Mohon tunggu...
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung Mohon Tunggu... -

Sunan Gunung Djati adalah Harian Online Blogger Sunan Gunung Djati. Semula berawal dari Komunitas Blogger Kampus UIN SGD Bandung yang terbentuk pada tanggal 27 Desember 2007. Sejak 9 Februari 2009 dapat mengudara di Jagat Internet. Staff Redaksi: Pimpinan Umum: Ibn Ghifarie| Pimpinan Redaksi: Sukron Abdilah| Pengelola dan Keamanan Website: Badru Tamam Mifka, Zarin Givarian, Ahmad Mikail| Desain: Nur Azis| Kontributor Tetap: Pepih Nugraha (Senin-Ngeblog), Neng Hannah (Selasa-Gender), Bambang Q Anees (Rabu-Filsafat), Asep Salahudin (Kamis-Kesundaan), Afif Muhammad (Jumat-Teologi), ASM Romli (Sabtu-Media) Tim Susur Facebook: Cecep Hasanuddin, Reza Sukma Nugraha Tim Susur Blog: Amin R Iskandar, Jajang Badruzaman, Dasam Syamsudin, Dudi Rustandi. Seputar Redaksi: redaksi@sunangunungdjati.com Ayo Ngeblog, Ayo Berkarya! Selengkapnya klik www.sunangunungdjati.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyoal Kodrat Perempuan

8 Desember 2009   05:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:01 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sunan Gunung Djati-“Di balik kesuksesan seorang laki-laki ada cinta yang sukses dan di balik kesuksesan seorang perempuan ada cinta yang gagal”.(Quraish Shihab, 2006:24)

Ungkapan ini dituliskan Quraish Shihab sebagai gambaran betapa diskriminatifnya masyarakat terhadap perempuan. Kesuksesan seorang laki laki dalam kehidupan berbanding lurus dengan kesuksesan cintanya karena sesuai dengan kodrat.

Sedangkan kesuksesan seorang perempuan dalam kehidupan berbanding terbalik dengan kesuksesan cintanya, karena tak sesuai kodratnya. Seolah hanya laki-laki yang boleh sukses di segala bidang kehidupan dan kesuksesan perempuan hanya akan menjadi biang masalah dalam hubungan pribadinya. Karena kesuksesan perempuan bisa dianggap factor yang melanggar kodrat.

Ungkapan ini juga kadang diikuti dengan kata-kata yang seringkali saya temui yaitu, “Perempuan bisa saja berkarir, berprestasi dan berkarya, tapi ingat! Jangan melanggar kodratnya”. Kata ini didalamnya terdapat pembolehan yang menempatkan perempuan sebagai manusia, sebagai subjek otonom yang bisa menentukan kemana arah hidupnya, namun diakhiri dengan sebuah batasan yang bernama “kodrat”? . Bahkan pada akhirnya batasan inilah yang mendominasi setiap langkah perempuan. Apakah sebenarnya kodrat itu? Kenapa akhirnya ia selalu digunakan untuk mengecilkan peran sosial perempuan?

Kata kodrat sering digunakan untuk merepresentasikan peran perempuan menurut agama, terutama Islam. Sehingga daya ikatnya begitu kuat. Bila agama sudah mengeluarkan suatu larangan, maka hal tersebut bila dilanggar dihukumi haram. Seperti yang terdapat dalam kaidah Ushul Fiqh al-ashlu fi al-Nahyi li al-tahrim (asal dari larangan adalah haram). Larangan melanggar kodrat bagi seorang perempuan terus dipertahankan sampai saat ini. Tradisi pemahaman ini mengendap di alam bawah sadar masyarakat. Sehingga pada saat seorang perempuan ingin mengaktualisasikan dirinya di ranah publik, maka secara otomastis larangan melanggar kodrat menyertainya.

Pemahaman kata kodrat berpengaruh pada konsepsi perempuan tentang dirinya. Perempuan cenderung menganggap dirinya tidak sederajat dengan laki-laki. Hadirnya perempuan hanyalah sebagai pelengkap saja. Eksistensi perempuan hanya untuk laki-laki. Sehingga wajar saat ini di layar TV sering kita saksikan perempuan-perempuan yang mempercantik dirinya dan berlomba-lomba hanya untuk menarik perhatian laki-laki. Bahkan sampai terlibat konflik antar sesama perempuan demi mendapatkan laki-laki yang dicintai. Seolah itulah tujuan hidup dan kodrat seorang perempuan.

Pemahaman-pemahaman yang keliru tentang kodrat perempuan seharusnya diperiksa kembali secara cermat dan hati-hati karena kesimpulan keliru tidak hanya akan berdampak pada persoalan ilmu semata-mata. Tapi lebih jauh berdampak pada asasi kemanusiaan. Karena dengan pemahaman yang utuh dan benar berimplikasi pada kehidupan pada kehidupan yang berkeadilan.

Pengertian Kodrat Menurut Bahasa Kodrat berasal dari bahasa Arab qadara/qadira- yaqduru/yaqdiru- qudratan. Dalam kamus al-munjid fil-al-Lughah wa al-a’lam kata ini diartikan dengan qawiyyun ‘ala al-syai (kuasa mengerjakan sesuatu), ja’alahu ‘ala miqdarih (membagi sesuatu menurut porsinya) atau qash-shara (memendekan/membatasi). Dari akar kata qadara/qadira ini juga lahir kata taqdir (qaddara-yuqaddiru-taqdir) yang berarti menentukan (ketentuan) atau menetapkan.( Nassaruddin Umar, 1999:. 4). Demikian pula dalam kamus al-Munawwir yang mengartikan qudrah sebagai kekuatan, kekuasaan dan kemampuan.( Ali Ma’shum dan Zainal Abidin Munawwir,1997: 1095). Dari akar kata ini kaitu kodrat (qudrah) dan taqdir (taqdir) dalam bahasa Indonesia sering dipakai dalam pengertian yang sama. Menunjuk pada “apa yang telah ditentukan Tuhan”. Sehingga kata kodrat dan takdir bermuara pada kekuasaan mutlak Tuhan.

Kata kodrat dalam arti kemampuan, kekuasaan atau sifat bawaan menunjukan adanya keterlibatan aktif dari si pelaku terhadap apa yang bisa dilakukannya sendiri. Tanpa bergantung/terkait dengan selain dirinya. Kata kodrat kemudian lebih bermakana kemampuan yang bersumber dari dalam individu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (free will & free act). Sementara kata takdir (taqdir) dalam arti ketentuan/ketetapan menunjukan adanya sebuah garis kekuasaan harus tunduk patuh (bahkan tidak mampu mengelak dari) ketentuan yang berasal dari atas. Seperti pemberian alat kelamin pada manusia oleh Tuhan yang menentukan seseorang secara biologis laki-laki atau perempuan tanpa bisa ditawar kalaupun bisa itu pun hanya bisa karena operasi, itupun tidak akan pernah bisa menyamai yang alami. Dalam konsep agama Islam seperti kematian yang tak ada seorang pun bisa mengelak dari takdir ini. Yang menentukan kematian bukan dirinya. Ia hanyalah menerima apa yang telah ditentukan atas dirinya. Dengan pengertian ini terlihat jelas bahwa dalam kata “takdir” terdapat 2 pelaku sekaligus. Pertama adalah yang membuat keputusan. Kedua adalah yang menjalankan keputusan. Disinilah letak perbedaan kata ‘kodrat” dan “takdir”.

Perbedan makna kodrat dan takdir dalam penggunaan bahasa sehari-hari seringkali diabaikan. Hal inilah yang melahirkan kekeliruan. Inilah yang terjadi ketika tak sadar memahami ”kodrat perempuan” sebagai “takdir perempuan”. Akibatnya perempuan terjebak pada batasan-batasan yang sesungguhnya bukan ketentuan mutlak. Kemudian mengabaikan untuk melihat jauh secara seimbang persepsi kemampuan individual perempuan. Dari pengertian ini kodrat perempuan tidak mesti selalu diasosiasikan dengan sesuatu yang penuh dengan daerah terlarang.

Pemahaman tentang “kodrat“ yang disamakan dengan pemahaman “taqdir” membawa akibat pada terjadinya ketidakadilan gender yang dialami perempuan. Karena kata kodrat bukan sesuatu yang di dasarkan factor biologis. Kodrat bukan pula sesuatu yang terberi begitu saja dari Allah (given) yang harus dilakukan dan tak ada seorang pun yang bisa menghindarinya. Tetapi ada manusia (subjek) dan unsur-unsur budaya yang membentuknya. Kodrat perempuan pada ahirnya sarat dengan muatan-muatan lokal. Dari pengertian ini, kodrat bisa berubah dan bukan sebuah ketentuan. Perubahan kodrat dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun