Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengidentifikasi 'Politik Offside' di Era Jokowi

27 Agustus 2024   11:23 Diperbarui: 27 Agustus 2024   11:29 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: Tangkapan layar instagram @najwashihab/kompas.com

Setelah sepak bola memberi gelar king of diving atau raja diving pada salah seorang pemain sepak bola profesional kelas dunia, Neymar. Dunia sepak bola juga memperkenalkan salah seorang pemain sepak bola profesional kelas dunia sebagai raja offside. Siapa dia? 

Dialah Filippo Inzaghi. Seorang pemain anomali dalam sepak bola, yang secara kasat mata tampak biasa saja, tetapi melegenda berkat ketajamannya di depan gawang lawan. Seorang striker ajaib atau si penyerang ajaib yang katanya lahir dalam posisi offside. 

Sepertinya, sebutan terlahir dalam posisi offside untuk Filippo Inzaghi datang dari Sir Alex Fergusion yang pernah menyindir Super Pippo bahwa ia terlahir offside. Dalam sebuah wawancara bersama FourFourTwo, Filippo menanggapinya dengan mengatakan bahwa bermain offside adalah ciri khasnya.

Sebagai penyerang atau striker, Filippo memiliki kepiawaian dalam mencetak gol. Kepiawaiannya mencetak gol tidak terlepas dari ketajaman insting dan analisisnya ketika menempatkan posisi yang baik di area lawan.

Namun, pengambilan posisi yang dilakukan oleh Filippo sering menyeretnya pada pelanggaran offside. Karena terlalu sering melakukan offiside, Filippo dijuluki sebagai Raja Offside.

Selain dijuluki raja offside, tenyata Filippo juga diberi gelar sebagai salah seorang raja diving. Tetapi masa keemasan yang diraih oleh Filippo sebagai pencetak gol raja offside tentu tidak bisa dipungkiri karena pada era antara tahun 90-an sampai awal tahun 2000-an, teknologi VAR (video assistant referee) belum digunakan untuk ikut membantu wasit dalam mengambil keputusan termasuk perkara offside. 

Maka pertanyaan yang muncul bila Filippo bermain di era teknologi VAR sudah digunakan dalam sepak bola, mampukah Filippo tetap bisa mencetak banyak gol? 

Bagi adiknya yang juga mantan striker dan kini menjadi pelatih Lazio, Simone Inzaghi, VAR tidak akan mempan buat kakaknya, Filippo. Di mata Simone, Filippo tetap akan mencetak banyak gol kendati dia bermain di era sekarang di mana wasit banyak dibantu VAR.

"Filippo adalah seorang pemenang dalam kehidupan, bukan hanya sebagai seorang pesepak bola," kata Simone Inzaghi seperti dikutip Bolasport dari Tuttomercatoweb. "Dia akan tetap mencetak banyak gol walaupun ada VAR," tukas sang adik.

Lain Filippo Inzaghi lain pula Ronaldo de Assis Moreira alias Ronaldinho. Seorang pesepak bola profesional yang bermain sebagai gelandang serang. Ronaldinho berasal dari Brasil, dikenal memiliki skill sepak bola paripurna sekaligus cerdas, keahlian yang cenderung didapatnya dari sepak bola jalanan.

Sehingga sejumlah trik dan keterampilan sepak bola yang kerap digunakan Ronaldinho dalam setiap pertandingan sepak bola merupakan teknik-teknik yang biasanya hanya dikuasai dan bisa dilakukan oleh individu untuk pertunjukkan freestyle di jalanan. 

Sebab teknik-teknik freestyle sulit diterapkan pada pertandingan sepak bola di lapangan, ketika harus berhadapan dengan para pemain lawan dengan kemampuan teknik permainan formal berkelas dunia. 

Namun lewat kaki, tubuh dan kepala Ronaldinho yang dijuluki 'si penyihir', teknik-teknik freestyle sepak bola yang cenderung hanya bisa dilakukan dalam pertunjukkan personal, dengan tangkas dan taktis seringkali berhasil ditunjukkan oleh Ronaldinho di setiap pertandingan tanpa kendala berarti. 

Trik-trik freestyle sejatinya tidak hanya digunakan Ronaldinho untuk pamer, namun juga membantunya dalam mempermudah permainan, melewati hadangan lawan, mengecoh penjaga gawang hingga mencetak gol. 

Tentang mengecoh penjaga gawang, ada sebuah momen ketika Ronaldinho saat itu memberikan assists dengan cara tak wajar. 

Ketika itu, Ronaldinho berhasil "mengelabui" kiper Sao Paulo dengan cara meminta air dari botol minuman milik kiper Sao Paulo, yang langsung memberikannya pada Ronaldinho. 

Sementara di saat bersamaan, Atletico mendapat kesempatan melakukan lemparan ke dalam. Bola dikirimkan ke Ronaldinho yang berdiri sendirian di kotak penalti Sao Paulo setelah baru saja meminum dan menggunakan air dari botol yang diberikan kiper. 

Ronaldinho yang berdiri bebas tanpa pengawalan segera menyongsong bola, lalu memberikan umpan kepada rekannya Jo yang sukses menjebol gawang Sao Paulo.

Menurut aturan, tak ada yang salah dengan tindakan Ronaldinho. Dia tidak bisa dikatakan dalam posisi offside meski berdiri sendirian karena bola datang dari hasil sebuah lemparan ke dalam. 

Trik Ronaldinho ini langsung mengundang reaksi terutama dari kubu Sao Paulo. Banyak yang menganggap tindakan Ronaldinho tidak sportif. 

Sejumlah penggemar sepak bola menyebut cara Ronaldinho culas. Sedangkan sebagian besar lainnya menyebut cerdas. Namun pujian tetap diberikan pelatih Atletico, Cuca. Lantas apa yang dimaksud dengan pelanggaran offside dan korelasinya dengan politik? 

Pelanggaran offside terjadi ketika seorang pemain tim penyerang berada di posisi offside saat menerima bola dari rekan satu timnya. Posisi offside adalah posisi yang membuat pemain tim penyerang yang lebih dekat ke garis gawang dalam upayanya menciptakan gol menjadi tidak sah. 

Menurut pengamat politik Citra Institute, Efriza, menilai Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dua kali melakukan tindakan melampaui kewenangannya alias offside.

Efriza menuturkan, Ganjar melakukan offside pertama kali ketika secara terbuka menyatakan menolak gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia karena keikutsertaan Tim Nasional Israel. 

Masih menurut Efriza, tindakan menelepon Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk menyampaikan keluhan warga Ibu Kota jadi kali kedua Ganjar melakukan offside.   

Di sisi lain, ada yang menyebut bahwa salah satu tindakan politik yang teridentifikasi di luar garis batas kewenangan atau offside adalah terbitnya putusan MK Nomor 90. 

Sebuah permainan politik offside yang dipandang sejumlah masyarakat dibiarkan oleh Presiden Joko Widodo, yang tentu saja justru diduga ada cawe-cawe di balik terbitnya putusan tersebut. 

Tetapi bila diidentifikasi dan dikorelasikan dengan sepak bola, kuasa jabatan, ranah hukum dan konstitusi bukanlah pemain penyerang (striker politik), melainkan identik dengan wasit, hakim garis dan teknologi VAR. Sehingga identifikasi untuk putusan MK sebagai politik offside (pelanggaran offside), sepertinya masih belum tepat. 

Offside dalam politik seharusnya tidak sekadar didefinisikan sebagai tindakan seorang striker politik dalam melampaui kewenangannya, melainkankan berupaya menempatkan posisi strategis ke dalam pertahanan lawan politiknya meskipun berada di luar kewenganannya. 

Dengan catatan penting bahwa penempatan posisi strategis striker politik ke dalam pertahanan lawan politik mempunyai peluang untuk meraih tujuan atau mengambil keuntungan bagi diri atau kelompoknya dengan cara mengelabui kuasa jabatan, hukum dan konstitusi atau dalam konteks ini memanfaatkan kuasa jabatan, hukum dan konstitusi untuk menciptakan gol politik. Bagaimana dengan peristiwa narasi tumbangnya pohon beringin? Apakah teridentifikasi sebagai politik offside?   

Untuk mengidentifikasinya, tentu perlu diketahui 3 poin yang membuat peristiwa narasi tumbangnya pohon beringin (baca: ketum partai golkar mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir) terbaca sebagai gol politik yang mampu dijebol oleh striker politik yang telah menempatkan posisinya di jantung pertahanan lawan. Adapun 3 poin tersebut adalah:

Pertama, mengetahui terlebih dulu siapa striker politik yang telah masuk ke dalam tubuh partai bergambar pohon beringin atau golkar. Kedua, mengetahui apakah masuknya sang striker politik ke jantung pertahanan lawan politik di luar kewenangannya, sedang memanfaatkan kuasa jabatan, hukum atau konstitusi agar mudah menceploskan bola politiknya. Ketiga, mengetahui apakah penempatan striker dalam upaya menembus pertahanan lawan politiknya akan menghasilkan gol politik bagi dirinya atau kelompoknya.

Bila merujuk pada tafsiran-tafsiran politik yang diulas oleh berbagai portal berita daring, mundurnya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto cenderung mengarah pada dugaan-dugaan politik. Tetapi jika merujuk pada konten youtube "Bocor Alus Politik" dalam @TempoVideoChannel dengan judul "Manuver Jokowi Menggulingkan Airlangga Hartarto untuk Menguasai Golkar", lebih jelas memberikan tafsiran yang mengarah pada upaya menciptakan gol dalam posisi politik offside.    

Dalam tafsiran bocor alus politik, strikernya teridentifikasi, pemanfaatan hukum di luar kewenangannya teridentifikasi dan gol politiknya juga teridentifikasi. Membaca tafsiran tersebut, sepertinya tidak ada bantahan untuk menyebut peristiwa narasi tumbangnya pohon beringin sebagai gol politik offside. Bagaimana menurut para pembaca, peristiwa politik mana yang bisa disebut sebagai politik offside?  

Referensi

https://news.republika.co.id/berita/rx57ka436/disebut-dua-kali-offside-pahami-hierarki-pemerintahan-pengamat-ganjar-urus-jateng-saja

https://soccer.indozone.id/news/981460782/dijuluki-si-penyihir-ronaldinho-tumbuh-dari-sepak-bola-jalanan

https://www.kompas.com/sports/read/2020/10/11/13200048/terlahir-offside-filippo-inzaghi-bisa-taklukan-var

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun