"Sebenarnya itu bukan bahan premium, secara menyeluruh memang kena 12 persen tapi ada beberapa bahan pokok sembako yang tidak terkena. Jadi sebenarnya dasarnya semua barang akan terkena (PPN) 12 persen," ujar Shinta.
Hal senada juga banyak diungkapkan oleh masyarakat, baik dari kalangan biasa maupun pakar, bahwa sejatinya semua barang akan terkena dampak kenaikan PPN 12 persen.Â
Di sisi lain, paket insentif yang berupa Stimulus Ekonomi yang diberikan oleh pemerintah tidak akan berdampak secara signifikan terhadap berbagai kenaikan yang bahkan sudah mulai dirasakan jelang tutup tahun dan libur nataru 2024/2025.
Dalam buku "Freakonomics", Steven D. Levitt dan Stephen J. Dubner mencoba mengungkap sisi tersembunyi dari berbagai fenomena sosial dan ekonomi yang sering kali diabaikan atau tidak disadari oleh masyarakat umum.Â
Lewat serangkaian pertanyaan yang tidak biasa dan analisis data yang mendalam, seperti pertanyaan apa persamaan guru dan pegulat sumo? Levitt dan Dubner menggambarkannya melalui peran insentif. Di dalam uraiannya, insentif merupakan alat untuk mendorong orang melakukan banyak hal yang baik dan sedikit hal yang tidak baik.Â
Dengan tiga unsur utama di dalamnya, yakni ekonomi, sosial dan moral, maka skema insentif yang akan diberikan dalam Paket Stimulus Ekonomi bisa jadi mengandung unsur ketiganya.
Lebih lanjut perlu diketahui bahwa sedikit hal yang tidak baik dari insentif adalah sisi gelap yang dimilikinya, yang dapat mendorong tiap orang untuk melakukan kecurangan.
Penolakan masyarakat atas kenaikan PPN 12 persen yang teorinya untuk barang tertentu, yang tidak selaras dengan pendapat publik yang meyakini bahwa pada praktiknya, Â kenaikan akan tetap terjadi pada semua barang, dan ini merupakan bagian dari bentuk ketidakpercayaan (trust) terhadap pemerintah.
Ketidakpercayaan yang bergulir dimasyarakat tentu bukan tanpa alasan. Sebab sering kali menurut sejumlah masyarakat yang merasakan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan maksud atau tujuan baik (mens bona), pada praktiknya justru menghasilkan apa yang menjadi kecurigaan sejumlah orang bahwa maksud atau tujuan kebijakan mengandung unsur mens rea (maksud atau tujuan tak baik), bahkan sejak awal kebijakan itu dibuat.Â
Kecenderungan adanya mens rea kerap ditangkap oleh masyarakat ketika kebijakan yang secara teori rasional atau masuk akal serta mempunyai maksud dan tujuan baik, namun pada praktiknya bukan saja berkesan tidak sesuai dengan maksud dan tujuannya, tetapi dilaksanakan dengan cara miring atau praktik miring. Bertentangan. Tidak masuk akal. Curang. Â
Oleh karena itu, untuk ketidakpercayaan masyarakat yang menguat atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang secara teori berpihak pada semua kalangan masyarakat atas nama keadilan, kesejahteraan, kemakmuran atas dasar kemajuan bangsa dan negara, tetapi dikemudian hari dipraktikkan dengan cara miring dan terbukti bertentangan dengan maksud dan tujuan atau tidak sesuai peruntukkannya, adalah salah satu faktor yang menyebabkan munculnya istilah 'crazyconomics'.Â