Sisi buruk dari koalisi instan adalah kecenderungan timbulnya hutang politik, penjasab (penagih jasa atas budi) politik, kontrak politik atau janji politik. Kecenderangan timbulnya sisi buruk ini identik dengan bagi-bagi jabatan untuk berbagai posisi di kursi eksekutif tanpa menimbang atau mempersyaratkan kompetensi, keahlian atau profesionalisme. Sebab lebih mengutamakan jasa politik atas koalisi yang telah disepakati. Tetapi perkara ini sekaligus menunjukkan bahwa kekuatan konstitusi telah teridentifikasi diintervensi. Â Â Â Â Â
Berdasarkan konstitusi, menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, artinya presiden mempunyai hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri. Maka keinginan presiden terpilih Prabowo Subianto untuk membentuk zaken kabinet semestinya tidak memiliki kendala. Presiden terpilih berhak memilih dan menentukan orang-orang yang mempunyai keahlian, kompetensi atau profesionalisme dan diangkat menjadi menteri-menteri sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.Â
Tetapi hak prerogatif, yang seharusnya tidak memerlukan persetujuan atau pertimbangan dari lembaga lain, di tangan koalisi instan sepertinya tidak dapat digunakan sepenuhnya. Haknya terbelenggu oleh kesepakatan politik. Sedangkan untuk dapat mengembalikan atau sekadar menetralisasi kekuatan haknya terdapat tiga hal yang bisa dipilih agar tetap dapat melaksanakan terbentuknya zaken kabinet.Â
Ketiga hal tersebut antara lain, kesatu tetap menggunakan hak prerogatifnya tanpa mengindahkan kesepakatan politik, yang tentu saja dengan berbagai macam risiko yang bisa diterima karena dianggap berhianat. Kedua, memilih dan menentukan tenaga ahli dari partai berkoalisi dengan pembagian dan ketersediaan dari daftar nama anggotanya atau tenaga ahli yang diusulkan masing-masing partai koalisi. Ketiga, menanti kerelaan partai berkoalisi jika dalam keanggotannya tidak memiliki tenaga ahli atau punya nama ahli yang bisa diusulkan untuk jatah transaksi politik, atau jumlah penempatan posisi jabatan politik tidak sesuai dengan kesepakatan sebab tenaga ahli yang ada di dalam partainya tidak tersedia. Mengapa harus membentuk zaken kabinet bila keterpilihan politik tidak mendukung?
Pembentukan zaken kabinet idealnya harus terlepas dari kepentingan politik agar para ahli yang bekerja di dalam kabinet nantinya tidak dalam tekanan, intervensi, bisa diajak caew-cawe apalagi disebut sebagai petugas partai. Keberhasilan zaken kabinet sangat ditentukan oleh independensi para ahli yang bekerja di dalamnya. Karena fungsi dan tujuan dari zaken kabinet adalah menghindari terjadinya malfungsi kabinet, praktik korupsi dan memaksimalkan kinerja dari para menteri anggota kabinet sehingga dibutuhkan kebebasan dari apapun ikatan yang bisa memengaruhinya. Di titik inilah keinginan mewujudkan terbentuknya zaken kabinet menanti kerelaan partai-partai yang berkoalisi untuk melepas kesepakatannya. Mungkinkah? Â
Pada tahun 2045 mendatang, Indonesia genap berusia 100 tahun sejak kemerdekaan. Di tahun itu, Indonesia ditargetkan sudah masuk kategori sebagai negara maju, modern, dan mampu sejajar dengan negara-negara maju di dunia. Hal ini menjadikan zaken kabinet sebagai salah satu titik awal untuk mampu mengarahkan Indonesia dalam 21 tahun ke depan menuju Indonesia Emas 2045.Â
Namun pertanyaan pentingnya, bersediakah partai-partai berkoalisi merelakan kesepakatan politiknya lepas demi mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045? Apa yang membedakan bentukan zaken kabinet era presiden Prabowo kelak dengan konsep zaken kabinet yang pernah ada di era presiden Soekarno? Seberapa mampu zaken kabinet yang dibentuk menstabilkan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan hingga membuatnya maju?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H