelaki dengan wajah klimis berdiri

tegap di hadapannya sambil menyapa.

"Selamat siang Bu, Nimayu. Bolehkah kami duduk menemani anda selama 5 menit?" Tanya salah satu dari mereka.

Dengan senyum ramah Nimayu menyambut mereka.

"Boleh, silahkan." sambutnya.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan.

"Tentu saja, Bu. Dengan segala hormat kami ingin anda membantu kami. Jadi, begini......" Panjang tutur salah satu dari kedua lelaki tadi.

sambil berharap Nimayu dapat mengabulkan permintaan itu.

Tiba-tiba saja tangan yang halus dan lembut itu menghentak meja mengagetkan seisi restoran, apalagi kedua lelaki berjaket hitam itu.

Prak...."Apa kalian pikir koran saya dapat dibeli kejujurannya dengan uang kalian? Saya sedang berupaya menyajikan berita-berita

yang dapat dipertanggungjawabkan. Dan bukan seperti apa yang kalian inginkan ini." tegas  bos pemilik koran Indonesia Kerja.

Seketika itu juga, tanpa kata dan senyuman kecuali wajah gugup dan takut mengiringi kepergian kedua lelaki itu.

Rasa lapar pun berlalu begitu saja tanpa sesuap nasi mengisi perut Nimayu yang sedang kosong.

"Pelayan... Tolong makanan saya diantarkan ke kantor saya. Ini alamatnya." ucap Nimayu sambil meletakan kartu nama di atas meja

salah satu pelayan yang kebetulan melintas di depannya.

"Baik, Bu.

Dengan kecepatan tinggi, ferary merah gagah melesat dengan lincahnya kembali ke kantor.

Ketika tiba di depan ruang kerjanya ternyata salah satu jurnalis andalannya sedang menunggu.

"Hai, Vid... Gimana liputannya? lancar?" tanya Nimayu mencoba melupakan masalah di restoran tadi.

"Lancar, Bu. Siap saya kirim ke tim editor kita." jawab David bersemangat.

Sambil membuka pintu ruang kerjanya, Nimayu mengajak David masuk ke dalam.

"Silahkan masuk. Ada yang ingin saya bicarakan."

"Baik, Bu." sambut David.

Nimayu mulai panjang menceritakan laporan persepsi publik dan kejadian yang baru saja terjadi di restoran.

Nimayu pun berpesan dengan nada berharap kepada David.

"Vid... tolong bantu saya cegah semua jurnalis di media kita ini agar mereka selalu mengingat peran dan fungsi kita sebagai jurnalis untuk

membantu masyarakat mengetahui segala perkembangan di negara kita ini, serta mengedepankan prinsip edukasi dengan tidak menyebarkan

berita-berita hoax yang ramai akhir-akhir ini. Termasuk kita yang telah terlanjur menyebar berita bohong." tutur Nimayu.

"Kamu harus bekerja lebih keras lagi, Vid." tutupnya.

Dengan wajah penuh beban. David mengiyakan permintaan bosnya.

"Iya, Bu... Sebisa mungkin akan saya usahakan yang terbaik bagi media kita terlebih masyarakat kita.

"Terima kasih, Vid."

David pun berlalu dari ruangan bosnya.

Selang dua menit setelah berlalunya David, masuklah sekretaris pribadi Nimayu dan menyodorkan bungkusan makanan pesanan bosnya.

"Permisi, Bu. Ini ada pesanan makanan." 

"Taruh situ aja. Terima kasih" sambil menunjuk meja kerjanya.

Di tengah menikmati santapannya, tiba-tiba masuklah Sani dengan wajah penuh hormat.

"Ada apa, Sani?"

"E... Ini, Bu. Semua tim editor sudah stay di meeting room. Ibu sudah bisa melakukan briefing sesuai permintaan Ibu pagi tadi. tutur Sani

mencoba mengingatkan bosnya.

"Baiklah. Saya segera ke sana."

Hanya butuh tiga menit untuk sampai di meeting room yang letaknya di lantai 5. Makanannya pun ditinggal menganga begitu saja.

"Selamat siang semuanya." Nimayu menyapa tim editor yang sudah menungu kira-kira lima menit yang lalu.

Tanpa basa-basi, Nimayu menjelaskan panjang lebar tentang tugas editor dalam menyeleksi semua berita yang diliput sebelum

dimuat di koran miliknya.

Pokok dalam briefing itu, Nimayu menegaskan kembali kepada semua anggota tim agar melaksanakan tugas dengan sunguh-sungguh

sesuai peran dan fungsi jurnalistik serta menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dalam menyampaikan berita kepada masyarakat.

Semua anggota tim tak terkecuali, Sani sang ketua tim editor mendengarkan dengan penuh seksama.

Nimayu, menutup briefing itu dengan menyampaikan harapannya.

"Saya berharap, kalianlah yang akan menjadi tonggak-tonggak perubahan di masyarakat serta menjadi corong berita yang baik

walau kalian tak dikenal mereka." Nimayu pun berlalu dari hadapan mereka begitu saja.

Dobo, 12 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun