Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perjuangan Ganda Seorang Ayah Alami Daddy Blues di Masa Pandemi Covid 19

12 Desember 2024   14:40 Diperbarui: 12 Desember 2024   17:01 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

13 September 2020 anak pertama kami lahir. Sebagai seorang ayah saya sudah mengalami kecemasan sejak calon anak kami masih di dalam kandungan ibunya. Terlebih kelahiran anak pertama kami terjadi di masa pandemi covid 19 yang masih terbilang mencekam. 

Kecemasan yang merasuk ke dalam pikiran datang silih berganti, mulai dari faktor pertumbuhan dan perkembangan janin, asupan gizi, biaya persalinan, kondisi rumah yang tak memenuhi standar kesehatan dan ketakutan lainnya pascalahiran serta ketakutan berlebih yang erat kaitannya dengan covid 19.      

Ketakutan berlebih itu dimulai ketika saya menerima informasi tentang narasi negatif bahwa siapa pun yang datang ke pusat layanan kesehatan seperti klinik, pukesmas atau rumah sakit dan terdeteksi ada gejala yang mirip dengan gejala covid pasti akan 'dicovidkan'.

Sebab isu yang berkembang tentang informasi negatif itu jauh lebih mencengangkan. Katanya, bila seseorang 'dicovidkan' oleh pihak layanan kesehatan semacam rumah sakit (RS) maka pemerintah akan mengucurkan dana bantuan ke rumah sakit (RS) itu, dan petugas atau dokter yang mengcovidkan akan mendapatkan jatah dananya.  

Narasi negatif tersebut tentu menciptakan dugaan, kecurigaan hingga ketakutan kalau-kalau kami yang datang ke pusat layanan kesehatan untuk memeriksasakan kehamilan istri justru akan 'dicovidkan' demi sejumlah dana atau uang dengan cara 'dipositif-covidkan' hasil tesnya.  

Oleh karenanya, perjuangan untuk menepis isu itu tidak mudah saat istri saya memeriksakan kehamilannya di sebuah pukesmas. Istri terlebih dahulu diminta melakukan tes covid. Secara rasional tentu saja hal tersebut sesuai standar yang berlaku saat masa pandemi. Alhamdulillah-nya, hasil tes istri saya terbaca negatif covid lalu mendapat rujukan ke salah satu rumah sakit besar untuk proses melahirkan.  

Tapi rasa cemas mulai tampak saat ternyata hasil tes covid dari pukesmas yang baru dilakukan pagi hari tidak ikut jadi rujukan. Istri saya kembali diminta tes covid di rumah sakit besar rujukan, dan hasilnya positif. Kemudian istri, dan mertua saya yang mengantar bukan dimasukkan ke ruang persalinan melainkan ke ruang lain serta diajak bicara.

Saya sendiri setelah menerima informasi itu diajak bicara oleh salah seorang perawat di ruang terpisah. Dari pembicaraan itu, saya diberi keterangan bahwa istri harus menjalani proses karantina selama 14 hari lebih dulu, dan proses karantina dilakukan di rumah. Di mana logikanya?

Berdasarkan perhitungan HPL (Hari Perkiraan Lahir) istri saya sudah masuk minggu ke 40 lebih beberapa hari, yang berarti masa kehamilannya sudah harus segera mendapat penanganan, lalu bila harus menjalani 14 hari masa karantina di rumah, bagaimana proses melahirkannya?

Kemudian ada tawaran yang membuat saya tercengang waktu itu, istri diminta melakukan tes swab dengan biaya Rp 1,2 juta yang hasilnya bisa keluar dalam waktu 1x24 jam. Hasil ini bisa menjamin tingkat akurasi sehingga ada kemungkinan proses 14 hari karantina tidak perlu dilakukan dan istri bisa langsung ditangani di rumah sakit tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun