Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Stigma dan Spatles: Cara Keliru Membaca Pribadi Orang

15 Oktober 2024   05:55 Diperbarui: 15 Oktober 2024   08:57 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun suatu ketika tiba-tiba semua kebaikan, baik sangka atau status kehormatan itu terbantahkan atau dibatalkan oleh adanya kasus kriminal pelecehan atau kekerasan seksual, narkoba hingga pembunuhan yang dilakukan olehnya. 

Kemudian setelah diselidik ternyata orang yang keliru dispatles ini mempunyai rekam jejak kriminal atau perilaku yang berpotensi melakukan tindak atau perbuatan kriminal.   

Di dunia politik, Indonesia kini tengah memasuki masa transisi pemerintahan. Sedekat yang sudah diketahui, hampir tak ada pribadi berjiwa idealisme yang awalnya selalu ditunjukkan berulang-ulang di ruang publik dalam rentang waktu tertentu, idealismenya akan menolak ketika ditawari jabatan. Sebab faktanya, banyak dari idealisme yang digaungkan tergerus oleh tawaran posisi sebuah kedudukan atau jabatan.

Di era yang serba terlihat dan tersaji di ruang digital, masyarakat dengan begitu mudah dapat menilai mana orang-orang yang setiap lima hingga sepuluh tahun sekali, melompat bak bunglon, menerapkan ilmu malih warna yang dimilikinya untuk mencari ruang aman sekaligus pemberi harapan bagi dirinya di pemerintahan baru. 

Tetapi di antara sekian banyak penilaian yang bisa secara terbuka diolah dan dikalkulasi oleh masyarakat berdasarkan apa yang terlihat dan tersaji di ruang digital, faktanya penilaian masyarakat seringkali keliru atau belum mampu menunjukkan bahwa penilaian atas pribadi orang atau kepribadian seseorang sudah sesuai dengan kenyataannya. 

Terlebih ketika diketahui, ruang digital adalah media yang memiliki cara mengalihkan proses berpikir kritis, nalar rasional, logika dan kelogisan, yang mampu membolak-balik kepercayaan atau keyakinan akan pilihan atas penilaian yang telah ditetapkan tentang baik atau buruknya perilaku, kinerja, kemampuan atau keseluruhan pribadi seseorang. 

Pertumbuhan dan perkembangan stigma dan spatles di dunia politik bersifat naik-turun karena narasi tentang baik atau buruk yang dibangun di dalamnya, dibentengi dan di-counter atau didengungkan dan digaungkan secara terus-menerus dan masif. 

Sehingga sulit untuk membedakan mana informasi yang benar mana yang palsu. Apalagi saat proses berpikir warganet dalam kondisi heuristic, berada dalam tingkat kesadaran magis atau berpikir cepat, sampai nalar rasional, logika dan kelogisan dibuat lumpuh serta membuat otak mudah terpengaruh oleh subjektivitas. Mengapa stigma dan spatles membuat otak keliru membaca pribadi orang?

Sebelum nalar kritis, daya pikir rasional, logika dan kelogisan dibuat lumpuh, sebagian besar otak manusia Indonesia telah cenderung berada dalam tingkat kesadaran magis dan kondisi heuristic serta sudah lebih dahulu dipengaruhi oleh stigma atau spatles. 

Penyebab stigma atau spatles mempunyai daya pengaruh besar, antara lain terjadi karena hal berikut ini:

1. Rekam jejak baik dan buruknya seseorang sungguh tidak diketahui secara pasti oleh banyak orang karena daftar baik dan buruk tidak dibuat dalam kartu identitas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun