Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpikir Sains

16 Agustus 2024   16:31 Diperbarui: 16 Agustus 2024   16:34 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: iStockphoto/iLexx/kompas.com

"Forgive but not forget" sekilas mudah diucapkan. Sebuah penerapan sifat dengan respon memaafkan orang lain atas kesalahan yang diperbuatnya, merupakan bagian dari cara mengelola emosional manusia akibat rasa kecewa atau luka hati, yang bisa saja mudah memaafkan lalu melupakan. Tetapi faktanya tidak demikian, mengapa?

Sebab sains bisa membuktikan bahwa memaafkan yang mudah dikatakan tidak semudah proses melupakan. Ketika seseorang belajar, di berbagai bagian otaknya terbentuk pola koneksi baru antara sel engram, seperti diungkap dalam jurnal penelitian yang diterbitkan Current Biology dilansir dari earth.com oleh kompas.com, Senin (27/11/2023).

Dr. Tomas Ryan dari Trinity College Dublin memimpin penelitian ini untuk memahami bagaimana pengalaman dapat mengubah neuron seseorang, memungkinkan pembentukan kenangan baru. Kunci dari proses ini adalah identifikasi sel engram yang merupakan perubahan di otak yang menyimpan memori. 

Peneliti lainnya di laboratorium Ryan, Clara Ortega-de San Luis, menjelaskan mengenai sel engram memori merupakan kelompok sel otak yang ketika diaktifkan oleh pengalaman tertentu akan mengubah dirinya untuk menyimpan informasi di otak. 

Baca juga: Berpikir Maestro

Sel engram memori adalah kelompok sel otak yang diaktifkan oleh pengalaman tertentu, mengubah dirinya untuk menyimpan informasi di otak seseorang. 

Hasil penelitian Dr. Tomas Ryan dan Clara Ortega-de San Luis merupakan bagian dari cara berpikir sains, yang menunjukkan bahwa segala peristiwa yang melibatkan emosi, baik positif maupun negatif, selain berperan penting dalam pembentukan ingatan juga memiliki media penyimpan dalam beberapa bagian otak. 

Terutama di bagian hippocampus, yang berbentuk sepasang dan berada di dalam otak seperti kuda laut, dikutip dari Live Science, Senin (27/11/2023).

Maka didasarkan atas pembuktian sains, melupakan jelas tidak semudah mengatakan kata maaf. Karena segenap peristiwa yang kemudian tersimpan di otak sebagai kenangan akan menjadi bagian dari kapasitas akal budi.

Seperti karakteristik virus hayati di dalam tubuh manusia ketika diberi vaksin, memori hanya akan mengendap, tersembunyi, tersimpan atau menjadi nonaktif di akalbudi, dan apabila bertemu pemicunya ia akan aktif atau ingatan yang tersimpan kembali mengemuka. 

Baca juga: Berpikir Bodo Amat

Ada sebuah semboyan terkenal yang diucapkan oleh Presiden Soekarno dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966, yaitu "Jangan Sekali-sekali Meninggalkan Sejarah" atau disingkat "Jas Merah". 

Baca juga: Berpikir Kriminal

Penggunan kata 'meninggalkan' pada semboyan jas merah tentu jauh lebih tepat dibanding dengan penggunaan kata 'melupakan', sebagaimana yang seringkali jika boleh dibilang keliru, ketika oleh sejumlah orang dinarasikan sebagai "Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah". 

Mana mungkin sejarah bisa dilupakan dari rekaman yang telah terpatri dari generasi ke generasi melalui berbagai literasi jejak sejarah dalam segala bentuknya, seperti buku-buku sejarah, museum, bangunan-bangunan bersejarah, benda purbakala, prasasti dan bentuk jejak sejarah lainnya. 

Faktanya, banyak peristiwa sejarah diperingati setiap tahunnya oleh bangsa Indonesia, banyak museum masih berdiri tegak, banyak koleksi manuskrip sejarah masih tersimpan, dan masih banyak buku-buku sejarah yang terus ditulis.

Belakangan, di dalam dialektika digital, tersaji sejumlah tesis terkait klaim sejarah bangsa Indonesia yang diungkapkan oleh beberapa tokoh dan kemudian dibantah dengan kemunculan antitesis sebagai kritik atas klaim tersebut di ruang-ruang digital. Oleh karenanya setelah tesis dan antitesis saling menunjukkan sumber validitasnya, maka lahirlah sintesis-sintesis yang pada akhirnya menyatukan suatu peristiwa menjadi kebenaran sejarah yang tervalidasi secara ilmiah atau sains. 

Validasi ilmiah atau sains itulah yang mendasari cara berpikir sains. Bahwa segala peristiwa, fenomena atau momentum yang terjadi di permukaan bumi dan seisinya dapat dijawab dengan pemaparan ilmu pengetahuan secara sistematis dari berbagai sudut pandang keilmuwan alam dan dunia fisik, termasuk ilmu botani, fisika, kimia, geologi, zoologi dan sebagainya, yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.

Atas kecenderungan cara berpikir sains pulalah Soekarno menggunakan kata 'meninggalkan' pada semboyan "Jas Merah, Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah", yang dimaksudkan agar bangsa Indonesia jangan pernah dengan sengaja membiarkan, membuang, tidak membawa serta, menonaktifkan latar belakang sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Meninggalkannya tetap berada di masa lalu dan tidak menyertakannya ke dalam setiap langkah bangsa dalam membangun masa depan. 

Padahal sejatinya secara sains, memori sejarah bangsa Indonesia telah tersimpan di akalbudi di dalam benak, yang terus mengalir melalui darah, napas dan denyut nadi dari setiap generasi ke generasi bangsa Indonesia sehingga melupakan sejarah jelas berlawanan dengan pembuktian berpikir sains.

Dengan menggunakan cara berpikir sains ke dalam setiap bidang kehidupan manusia, bukan hanya perkara memaafkan lalu melupakan yang dapat dijawab dan dibuktikan secara ilmiah oleh berpikir sains, melainkan semua peristiwa, fenomena atau momentum yang terjadi di dunia ini.  

Sebab berpikir sains adalah menempatkan dan menggunakan ilmu pengetahuan secara sistematis dari berbagai sudut pandang keilmuwan alam dan dunia fisik, termasuk ilmu botani, fisika, kimia, geologi, zoologi dan sebagainya di akalbudi, untuk mendapatkan hasil (validasi ilmiah atau sains) untuk membuktikan mengapa, di mana, bilamana dan bagaimana suatu peristiwa, fenomena atau momentum bisa terjadi, melalui serangkaian praktik observasi, penelitian dan uji coba. 

Maka marilah mulai berpikir sains agar bangsa Indonesia maju secara intelektual dalam merespon, menjawab, menghadapi tantangan dan menggerakkan semua potensi dan sumber daya untuk mampu berkompetisi dengan kesiapan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia internasional!  

Referensi  

https://www.kompas.com/sains/read/2023/12/05/093500523/bagaimana-otak-menyimpan-memori-dan-informasi-?page=all 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun