”Nha, begini,” saya mulai menerangkan kembali.
“Pada prinsipnya, pihak bank hanya akan bersedia membiayai dua dari keempat kelompok kondisi usaha tersebut. Yang mana kira-kira, Bang?” saya meminta respon dari Bang Sinaga.
“Hmm…, ya yang pertama dan yang kedua lah. Yang ‘Star’ sama yang… eh, yang apa itu, Mas? Yang kedua?” jawab Bang Sinaga balik bertanya.
”Betul!” kata saya senang, ”yang ’Star” dan yang ”Cash Cows”, Bang.”
”Nha… itu…. ’Cash Cows’!” sahut Bang Sinaga lagi.
Mengangguk-angguk membenarkan, saya melanjutkan, ”Nah, di kedua tipe kondisi itulah bank ’bermain’, alias menyalurkan kreditnya. Kenapa? Karena bank butuh kepastian repayment capasity atau kemampuan membayar kembali dari si nasabah. Bahkan, untuk tipe ’Star’, bank perlu meyakinkan dirinya bahwa usaha si nasabah akan bisa berkembang lebih cepat dari sebelumnya, karena itu yang menjadi tujuan pemberian kreditnya.”
”Nah, sekarang coba kita tengok sendiri. Jika kita pengusaha, masuk ke kelompok yang manakah kita?” kata saya pada akhirnya.
Uda Mail manggut-manggut. Tampaknya ia mulai ’menilai’ kondisi tetangga tokonya, dibandingkan dengan kondisi teman tetangga tersebut, dan juga kondisi usahanya sendiri –mungkin–. Ia tampak akan menanyakan sesuatu kembali, ketika Bang Sinaga lebih dahulu memecah keheningan yang tercipta. ”Hey, dari tadi kita belum pesen minum nih!”
”Cak Rifaaaan….!!!” akhirnya, justru suara Bang Sinaga yang terdengar, memanggil satu sahabat lagi yang selama ini tak pernah lelah menemani diskusi-diskusi kami dengan mak nyus-nya minuman dan makanan kecil yang dijualnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H