Pilkada threshold. Tak ada yang lebih menggembirakan bagi banyak kandidat dan partai-partai yang awalnya tidak dapat memenuhi syarat ambang batas Pilkada, selain euforia terhadap kesempatan yang kembali terbuka seusai pembatalan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada dan menetapkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai dasar pelaksanaan Pilkada 2024.
Dasar hukum terbaru penetapan pelaksanaan Pilkada tentu akan mengubah peta koalisi dan nama-nama calon kepala daerah yang akan diusung oleh partai.
Para pendaftar calon kepala daerah yang ikut dalam kontestasi Pilkada juga akan cenderung lebih ramai. Tidak sekadar bertarung antara dua pasang calon seperti biasanya. Apalagi hanya sekadar melawan kotak kosong.
Untuk menghadapi Pilkada 2024, pesan kawal putusan MK kini bukan lagi sekadar perkara pemenuhan syarat pencalonan kepala daerah tetapi juga mengawal agar proses pelaksanaan Pilkada berlangsung dengan jujur dan adil. Mengapa Pilkada harus jujur dan adil?
Dalam setiap pemilu termasuk Pilkada, kedaulatan rakyat harus sepenuhnya dijalankan.
Sebab pada kesempatan itulah rakyat dapat menentukan siapa yang dikehendaki untuk memimpin mereka. Di momen Pilkada rakyat bisa memberikan evaluasi dengan menentukan pilihannya.
Pilkada menjadi instrumen penting untuk melegitimasi secara moral dan konstitusional terhadap keabsahan keterpilihan dan kepemimpinan pemenang kontestasi.
Karena itulah Pilkada harus dijalankan dengan prinsip “jujur dan adil.” Supaya keterpilihan pemimpin di setiap daerah bisa dipastikan hasil dari suara-suara jujur dan berkeadilan.
Kata jujur dalam prinsip pemilu termasuk di dalamnya Pilkada, ditujukan ke semua pihak: pemilih, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP), peserta Pilkada, dan pemerintah.
Namun, kata adil, ditujukan hanya kepada pihak atau lembaga yang memiliki kewenangan atau kekuasaan mengenai terlaksana tidaknya Pilkada dengan jujur dan adil.