Satu bulan lebih waktu ke depan, akan tepat  2 (dua) tahun usia penulis bergabung di Kompasiana. Resolusi yang dibangun terkait maksud dan tujuan penulisan masih jauh dari kata tercapai. Tapi setidaknya, ada kemanfaatan yang bisa diraih dari aktivitas membaca dan menulis di Kompasiana.
Di antara kemanfaatan yang bisa diberikan oleh Kompasiana sebagai media terbesar bagi para blogger adalah menjadi media biblioterapi dan writing expressive therapy dalam mengurangi gangguan stres dan kecemasan yang dialami.Â
Jauh sebelum mengenal Kompasiana, kegemaran membaca penulis memang sudah dimulai sejak dulu meskipun masih terbatas pada tema-tema tertentu. Faktanya kebiasaan melampiaskan stres dan kecemasan di masa lalu dialihkan dengan perilaku 'peripatetic'atau berjalan mondar-mandir (bolak-balik) tanpa arah, tujuan dan pikiran yang jelas. Dari dalam rumah ke halaman lalu dari halaman ke dalam rumah. Lain waktu berjalan dari rumah ke pasar, dari pasar ke rumah.Â
Kegemaran membaca penulis pada tema-tema tertentu tidak dibarengi dengan aktivitas kepenulisan, sehingga ternyata tidak secara signifikan mampu meredam stres dan kecemasan. Fakta lainnya, pada beberapa momentum, aktivitas membaca memang sangat membantu dalam mengurangi atau setidaknya mengalihkan tingkat stres dan kecemasan yang sedang penulis rasakan.
Kompasiana lalu hadir menjadi media, yang dapat memberikan ruang baca sekaligus ruang tulis bagi para Kompasianer. Termasuk penulis yang baru dua tahun terakhir bergabung dan ngeh ada media blog semudah Kompasiana dalam menyediakan ruang tulis, yang bahkan juga menawarkan reward.
Setiap penulis pasti memiliki idealisme meskipun hanya sebesar biji zarah yang tertanam dan tersembunyi di lubuk hatinya. Di antara idealisme yang tersimpan pada umumnya adalah keinginan hasil tulisannya terbit menjadi sebuah buku tanpa melalui proses editing yang bisa mengubah maksud dan tujuan karya buku yang ditulisnya. Sisi idealisme lainnya, tentu saja penghasilan yang bisa diraih atas apa yang ditulisnya.
Bagi penulis, yang telah mengalami berbagai kegagalan dan kekeliruan dalam membentuk konsep diri dan masa depan, media baca dan tulis Kompasiana menjadi media terapi dan peredam akan stres dan kecemasan yang penulis alami. Lewat biblioterapi dan writing expressive therapy, penulis dapat secara perlahan melepas dan mengalihkan beban psikologis yang selama ini mengendap di dalam batin dan menggerogoti fisik.    Â
Biblioterapi adalah terapi psikologi menggunakan bahan bacaan, seperti buku dan cerita, sebagai alat bantu untuk mengurangi stres dan kecemasan. Istilah ini pertama kali digagas oleh seorang penulis dari Amerika Serikat bernama Samuel Crothers antara tahun 1916-1917.Â
Meski demikian, penggunaan buku sebagai media untuk mengubah perilaku serta mengurangi rasa tidak nyaman sudah digunakan sejak abad pertengahan. Metode biblioterapi juga sering digunakan untuk pengembangan diri dan melatih kemampuan memecahkan masalah. Kompasiana dengan beragam tema yang tersaji di dalamnya, membantu memberikan cerita dan rasa, pengembangan diri, motivasi dan terkadang solusi.Â
Sebab lewat membaca di Kompasiana, seringkali penulis merasa merasa terhubung dengan tokoh di dalam cerita yang sebenarnya punya kesamaan, merasakan perjuangan dan emosi sang tokoh, memahami bahwa apa yang dialami sang tokoh juga dialami oleh penulis, menyadari bahwa penulis tidak sendiri, dan sesekali menemukan jalan keluar terhadap masalah yang sedang dihadapi.
Sementara sebagai media ruang tulis, Kompasiana menyediakan wadah untuk melepaskan keresahan-keresahan melalui pelepasan ekspresi yang sejauh ini belum terlampiaskan dengan cara yang tepat di tempat yang tepat. Setelah mengenal dan bergabung dengan Kompasiana, ruang tulis adalah terapi berikutnya yang menjadi alat bantu untuk mengurangi stres dan kecemasan juga membantu memberikan cerita dan rasa, pengembangan diri, motivasi dan terkadang solusi. Â Â
Terapi tersebut dikenal sebagai writing expressive therapy. Suatu metode menulis ekspresif untuk kesehatan fisik dan emosional, yang pertama kali dikenalkan oleh seorang Profesor dibidang Psikolog sosial asal Amerika yaitu James W.Pennebaker ditahun 1989. Dampak positif dalam menerapkan terapi menulis ekspresif terbukti mampu menekan tingkat stres dan kecemasan yang penulis alami.Â
Secara perlahan kemudian menumbuhkan semangat atau motivasi untuk bisa berbagi manfaat dan dapat menghasilkan sesuatu atas tulisan-tulisan yang telah diselesaikan walaupun pencapaian ditahap ini masih sebatas harapan.Â
Tetapi faktanya, di usia 16 tahun Kompasiana yang identik dengan usia ABG (abege), media Kompasiana telah memberi dan menjadi ruang kesadaran dan penyadaran bagi penulis bahwa beban atau tekanan psikologis yang berpengaruh pada fisik dan mental dapat dibantu oleh terapi biblioterapi dan writing expressive therapy.  Ya! Media terapi dan peredam stres berusia ABG (abege) itu bernama Kompasiana.  Â
Terima kasih atas ruang baca dan ruang tulisnya. Selamat ulang 16 tahun Kompasiana. Semoga semakin memberikan banyak manfaat dan dampak positif bagi banyak orang dan dunia literasi Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H