Mohon tunggu...
sunaryo broto
sunaryo broto Mohon Tunggu... -

Ayah 3 anak dan karyawan perusahaan pupuk yang mendalami bidang SDM. Hobi menulis, membaca, traveling, fotografi, melukis dll. Ada beberapa bukunya yang sudah terbit, Catatan Haji Sebuah Hati, Demang Atmodikromo, Ronggo Karyosarono, Balada manusia Industri (Antologi Puisi), Tentang Waktu (Kumpulan Puisi), Pertemuan di Kebun Raya (Kumpulan Cerpen) dll

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merasakan Aroma Pupuk Kaltim di Melahing

12 Maret 2018   09:52 Diperbarui: 12 Maret 2018   10:17 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: bontang.prokal.co

Nampak sekali warna dan aroma Pupuk Kaltim di kampung Malahing. Dari logo dan nama jalan utama Jl. Urea dan Jl. Amoniak adalah produk utama PKT. Juga banyak papan informasi. Di papan informasi di depan dermaga tertulis Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kampung Malahing RT 30 Kel. Tanjung Laut Indah. Ada 11 item pembangunan infrastruktur dari 2005 sampai 2016.

Pembangunan infrastruktur di antaranya renovasi gedung dan sarana SD YPPI, perlengkapan sekolah, penjemuran dan bibit rumput laut, tanaman hijau, gapura, tong sampah, Balai perteman umum, dermaga terapung. Juga ada 11 item kegiatan pemberdayaan masyarakat dari tahun 2012 sampai 2017. Di antaranya adalah pelatihan menjahit, tata boga, budidaya rumput laut, kerajinan daur ulang sampah, kewirausahaan, olah rumput laut dan kemasan, pemasaran on line, pangan industri rumah tangga dan pameran skala lokal maupun nasional.

Saya bertemu seorang guru SD. Istrinya juga guru SD di situ. Anaknya empat yang sulung klas 7 di SMP Yabis Bontang. Karena tak ada sekolah SMP di situ dia harus mengantar anaknya naik motor tempel ke pelabuhan Tanjung Limau untuk sekolah setiap hari. Anaknya baru sakit, tangannya patah makanya sekolahnya dilanjau. Tetapi kalau tangannya sudah sembuh dia kost di Bontang. Itu yang perlu biaya.

Pak Guru lalu bercerita kalau SD di situ hanya sampai kelas 5 SD YPPI (Yayasan Pembinaan Pendidikan Islam) Kelas Melahing. Ada 3 kelas dari bangunan kayu yang berisi sekitar 12 kursi. Muridnya sekelas ya sekitar belasan. Ada 4 guru dari penduduk local. Ada bangunan lain di sekitar situ. Ada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Terapung. Ada TPA Nurul Bahri Unit 100. Ada Pos Usaha Kesehatan Kerja dan Pos Binaan terpadu dari Dinkes. Ada masjid.

Lalu seorang lelaki tua yang sudah beruban mendekat. Dia juga bercerita kalau dia dulu datang ke Malahing pada generasi pertama bersama Pak RT, Nasir bersama 2 orang temannya sekitar 24 tahun lalu. Mereka dari Mamuju, Sulbar. Mereka mendirikan rumah kayu di situ. Awalnya dari kayu bakau tetapi sekarang sudah berganti dengan kayu ulin yang lebih tahan terhadap air. Sekarang ada sekitar 48 rumah dan bangunan lain yang sambung menyambung membentuk perkampungan hingga menjadi satu RT. Ada 55 keluarga yang terdiri dari 200 jiwa.

Ada seorang lagi masih muda. Mengaku lahir tahun 80-an dan waktu kecil dibawa keluarganya ke Malahing. Dia tak bersekolah tapi bisa membaca karena lulus kejar paket A. Dia sekarang menjadi petani rumput laut. Sekarang rumput laut menjadi andalan penghasilan warga Malahing. Selebihnya ada satu dua anak-anak bermain gambar kartu. Ada sepeda di sudut rumah. Ibu-ibu bergerombol di teras rumah. Beberapa perahu tempel parkir di kolong rumah mereka di atas air laut.

Begitulah Kampung Malahing yang khas daerah pesisir. Rumah-rumah kayu berderet menyembul di atas laut. Mereka berusaha mandiri dan PKT sebagai perusahaan di dekatnya mendampinginya untuk menyongsong masa depan. Berjalan seiringan. Saling membutuhkan. Angin berhembus sepoi. Menggoyang tanaman rumput laut timbul tenggelam di perairan itu. Lalu kami semua pamitan. Kapal melaju pelan menjauhi dermaga kayu. Pintu gerbang dan dermaga kayu makin menjauh. Tangan saling melambai dan tim itu menyelesaikan sepenggal tugasnya. Better living  in Malahing. (Bontang, 27 November 2017, Sunaryo Broto)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun