Cuaca Bontang ramah siang itu. Tak panas karena mendung sedang menggayut di langit. Ada spanduk Selamat datang Dewan Proper Nasional dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dipasang di beberapa tempat. Di antaranya di dermaga speedboat Pupuk Kaltim dan di depan Kampung Malahing. Proper adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dari KLHK.
Ya hari itu, Jum'at 24 November 2017, waktu terakhir penilaian juri propernas untuk melengkapi sertifikasi proper emas yang dilakukan Pupuk Kaltim (PKT). Bersama manajemen PKT dan Juri propernas yang terdiri dari Suarhatini Hadad (Dewan Proper), Â Djismun Kasrie (Dewan Proper), Sulistyowati (Direktur Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka KLHK), Ika Maya Adira (KLHK), Hanny Sukmawati (Wartawan Ekonomi Hijau), Hendrie Adji Kusworo MSc PhD (Dosen Sosiatri UGM).
Tini Hadad adalah mantan ketua Badan Pembina YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dan Ketua YKP (Yayasan Kesehatan Perempuan). Djismun Kasri, SE adalah mantan Duta Besar Republik Indonesia di Republik Kenya merangkap Republik Seychelles. Hadir juga kadinas LH Bontang, Agus Amir dan Kadinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Bontang, Aji Erlinawati.
Nampak para GM dan Manajer terkait dari PKT. Di antaranya GM Umum Nur Sahid, Sekper Budi Wahju Susilo, GM Teknologi Mukartiningsih, Ketua CSV Sri Djuwani Ekowati, Manajer LH Endang Murtiningsih, Manajer CSR Dwi Pudyasmoro Basuki
Kampung Malahing hanya sekitar 25 menit perjalanan laut dengan speedboat. Dari peta, hanya sepertiga jarak ke Beras Basah. Bahkan dari Kampung Malahing pemandangan pabrik PKT masih kelihatan jelas. Kedatangan tim disambut ramah. Ada suara gitar dimainkan oleh warga. Ada banyak penduduk berkumpul. Mereka tersenyum ramah. Ketua RT 30, Nasir Lakada dan staf CSR PKT yang menyambut. Mereka siap menjelaskan program yang telah dijalankan lengkap dengan alat peraga.
Ada proses penjernihan air. Bagaimana mereka memproses air hujan menjadi air yang dapat dikonsumsi penduduk. Rumah-rumah kayu berderet rapi lengkap dengan tanaman dalam pot. Ada terong, lombok, tomat, ceplukan, pisang bahkan ada pohon kelapa. Bahkan jalan Urea, jalan utama di depan dermaga dihiasi dengan tanaman merambat markisa. Nampak asri hijau di antara bangunan kayu
Tim lalu berjalan-jalan mengitari jalan kayu ulin di atas laut. Tim bertanya pada penduduk di situ dan mencatat apa yang ada. Memang teratur kampungnya. Ada beberapa tempat publik. Ada tempat penjemuran rumput laut kelompok nelayan  Sipatuo, bantuan PKT dan sehamparan rumput laut yang masih dalam proses pengeringan. Ada budidaya keramba tancap kelompok Sirannuang yang berisi beberapa ikan putih besar.
Di sudut lain, ada rumah listrik tenaga matahari berkekuatan 15 KW senilai Rp 3,2 Milyar dan sudah mencukupi kebutuhan listrik di kampung itu yang sudah ada siaran TV. Ada parabola. Seorang anak muda menjelaskan proses listrik dari tenaga matahari. Dia teknisi listriknya yang dididik khusus dari penduduk lokal. Ada banyak panel surya di belakang bangunan kayu.
Kami melihat Rumah Sampah terpadu dari bangunan semen. Sudah ada tiga drum penampung sampah. Bau sampah cukup semerbak di ruang sempit itu. Rencananya sampah di situ akan dikelola menjadi kompos.
Kami bertemu dengan anak muda yang menjadi petani rumput laut. Sekarang rumput laut menjadi andalan pendapatan warga di situ. Dulunya nelayan di sini menangkan ikan dan teripang. Rumput laut yang cocok dengan perairan Bontang adalah yang jenis toni. Bentuknya putih bening dan batangnya kenyal. Dia memeragakan cara rumput laut ditanam. Rumput dipetik satu tangkai lalu diikat dengan plastik es pada tali plastik dihamparkan berjejer pada jarak tertentu.
Diberi pelampung lalu dimasukkan ke laut di dekat perkampungan itu. Rangkaian tanaman rumput laut tadi dipelihara supaya tidak putus talinya dan masih melekat pada rangkaian tanaman. Setelah 3 bulan bibit tadi berkembang menjadi lebih dari satu kilo gram satu tanaman dan saatnya memanen hasil rumput laut sebagian dijual dan sebagian diolah. Rumput laut Malahing dapat diolah menjadi 7 jenis olahan rumput laut, yaitu stik rumput laut, amplang, kembang goyang, ceker, snack kertas, pilus keju, sirup. Semua dilakukan oleh mitra binaan PKT, Kelompok Usaha Bersama (Kube) Sukses Mandiri.
Nampak sekali warna dan aroma Pupuk Kaltim di kampung Malahing. Dari logo dan nama jalan utama Jl. Urea dan Jl. Amoniak adalah produk utama PKT. Juga banyak papan informasi. Di papan informasi di depan dermaga tertulis Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kampung Malahing RT 30 Kel. Tanjung Laut Indah. Ada 11 item pembangunan infrastruktur dari 2005 sampai 2016.
Pembangunan infrastruktur di antaranya renovasi gedung dan sarana SD YPPI, perlengkapan sekolah, penjemuran dan bibit rumput laut, tanaman hijau, gapura, tong sampah, Balai perteman umum, dermaga terapung. Juga ada 11 item kegiatan pemberdayaan masyarakat dari tahun 2012 sampai 2017. Di antaranya adalah pelatihan menjahit, tata boga, budidaya rumput laut, kerajinan daur ulang sampah, kewirausahaan, olah rumput laut dan kemasan, pemasaran on line, pangan industri rumah tangga dan pameran skala lokal maupun nasional.
Saya bertemu seorang guru SD. Istrinya juga guru SD di situ. Anaknya empat yang sulung klas 7 di SMP Yabis Bontang. Karena tak ada sekolah SMP di situ dia harus mengantar anaknya naik motor tempel ke pelabuhan Tanjung Limau untuk sekolah setiap hari. Anaknya baru sakit, tangannya patah makanya sekolahnya dilanjau. Tetapi kalau tangannya sudah sembuh dia kost di Bontang. Itu yang perlu biaya.
Pak Guru lalu bercerita kalau SD di situ hanya sampai kelas 5 SD YPPI (Yayasan Pembinaan Pendidikan Islam) Kelas Melahing. Ada 3 kelas dari bangunan kayu yang berisi sekitar 12 kursi. Muridnya sekelas ya sekitar belasan. Ada 4 guru dari penduduk local. Ada bangunan lain di sekitar situ. Ada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Terapung. Ada TPA Nurul Bahri Unit 100. Ada Pos Usaha Kesehatan Kerja dan Pos Binaan terpadu dari Dinkes. Ada masjid.
Lalu seorang lelaki tua yang sudah beruban mendekat. Dia juga bercerita kalau dia dulu datang ke Malahing pada generasi pertama bersama Pak RT, Nasir bersama 2 orang temannya sekitar 24 tahun lalu. Mereka dari Mamuju, Sulbar. Mereka mendirikan rumah kayu di situ. Awalnya dari kayu bakau tetapi sekarang sudah berganti dengan kayu ulin yang lebih tahan terhadap air. Sekarang ada sekitar 48 rumah dan bangunan lain yang sambung menyambung membentuk perkampungan hingga menjadi satu RT. Ada 55 keluarga yang terdiri dari 200 jiwa.
Ada seorang lagi masih muda. Mengaku lahir tahun 80-an dan waktu kecil dibawa keluarganya ke Malahing. Dia tak bersekolah tapi bisa membaca karena lulus kejar paket A. Dia sekarang menjadi petani rumput laut. Sekarang rumput laut menjadi andalan penghasilan warga Malahing. Selebihnya ada satu dua anak-anak bermain gambar kartu. Ada sepeda di sudut rumah. Ibu-ibu bergerombol di teras rumah. Beberapa perahu tempel parkir di kolong rumah mereka di atas air laut.
Begitulah Kampung Malahing yang khas daerah pesisir. Rumah-rumah kayu berderet menyembul di atas laut. Mereka berusaha mandiri dan PKT sebagai perusahaan di dekatnya mendampinginya untuk menyongsong masa depan. Berjalan seiringan. Saling membutuhkan. Angin berhembus sepoi. Menggoyang tanaman rumput laut timbul tenggelam di perairan itu. Lalu kami semua pamitan. Kapal melaju pelan menjauhi dermaga kayu. Pintu gerbang dan dermaga kayu makin menjauh. Tangan saling melambai dan tim itu menyelesaikan sepenggal tugasnya. Better living  in Malahing. (Bontang, 27 November 2017, Sunaryo Broto)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H