Seperti keterampilan atau keahlian lain yang mengalami perkembangan, begitu pula yang terjadi pada dunia fotografi sekarang, sudah sangat berbeda.Â
Orang tidak harus belajar fotografi melalui pendidikan formal atau informal untuk bisa memotret . Cukup punya sebuah smartphone, tahu cara memakainya atau sedikit belajar secara otodidak lewat aplikasi atau media sosial, hasil foto-foto sejumlah orang yang bukan dari kalangan profesional dapat bersaing di dunia digital. Yang penting adalah subjek sasaran potret harus fotogenis.Â
Beranjak dari persepsi itulah, fotogenis yang dimaksud di dunia digital adalah penampilan subjek sasaran potret, baik benda bergerak (hidup) maupun tidak bergerak (mati) diarahkan atau ditata sedemikian rupa untuk menghasilkan foto yang menyenangkan atau memuaskan.Â
Sehingga dalam konteks pendefinisian ulang fotogenis atau fotogenik, foto yang dihasilkan tidak hanya merepresentasikan subjek sasaran manusia saja, yang bisa dibuat menyenangkan atau memuaskan hasil foto.Â
Sebab platform digital atau platform media sosial memerlukan foto-foto yang dapat menggambarkan latar belakang, lokasi, cerita di balik tampilan foto, tren, produk, peristiwa, fenomena, momentum dan lainnya.Â
Supaya mencapai tujuan itu, diperlukan orang-orang yang berpikir fotogenis, yaitu orang-orang yang menempatkan pikiran-pikiran untuk menghasilkan hasil foto yang dapat menyenangkan atau memuaskan orang dari berbagai sudut pandang dan/atau dari berbagai subjek foto termasuk latar belakangnya.Â
Perluasan subjek fotogenis inilah yang kemudian akan melahirkan spot-spot foto yang memunculkan destinasi wisata baru, inovasi spot lokasi-lokasi beraneka ragam wisata lama termasuk wisata-wisata kuliner.Â
Juga rekomendasi berbagai fasilitas publik, termasuk rekomendasi pasar tradisional yang fotogenis: intstagramable, kulinerable tiktokable, X-able, facebookable atau medsosabale.Â
Â
Referensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Fotogenik