Kini imajinasi tak lagi mendebat; suka. Bukan lapar mata. Hanya saja, rasa suka tidak terjadi begitu saja. Bukan karena tiba-tiba melihat jaket biru keren Kompasiana.Â
Jejaknya dimulai sejak tubuh seringkali tak mampu menahan dingin jika cuma memakai baju, tubuh ringkih harus dibalut jaket. Apalagi saat berkendara motor. Maka mulai saat itulah koleksi jaket memenuhi lemari pakaian.
Terdapat dua merek yang sudah dikenal, yang tak lepas dari incaran. Eiger dan Respiro (barangkali dapat endorse ...haha). Tapi itu dulu.Â
Saat mengkoleksi jaket dengan harga di atas pasaran masih terbilang mampu karena hidup sendiri.Â
Lebih dari itu, kebiasaan suka berbelanja membuat diri masuk ke dalam perangkap dan terpapar fenomena doom spending.Â
Sebab faktanya, tak bisa menabung dan alasan utama berbelanja jaket, yang sebenarnya juga dibarengi produk lainnya adalah bagian dari ketakutan akan masa depan.Â
Sekali lagi itu dulu. Ketika konsep pernikahan, yang merupakan bagian dari masa depan tidak menampakkan sedikitpun kejelasan kecuali kegagalan.Â
Sekarang tidak lagi. Reedoom Spending Therapy, yang tanpa sengaja ditemukan dan diterapkan terbukti mampu memperbaiki kondisi itu.Â
Meskipun tak berhasil menjadi pebisnis atau penjual, setidaknya saat doom spending dapat diatasi, uang bisa terkumpul (bisa mulai menabung) dan dengan uang tabungan itu ketakutan satu-satunya bisa terwujud. Yaitu menikah.Â
Hidup lalu bergulir, kehadiran dua anak yang Tuhan titipkan otomatis mengalihkan segala pengeluaran kebutuhan atau keinginan pribadi berpindah untuk kebutuhan keluarga. Â
Itulah kenapa untuk jaket biru keren yang satu ini, berkali-kali hanya tiba di ruang pre order tanpa melakukan order. Sepertinya, jaket biru keren Kompasiana tidak akan pernah singgah membalut tubuh ini, mengingat batas pre order-nya, yang tidak sampai ke akhir bulan.