Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berpikir Fotogenis

19 Agustus 2024   22:04 Diperbarui: 19 Agustus 2024   22:39 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Shutterstock/lifestyle.kompas.com

Zaman sekarang apa sih yang tidak dipotret? Wajah dan tubuh, tentu saja dua subjek utama paling menarik yang selalu menjadi target para pemotret atau fotografer sejak pertama kali kamera diciptakan. 

Tetapi meskipun subjek wajah dan tubuh, yang selanjutnya identik dengan pengarahan pose, gaya, penampilan, pencahayaan dan mimik emosional ke dalam satu kata seragam 'fotogenik', subjek foto pertama di dunia yang berhasil diabadikan adalah bagian dari bangunan dan daerah pedesaan di sektar tanah milik Joseph Nicephore Niepce, di Le Gras, Perancis. Foto tersebut diberi nama "View from the Window at Le Gras"

Joseph Nicephore Niepce ialah seorang penemu asal Prancis, yang sekarang dikenal sebagai penemu fotografi dan sekaligus perintis dibidang tersebut. Niepce mengembangkan heliografi, sebuah teknik kuno yang ia gunakan untuk mendapatkan hasil cetak dalam proses fotografi: alat pencetak yang terbuat dari pelat photoengraf pada tahun 1825.

Seiring berkembangnya teknologi fotografi beserta teknik-teknik fotografi yang menyertainya, muncul istilah fotogenik yang berasal dari bahasa Yunani fotogenis (φωτογενής), yang memiliki arti penampilan wajah dan sikap tubuh yang menghasilkan potret yang menyenangkan.  

Baca juga: Berpikir Maestro

Fotogenik selanjutnya jadi istilah akrab di dunia fotografi, terutama bagi orang-orang yang berminat dan fokus untuk menjadi foto model profesional. Begitupun bagi para fotografer, yang pada masa keemasannya, profesi ini banyak diburu oleh kawula muda dan untuk meraihnya tidak hanya diperlukan alat-alat fotografi profesional melainkan pula kompetensi. 

Sebab selain daya tariknya sebagai seni berbasis pencahayaan, profesi fotografer sangat lekat dengan proses penyimpanan berbagai keindahan subjek yang direkam ke dalam suatu objek dan keterlibatan beragam pekerja seni hiburan di dalamnya, yang tidak sekadar menjanjikan penghasilan, tetapi juga pergaulan sosial dan kepuasan berkarya.    

Namun, seiring perkembangan berbagai teknologi pendukung dan medianya, kamera kini telah ditransformasikan ke dalam sebuah smartphone sehingga penggunaannya jauh lebih mudah, murah, efisien dan efektif. Bahkan hampir semua orang memiliki dan bisa menggunakannya. Apakah dengan kehadiran smartphone dunia masih memerlukan fotografer profesional?

Jauh sebelum dunia dipenuhi dengan kelebihan informasi baik berupa teks, audio, visual dan video, tangkapan peristiwa, fenomena atau momentum, yang diabadikan sebagai informasi yang dapat dikonsumsi publik, umumnya dilakukan oleh para profesional lewat media radio, televisi, surat kabar, majalah, buku dan media berita arus utama lainnya.

Gambar atau foto-foto yang diabadikan pada masa lalu dan dimuat di berbagai media cetak cenderung dibuat oleh mereka yang telah terkonfirmasi keprofesionalannya, diakui, diverifikasi dan tervalidasi serta telah melalui proses seleksi naik cetak atau layak tayang. Oleh karenanya, banyak potret-potret yang sampai saat ini tetap memiliki nilai estetik, seni dan sejarah yang merekam suatu peristiwa, fenomena atau momentum dalam sebuah foto, mempunyai harga yang tak ternilai.

Baca juga: Berpikir Cuan

Maka walaupun kini gambar atau foto-foto bisa dan mudah dipublikasikan lewat platform digital atau platform media sosial oleh setiap individu tanpa harus menjadi seorang fotografer profesional, untuk beberapa situasi, kondisi, momentum dan kebutuhan industri bisnis, para fotografer profesional tetap diperlukan. 

Baca juga: Berpikir Bodo Amat

Seperti keterampilan atau keahlian lain yang mengalami perkembangan, begitu pula yang terjadi pada dunia fotografi sekarang, sudah sangat berbeda. 

Orang tidak harus belajar fotografi melalui pendidikan formal atau informal untuk bisa memotret . Cukup punya sebuah smartphone, tahu cara memakainya atau sedikit belajar secara otodidak lewat aplikasi atau media sosial, hasil foto-foto sejumlah orang yang bukan dari kalangan profesional dapat bersaing di dunia digital. Yang penting adalah subjek sasaran potret harus fotogenis. 

Beranjak dari persepsi itulah, fotogenis yang dimaksud di dunia digital adalah penampilan subjek sasaran potret, baik benda bergerak (hidup) maupun tidak bergerak (mati) diarahkan atau ditata sedemikian rupa untuk menghasilkan foto yang menyenangkan atau memuaskan. 

Sehingga dalam konteks pendefinisian ulang fotogenis atau fotogenik, foto yang dihasilkan tidak hanya merepresentasikan subjek sasaran manusia saja, yang bisa dibuat menyenangkan atau memuaskan hasil foto. 

Sebab platform digital atau platform media sosial memerlukan foto-foto yang dapat menggambarkan latar belakang, lokasi, cerita di balik tampilan foto, tren, produk, peristiwa, fenomena, momentum dan lainnya. 

Supaya mencapai tujuan itu, diperlukan orang-orang yang berpikir fotogenis, yaitu orang-orang yang menempatkan pikiran-pikiran untuk menghasilkan hasil foto yang dapat menyenangkan atau memuaskan orang dari berbagai sudut pandang dan/atau dari berbagai subjek foto termasuk latar belakangnya. 

Perluasan subjek fotogenis inilah yang kemudian akan melahirkan spot-spot foto yang memunculkan destinasi wisata baru, inovasi spot lokasi-lokasi beraneka ragam wisata lama termasuk wisata-wisata kuliner. 

Juga rekomendasi berbagai fasilitas publik, termasuk rekomendasi pasar tradisional yang fotogenis: intstagramable, kulinerable tiktokable, X-able, facebookable atau medsosabale. 

 

Referensi

https://id.wikipedia.org/wiki/Fotogenik

https://id.wikipedia.org/wiki/Nic%C3%A9phore_Ni%C3%A9pce

https://www.kompas.com/tren/read/2022/11/23/163000565/melihat-view-from-the-window-at-le-gras-foto-tertua-di-dunia?page=all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun