Mohon tunggu...
Angelica Jayanti
Angelica Jayanti Mohon Tunggu... Administrasi - s'il vous plait

currently studying public administration

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menakar Kinerja Kebijakan Pemerintah di Masa Pandemi: Kebijakan Luar Negeri, PSBB, hingga PPKM

9 November 2021   19:12 Diperbarui: 9 November 2021   19:50 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pandemi global COVID-19 telah menjadi tantangan bagi banyak negara di seluruh dunia, tidak terkecuali negara-negara berkembang maupun maju. Berbagai langkah penanganan diupayakan melalui kebijakan Pemerintah, salah satunya di Indonesia. Kebijakan yang diharapkan dapat mengatasi tingginya angka kasus terinfeksi COVID-19 di Indonesia, nyatanya tidak sedikit justru menimbulkan kontroversi. 

Strategi dalam kebijakan yang dirumuskan dianggap tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan kondisi serta realitas di tengah masyarakat. Pemerintah sendiri hingga saat ini telah menerapkan beberapa kebijakan sebagai upaya penanganan laju penularan virus COVID-19. Melalui tulisan ini, terdapat pemaparan dari hasil analisis mengenai beberapa kebijakan Pemerintah terkait pandemi COVID-19 di Indonesia, yang dapat menjadi evaluasi bagi kinerja kebijakan yang telah diterapkan. 

Tantangan Kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam Isu COVID-19            

Pasca pandemi,  fokus dari kebijakan luar negeri Indonesia dapat berubah dari tujuan awal yang semula ditetapkan melalui keberadaan Politik Luar Negeri Indonesia. Meletakkan upaya strategis penanganan wabah diatas kepentingan urusan luar negeri lainnya seharusnya sah-sah saja dilakukan demi kesehatan masyarakat global. Tidak sedikit negara dengan kebijakan lockdown  dan  juga pelarangan warga negara tertentu masuk ke dalam wilayah negara tersebut sebagai upaya dalam menjunjung tinggi keselamatan dan kesehatan masyarakat. 

Tingginya angka kasus COVID-19 di Indonesia menjadi cerminan bahwa logika keamanan kesehatan bangsa masih berfokus pada kemajuan pembangunan negara dan pertumbuhan ekonomi semata. Diplomasi Indonesia yang seharusnya menjembatani realitas penanganan pandemi di negara sendiri dan di negara lain sejauh ini belum beranjak dari perputaran investasi dan pengembangan infrastruktur. 

Hal ini mengakibatkan fokus akan urgensi kesehatan masyarakat dalam negeri cenderung dikesampingkan. Padahal sudah semestinya kebijakan luar negeri Indonesia berkaca dari pengalaman-pengalaman negara sekitar yang cukup berhasil dalam penanganan pandemi, seperti halnya Singapura dan Korea Selatan. Kemampuan negara – negara tersebut untuk mengelola sumber daya yang dimiliki serta pemanfaatan IPTEK yang mumpuni memampukan Pemerintah untuk mengupayakan adanya kebijakan tepat guna dalam penanganan wabah. Tidak hanya itu, kredibilitas Pemerintah yang tercermin dari adanya dukungan serta kepatuhan masyarakat juga menjadi faktor keberhasilan penanganan pandemi di Singapura dan juga Korea Selatan. 

Fokus capaian Pemerintah Indonesia sendiri dalam level nasional hingga saat ini masih terletak pada upaya flattening the curve atau pelandaian kurva kasus. Sedangkan dalam level internasional, Indonesia masih perlu bekerja keras untuk memberikan perlindungan bagi Warga Negara Indonesia  khususnya yang saat ini masih berada di negara-negara lain yang memutuskan untuk lockdown sebagai upaya emergensi negara terkait dalam penanganan pandemi. Indonesia juga kerap terlibat dalam berbagai kerja sama dengan Organisasi Internasional mengenai penanganan COVID-19. 

Seperti halnya dalam Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam COVID-19 International Coordination Group yang dihadiri oleh 188 negara. Dalam keterlibatan tersebut seharusnya Pemerintah dapat lebih menjelaskan upaya perlindungan Pemerintah terhadap WNI yang di masa pandemi masih berada di luar negeri. Tidak hanya itu, diperlukan juga evaluasi mendalam oleh forum-forum diskusi antarnegara, mengapa belum dapat mengantisipasi penyebaran wabah sejak dini yang berimbas pada sulitnya harmonisasi dalam upaya penanganan pandemi di tengah masyarakat global. 

Catatan Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Kebijakan di Awal Masa Pandemi 

Membahas strategi dalam upaya penanganan kasus COVID-19 di berbagai daerah di Indonesia, tentunya mengingatkan kita akan keberadaan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Di awal pandemi yakni tahun 2020, PSBB dilaksanakan di beberapa provinsi di  Indonesia dan dipusatkan di DKI Jakarta yang saat itu menjadi salah satu provinsi dengan catatan kasus infeksi tertinggi se-Indonesia. Namun nampaknya kebijakan PSBB sendiri belum cukup efektif dalam menekan angka kasus. Bukannya menurun melainkan terjadi peningkatan angka kasus yang cukup signifikan. 

Terdapat beberapa analisis mengenai indikator-indikator yang melatarbelakangi pelaksanaan PSBB di berbagai daerah di Indonesia. Diantaranya upaya tracing oleh Pemerintah yang dapat dilihat dari jumlah tes masyarakat, rasio kasus meninggal atau Case Fatality Rate (CFR), hingga kapasitas ketersediaan fasilitas kesehatan di berbagai daerah. Di  tahun 2020 khususnya ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar tengah dilaksanakan, jumlah tes tiap penduduk di Indonesia tercatat hanya berada pada kapasitas 0,18 orang per 1000 penduduk. Rasio ini jelas tertinggal apabila dibandingkan dengan

Korea Selatan yang pada saat itu berada pada angka 11,50 orang per 1000 penduduk. Untuk menyusul ketertinggalan diperlukan 63-105 kali lipat (mengacu pada Korea Selatan) dari jumlah tes yang dimiliki Indonesia. Indikator selanjutnya yakni  Case Fatality Rate (CFR). CFR Indonesia ketika pemberlakuan PSBB berada di angka 8-9 persen. Yang menjadi permasalahan, tren CFR di angka tersebut berbanding lurus dengan tingginya kasus tidak terlapor (underreporting) yang menyebabkan angka kematian tetap tinggi meskipun angka terinfeksi kasus rendah. 

Sehingga diperlukan deteksi underreporting data dalam mencegah kematian sebelum terindikasi COVID-19 di mana hal ini juga berkaitan dengan upaya penekanan penularan dengan memisahkan indikasi terinfeksi dan tidak terinfeksi virus COVID-19. Terakhir, kapasitas ketersediaan fasilitas kesehatan terutama di tengah terjadinya lonjakan angka kasus di masa PSBB masih sangat terbatas. Beberapa daerah tertinggal  begitu minim fasilitas kesehatan seperti halnya Rumah Sakit dengan tempat tidur yang memadai. Hal ini berimbas pada penanganan pasien berujung  hanya dengan melalui isolasi mandiri, dengan angka kematian saat isolasi mandiri yang cukup tinggi. Peningkatan ketersediaan fasilitas kesehatan seperti halnya Rumah Sakit dapat dibantu dengan keberadaan shelter maupun penambahan tempat tidur yang diperuntukkan bagi pasien terinfeksi COVID-19.  

Efektivitas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Empat Level, Perlukah Diperpanjang?  

Hingga saat ini kebijakan yang sedang diterapkan sebagai upaya penanganan pandemi dilakukan melalui Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dalam hal ini PPKM empat level. Pelaksanaan PPKM empat level yang sebelumnya dipahami sebagai PPKM JawaBali, PPKM Mikro hingga PPKM Darurat dianggap sebagai upaya menekan penyebaran virus COVID-19 dan  penerapannya terus diperpanjang. Namun keefektifan penerapan kebijakan ini masih terus didiskusikan. 

Hal ini dilatarbelakangi oleh peraturan-peraturan pelaksanaan PPKM empat level  melibatkan kinerja di berbagai sektor yang sangat memengaruhi mobilitas masyarakat. Efektivitas PPKM Empat Level sendiri dapat diukur melalui Positivity rate (rasio kasus). Positivity rate dapat ditemukan dengan membagi jumlah orang yang positif COVID-19 dibagi dengan jumlah orang yang diperiksa kemudian dikali 100 persen. 

Sebelum pemberlakuan PPKM, positivity rate Indonesia berada pada 43,79%. Sempat turun menjadi 36,69% namun pada pelaksanaan hari kedua PPKM justru naik kembali ke angka 44,61%. Positivity rate dapat mencapai hasil yang optimal apabila dilakukan upaya peningkatan testing oleh Pemerintah. Tidak hanya testing, demi mendekati ambang batas seperti yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) yakni 5 %, diperlukan langkah 3T yang meliputi

Testing, Tracing dan juga Treatment. Hasilnya melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), rasio kasus di Indonesia mengalami penurunan cukup signifikan. Positivity rate mingguan pada tanggal 15-21 Agustus 2021 mencapai 17,30% dan 22-28 Agustus 2021 berada pada 13,42%. Penerapan 3T bukan menjadi faktor tunggal dalam upaya mengoptimalkan rasio kasus di Indonesia. Gencarnya vaksinasi yang telah diterima masyarakat sebagai upaya pembentukan herd immunity juga menjadi penyebab rasio kasus di Indonesia menurun belakangan ini. 

Evaluasi Keseluruhan Kebijakan Pemerintah Indonesia sebagai Upaya Penanganan Pandemi 

Melalui analisis berbagai kebijakan yang telah diterapkan di Indonesia selama masa pandemic dapat dikatakan bahwa pnanganan wabah virus COVID-19 di Indonesia selama hampir dua tahun secara keseluruhan masih perlu dioptimalkan. Mengingat masih adanya penambahan angka kasus infeksi harian. Beberapa poin permasalahan yang dapat dijadikan evaluasi dari pelaksanaan kebijakan publik di tengah pandemi selama kurang lebih dua tahun ini, meliputi : 

Pertama, Ketidaksiapan Pemerintah sedari awal yang terbukti dengan  kurangnya perhatian akan ancaman dari keberadaan COVID-19. Ketidaksiapan ini juga mencerminkan bahwa negara belum menempatkan isu kesehatan masyarakat global sebagai salah satu isu penting yang memerlukan perhatian khusus. Hal ini menyebabkan pelaksanaan kebijakan masih belum berfokus pada isu kesehatan sebagai urgensi utama yang harus diselesaikan dan cenderung mengedepankan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik semata. 

Kedua, Implementasi kebijakan dalam penanganan pandemi belum sepenuhnya konsisten. Dalam penyampaian informasi yang berkaitan dengan kebijakan bersifat ambiguitas dan kerap menimbulkan bias. Berkaitan dengan hal tersebut, sering terjadi kontraksi komunikasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjadikan kredibilitas Pemerintah menurun karena ketidakoptimalan penanganan khususnya dalam hal manajemen informasi publik. 

Ketiga, mengacu pada realitas di tengah masyarakat dengan masih adanya keterbatasan fasilitas kesehatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas dan kurangnya sumber daya yang memadai terutama dalam hal ini tenaga medis. Bahkan perlindungan bagi tenaga medis sebagai garda terdepan penanganan infeksi virus  COVID-19 pun masih sangat minim dan rawan bagi keselamatan tenaga medis, mengingat masih banyaknya tenaga medis yang terinfeksi virus. 

Melalui poin-poin permasalahan yang ditemukan dari pelaksanaan kebijakan penanganan pandemi, dapat disimpulkan bahwa kebijakan – kebijakan yang secara keseluruhan mengatur mengenai permasalahan ekonomi, stabilitas politik, dan mobilitas masyarakat tidak dapat mengatasi penyebaran kasus infeksi Corona Virus Disease-19. Semakin menjauh dari optimalisasi kebijakan di bidang kesehatan hanya akan memperparah kondisi penularan di tengah masyarakat. 

Selain itu keberadaan vaksinasi secara menyeluruh bagi semua lapisan sebagai upaya dalam menciptakan herd immunity terbukti cukup efektif untuk meningkatkan keberhasilan penanganan kasus COVID-19 di Indonesia. Bersamaan dengan hal tersebut, kemudahan aksesibilitas oleh masyarakat akan tes COVID-19 dapat menjadi langkah screening dan deteksi dini bagi Pemerintah. Menganalisis implementasi kebijakan dan juga dampak yang ditimbulkan dari adanya berbagai kebijakan oleh Pemerintah selama ini terbukti bahwa kebijakan preventif menjadi upaya paling tepat untuk diterapkan sebagai langkah antisipasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun