Penyelenggara Pilkada memiliki kewenangan besar mengenai teknis dalam membuat regulasi dan mengeksekusi segala proses dan pelaksanaan Pilkada.
Sementara pemerintah atau penguasa merupakan pemilik kuasa yang bisa mengatur personil atau aparatnya dalam hal memengaruhi baik atau buruknya proses pelaksanaan dan hasil Pilkada.
Peserta pilkada dan pemilih dalam banyak hal, tak bisa berbuat banyak bila penyelenggara Pilkada dan pemerintah secara sistematis dan sewenang-wenang berlaku tidak adil dalam menyelenggarakan Pilkada.
Tetapi bila benar ketidakadilan secara sistematis dan sewenang-wenang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada dan pemerintah tentu saja bukan tanpa sebab, pasti ada sesuatu di balik perlakuan itu.
Sesuatu di balik perlakuan yang terbaca sebagai ketidakadilan yang memihak dalam banyak kasus umumnya akan menguap begitu saja tanpa proses peradilan atau kepastian hukum.
Setidaknya, ketika penyelenggara Pilkada dan pemerintah berlaku tidak adil pada peserta yang kalah, belum pernah terbukti bahwa kekalahan yang dialami oleh peserta pemilu adalah akibat adanya perlakuan tidak adil atau terbukti ada kecurangan.
Namun peristiwa-peristiwa hukum semacam itu, atas kasus sengketa pemilu seperti terjadi di Pilpres 2024 yang baru lalu, memang sulit dibuktikan secara keseluruhan.
Jikapun dapat dibuktikan dan diterima sebagai kecurangan, cenderung hanya terjadi di wilayah tertentu dalam ruang lingkup kecil, yang tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap perubahan hasil akhir perhitungan suara.
Faktanya seperti dikutip dari bbc.com, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan capres-cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, serta capres-cawapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang diajukan dalam sidang putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024, pada Senin (22/04). MK menyatakan permohonan pemohon "tidak beralasan menurut hukum seluruhnya".
Meskipun ternyata terdapat tiga pendapat berbeda (dissenting opinion) dari hakim konstitusi, hasil putusan MK tak memengaruhi putusan perselisihan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Putusan MK tetap menolak gugatan yang dimohonkan pasangan capres-cawapres nomor urut 1 maupun capres-cawapres nomor urut 3
Di sisi lain, menurut anggota DPR RI Hidayat Nur Wahid, “Adanya tiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion dari total delapan hakim yang memutus perkara itu jumlahnya cukup banyak. Sehingga menunjukkan bahwa ada banyak hal bermasalah yang perlu diperbaiki, demi peningkatan kualitas penyelenggaraan dan hasil pemilu ke depan, termasuk pilkada serentak beberapa bulan yang akan datang,”