Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Penjasab Pengaruhi Kabinet Gemuk, Bagaimana Nasib Indonesia Emas?

17 Oktober 2024   23:51 Diperbarui: 17 Oktober 2024   23:56 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Tangkapan Layar YouTube @kompastv

Sejak reformasi bergulir demokrasi Indonesia mulai kental dengan politik transaksi. Aura transaksi terbangun oleh koalisi dan kondisi jasa politik yang kerap mengusung orang-orang di luar partai yang tidak mempunyai kendaraan politik tetapi karena dinilai memiliki kompetensi dan elektabilitas optimal, dukungan dan karpet merah digelar untuk memuluskan jalan. 

Tetapi kesempatan yang diberikan tentu saja tidak cuma-cuma. Ada harga yang harus dibayar. Ada keuntungan yang wajib dibagi. Ada konsekuensi logis yang mesti ditepati. Ada akomodasi yang kelak disediakan untuk membalas jasa atas budi yang telah diberikan. Balas jasa semacam itulah yang lalu menimbulkan adanya penjasab. 

Penjasab diambil dari kata "penagih jasa atas budi", maksudnya adalah orang yang melakukan tagihan berupa balas jasa kepada orang yang berhutang atas budi (kebaikan) yang diberikannya.

Catatan pentingnya, jika tidak dipenuhi, dibayar atau dibalas, penjasab bisa lebih berbahaya dari debt collector. 

Sebab selain menebar teror verbal, serangan fisik, mengancam nyawa seperti apa yang dilakukan oleh debt collector, para penjasab seringkali meminta balas jasa, pelunasan atau pemenuhan lebih atas hutang budi semisal menagih dengan meminta penyerahkan harga diri, kesucian atau kerja sama dalam perbuatan jahat.

Pada konteks politik, balas jasa, pelunasan atau pemenuhan atas budi yang telah diberikan tentunya tagihan yang diminta bisa jauh lebih tidak masuk akal. 

Di era serba media sosial seperti sekarang, masyarakat bisa melihat langsung dan membaca kenyataannya melalui nalar rasional, berpikir kritis dan olahan akal budi atas peristiwa-peristiwa transaksi politik yang terjadi untuk lebih memahami dan menilai kebenarannya. 

Dalam rencana pembentukan kabinet gemuk di masa transisi pemerintahan, Presiden terpilih periode 2024-2029, telah dimulai dengan melakukan 2 (dua) kali pemanggilan sejumlah orang. 

Pertama, pada tanggal 14 Oktober 2024, Prabowo memanggil setidaknya 49 orang. Kemudian, pada  tanggal 15 Oktober 2024, memanggil sekitar 59 orang sebagai calon wamen atau kepala badan. Total ada 108 orang yang dipanggil Prabowo untuk kabinet gemuk yang akan disusunnya. 

Berdasarkan informasi dari salah satu portal berita daring, di dalam daftar list ada nama sebanyak 59 orang calon menteri yang datang ke kediaman Prabowo Subianto di Kartanegara, Jakarta Pusat, terhitung 90% berasal dari partai politik. Hanya ada 7 (tujuh) calon yang berada dari jalur independen. Sehingga sisanya hanyalah orang-orang yang dipersepsikan muncul dari hasil politik transaksional.

Tetapi dengan hanya 7 (tujuh) orang dari jalur independen, sebagian besar orang akhirnya menilai pesimis sebab sebagian besar nama-nama dalam daftar dinilai tidak membekal kompetensi dan keahlian. 

Maka alih-alih membentuk zaken kabinet sesuai dengan niat awalnya, rencana 46 kementrian yang akan dibentuk justru mengubahnya menjadi kabinet gemuk (besar atau banyak).   

Sementara menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, menilai nama calon menteri pada kabinet Presiden terpilih Prabowo Subianto erat kaitannya dengan balas jasa dalam pilpres lalu dan adanya intervensi Joko Widodo. Nama-nama yang muncul masih didominasi tokoh politik, sekaligus anggota kabinet era Jokowi. 

Bila beranjak dari opini Dedi Kurnia dan beberapa pengamat politik lain yang bisa dijaring dari berbagai media daring bahwa dari daftar nama yang dipanggil dan didominasi oleh kabinet era Jokowi, pertanda semakin menguatnya nuansa politik transaksi atau politik balas budi. 

Opini tersebut menunjukkan arti bahwa pertemuan-pertemuan yang telah dilakukan oleh elite politik, partai koalisi dan tim pemenangan dari jauh hari sebelum terjadinya pemanggilan merujuk pada aksi para penjasab, yaitu menagih hutang budi. 

Mengacu pada apa yang tersaji dalam rencana pembentukan kabinet gemuk lewat daftar nama yang diundang dan menunjukkan adanya fakta bahwa transaksi politik yang sudah dibangun sejak koalisi jelang Pilpres turut melahirkan penjasab politik, yang patut diwaspadai adalah terbentuknya mental dan karakteristik debt collector dengan kecenderungan melekat pada diri penjasab politik. 

Kemudian masalahnya, apakah jabatan kabinet yang didapat, diterima atau diberikan melalui tagihan budi atas jasa politik akan lebih baik kinerjanya?

Terutama ketika mengambil perspektif pencapaian dari menggali rekam jejak atas kinerja yang telah usai dijalankan oleh sebagian nama dalam daftar yang berasal dari kabinet sebelumnya. 

Dimana di antara rekam jejak yang ditinggalkan oleh beberapa nama di kabinet era Jokowi yang akan masuk ke kabinet gemuk, dinilai belum memuaskan. Apalagi kasak-kusuk sebagian besar publik digital yang menunjukkan keselarasan pesimis yang sama dengan sejumlah pengamat politik. 

Ditambah kecenderungan melekatnya mental dan karakteristik debt collector pada penerima jabatan yang perolehannya karena menagih budi, dengan penilaian dan sikap pesimis yang sedemikian, bagaimana nasib Indonesia Emas 2045?   

Indonesia Emas 2045 merupakan tujuan kolektif bagi masyarakat Indonesia. Aspirasi Indonesia Emas 2045 adalah Indonesia yang makmur, bertumbuh secara berkelanjutan, dan inklusif. 

Negara Indonesia memiliki banyak aset yang dapat mendorong Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi. Namun, ada berbagai tantangan yang terus menghalangi Indonesia untuk tumbuh dengan sehat dan berkelanjutan.

Tetapi bagaimana kemudian bangsa ini akan mampu menghadapi tantangan jika ditinjau dari halangan yang terus dihadapinya, apalagi jika ternyata salah satu kecondongan penghalang justru timbul dari dalam. Yakni dari kabinet gemuk yang telah dibentuk

Sebab indikasinya sudah mulai tampak dari penilaian, sikap pesimisme, stigma mental dan karakteristik yang identik dengan debt collector terhadap kabinet gemuk. 

Indikasi-indikasi yang menarasikan prasangka negatif dan pelemahan motivasi terhadap kabinet gemuk harus segera ditepis dengan menunjukkan kinerja 100 hari secara serius dan optimal. 

Mari kita lihat apa yang dapat dilakukan oleh kabinet gemuk untuk keluar dari indikasi-indikasi yang membayanginya dan memulai pencapaian untuk Indonesia emas 2045 dalam 100 hari? 

Referensi

https://omong-omong.com/kabinet-balas-budi-ala-prabowo/

https://www.bkpm.go.id/id/info/artikel/book/peta-jalan-indonesia-emas-2045

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun