Pernah bebrapa rekan di organisasi berhasil membuat salah satu dosen dipecat. "Hebat...!!" Tetapi apakah setelah itu menjadi lebih baik? Jangan-jangan gantinya malah lebih buruk?
Saya sering bertanya dalam hati, "Beliau punya anak dan istri, jika dipecat, bagaimana nasib anak istrinya?" Apa pertanyaan semacam ini juga terjadi pada diri penegak hukum? Soalnya, banyak aturan yang tidak benar-benar tegak.
Ada rekan dulu berbisnis barang yang dilarang. Agama juga melarangnya. Tetapi saya ingin mengulas dari mata hukum saja. Menurut saya, masalahnya bukan hanya soal haram dan tidak, bukan hanya soal melanggar atau tidak. Dia kepepet, berbisnis untuk mencari makan, bukan kekayaan. Cari kerja, susah. Pajak tetap wajib bayar. Sementara yang menikmati pajak, belum bisa membantu, misalnya, dengan menyediakan lapangan kerja. Mungkin juga lagi sibuk cari tambahan.
Ketika saya peringatkan, jawabnya, kita sama-sama butuh makan, Bro. Banyak kok yang kayak saya, katanya.
Sangat berbeda dengan rasa malu. Ketika rasa malu ada dalam diri manusia, ia lebih kuat dibanding dengan hafalan undang-undang pasal per pasal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H