Fenomena Doom Spending atau Rasa Takut Miskin
Doom spending adalah fenomena di mana seseorang menghabiskan uang secara impulsif sebagai respons terhadap kecemasan dan ketidakpastian ekonomi. Sebuah fenomena yang menunjukkan antara perasaan dengan perilaku tidak sejalan atau berlawanan.
Perasaan takut akan kepastian masa depan, biaya hidup yang semakin tinggi, ancaman inflasi, bayang-bayang gaji atau pendapatan yang tak kunjung naik dan uang yang tak pernah bisa disisihkan. Sederhananya, doom spending adalah rasa takut akan kemiskinan.Â
Tetapi alih-alih optimis pada masa depan, mengeluarkan biaya hidup untuk kebutuhan yang prioritas, mencari pekerjaan yang lebih baik dan mulai menabung, seseorang yang terserang doom spending malah mengalihkan perasaan takut justru dengan berbelanja.
Padahal perilaku berbelanja menunjukkan sikap menantang masa depan, menghamburkan uang, berpotensi menumpuk hutang, tidak bisa menabung hingga terancam kena pemecatan kerja. Karena perilaku demikian justru akan memperparah masalah keuangan dalam jangka panjang, mengganggu pekerjaan dan malah bisa terkena dampak pemecatan.Â
Bila fenomena doom spending tidak layak dikatakan gangguan mental, setidaknya perilaku tersebut bisa disebut sebagai gangguan sosial berbasis psikologis. Sebab bagaimana mungkin rasa takut miskin justru dilawan dengan perilaku memiskinkan diri?
Baiklah. Di era serba komersial, ketika barang dan jasa apa pun dijual dengan cara yang mudah dan cepat, bahkan termasuk menjual kebohongan dapat dilakukan, fenomena doom spending tak bisa terhindarkan. Parahnya adalah saat fenomena doom spending keluar dari batas kemampuannya, ia akan menggunakan sumber dana yang bukan harta atau hak miliknya.     Â
Sumber Godaan Pelaku Doom Spending
Ada tendensi yang menguat bagi pelaku doom spending untuk mengambil jalur pinjaman atau hutang demi melepaskan respons kecemasannya. Ketika doom spending sudah di luar batas kemampuan tapi tetap memaksakan diri untuk tetap berbelanja dengan berhutang, kondisi perekonomian pelaku doom spending secara otomatis sudah selaras dengan peribahasa lebih pasar pasak daripada tiang.
Oleh karena itu, ada yang patut diwaspadai ketika fenomena doom spending bersentuhan dengan dunia digital karena di dalamnya terdapat banyak sumber godaan yang bisa membuat pelaku doom spending lebih jauh terjerembab ke lubang kemiskinan. Di antara sumber godaan yang jelas membuka jalur awal bagi pelaku doom spending terkuras uangnya adalah mudahnya menemukan para penjual, yang bahkan memasarkan produknya dengan cara live streaming dan memberikan berbagai promo menarik serta potongan harga.
Sumber godaan awal yang tak mampu dibendung oleh pelaku doom spending tentunya berbatas oleh dana atau anggaran belanja. Ketika dana atau anggaran belanja yang dimilikinya habis, dunia digital dengan segala kemudahannya akan menggoda pelaku doom spending dengan berbagai sajian konten iklan untuk mendapatkan atau menerima sumber dana yang mudah, cepat, minim syarat dan bunga rendah. Â
Waspada 3 Godaan Sumber Dana bagi Doom Spending
Dari sekian banyak godaan sumber dana yang tersaji dan ditawarkan oleh dunia digital, ada 3 (tiga) godaan sumber dana yang harus diwaspadai saat dana atau anggaran belanja yang dimiliki oleh pelaku doom spending tidak lagi mampu memenuhi kecemasan hasrat belanjanya.Â
Sebab 3 (tiga) godaan sumber dana ini bukan hanya memberi daya tarik secara audio-visual atau menawarkan kemudahan yang paripurna untuk mendapatkannya, juga janji bunga rendah yang nyatanya tidak demikian, dan faktanya tiga godaan sumber dana ini terbukti telah memiskinkan banyak orang. Lantas apa saja 3 (tiga) godaan sumber dana yang harus diwaspadai?
Berikut adalah 3 (tiga) godaan sumber dana bagi pelaku doom spending yang harus diwaspadai karena dapat membuatnya terjerembab ke jurang kemiskinan dengan jeratan hutang tanpa kemampuan membayar:Â
 1. Judol (Judi Online)
Judol atau judi online memang tidak secara langsung bisa memberikan dana tunai atau dana digital bagi pelaku doom spending. Tetapi iklan-iklan yang disajikan dengan janji-janji manis akan kemenangan berkali-kali lipat yang segera dapat dicairkan dalam hitungan detik mampu membuat pelaku doom spending terpedaya dan membelanjakan uang miliknya untuk produk-produk judol.Â
2. Pinjol (Pinjaman Online)
Pinjol atau pinjaman online dengan segenap tawaran kemudahannya, cukup dengan mengajukan nomor identitas atau KTP dan melakukan swafoto. Tanpa verifikasi dan validasi berapa gaji atau penghasilan peminjam per bulan, juga kemampuan berapa besar dapat membayar cicilian per bulan, sumber dana dapat segera diterima dalam hitungan hari, jam bahkan menit.Â
3. Bayar Nanti (Paylater)
Tidak jauh berbeda dengan pinjol, paylater mempunyai mekanisme yang sama. Bedanya, pengguna paylater pada satu atau lebih aplikasi umumnya harus melalui registrasi pendaftaran dari jauh-jauh hari untuk bisa mendapatkan nominal paylater yang dapat digunakan olehnya berdasarkan rekam jejak di aplikasi tersebut. Semakin sering rekam jejaknya dalam melakukan transaksi, maka semakin besar nominal paylater yang akan diterima dan bisa digunakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H