Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berpikir 'Gambling'

13 Agustus 2024   13:45 Diperbarui: 13 Agustus 2024   13:50 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Aristya Rahadian/cnbcindonesia.com

Satu lagi cara berpikir yang kini banyak diadopsi dan dilakukan oleh orang-orang di generasi topping, yaitu berpikir gambling. 

Gambling atau perjudian, berjudi, judi pada prinsipnya merupakan permainan yang menempatkan para pemainnya bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan, yang pemenangnya ditentukan oleh salah satu pilihan benar. 

Pemain yang kalah taruhan akan memberikan taruhannya kepada pemenang. Peraturan, jumlah taruhan dan aturan permainan umumnya telah ditentukan sebelum pertandingan dimulai. 

Baca juga: Berpikir Maestro

Berpikir gambling berarti menempatkan prinsip judi ke dalam akalbudi, yang dengannya berupaya mengambil keputusan ketika memilih cara lebih cepat untuk meraih tujuan dan mewujudkan impian. Hal ini berarti pula merujuk pada cara berpikir cuan.  

Gambling di era digital bukan sekadar bertaruh harta berupa uang atau barang, melainkan nama baik, branding, trust, karakter, harga diri, popularitas dan lainnya. Mengapa banyak orang menyukai judi tapi kemudian sejumlah orang lainnya dengan kesadaran atau tanpa disadari justru ikut mengadopsi cara berpikir gambling?

Sejak dunia dapat dipantau, dijelajahi dan dikuasai dalam genggaman melalui sebuah smartphone, maka manusia dalam konteks tertentu tidak dapat hidup tanpa smartphone. Tetapi walaupun pada kenyataannya manusia akan kehilangan segala kemudahan, keterhubungan dengan banyak orang dan kesulitan untuk berjejaring bisnis, mustahil manusia tidak mampu hidup tanpa smartphone. Toh, ketika era smartphone belum muncul, faktanya mereka bisa tiba di titik ini.

Baca juga: Berpikir Kriminal

Namun yang tidak diperhitungkan oleh manusia ketika teknologi semakin cepat bertumbuh dan berkembang serta menjadi pendukung kehidupan di semua lini, adalah cara kerja otak ketika dipaksa harus beradaptasi dengan seluruh sistem yang bekerja secara otomatis. Sistem yang juga menciptakan daya tarik magis bagi manusia dengan berbagai aplikasi judi murni atau yang menyusup melalui games, robot trading, e-sports dan bentuk judi lainnya. 

Beraneka daya tarik yang sengaja dihadirkan lewat desain permainan cerdas, tampilan menggiurkan mulai dari bintang iklan atau para endorsernya, belum lagi efek visual, suara, pencahayaan dan fitur-fitur yang dibuat semenarik mungkin dan dirancang atau diciptakan untuk membuat orang betah berlama-lama di dalamnya, bertaruh lebih sering, lebih banyak hingga melebihi batas kemampuan yang mereka miliki sampai kemudian seperti diketahui bahwa banyak orang sudah berhutang pada pinjol hanya untuk berjudi. Suatu ilusi digital magnetis yang dimunculkan untuk memanipulasi dan melumpuhkan cara kerja otak. 

Baca juga: Berpikir Profesor

Ilusi digital magnetis, yang dalam bahasa para ilmuwan dijelaskan sebagai temuan bahwa mereka yang memiliki gangguan perjudian atau penggunaan narkoba mengalami peningkatan konektivitas ke sistem penghargaan dan penurunan aktivitas di korteks prefrontal. Berkurangnya aktivitas di korteks prefrontal juga dapat menjelaskan mengapa mereka yang menderita gangguan perjudian cenderung lebih kesulitan mengendalikan impuls dibandingkan orang lain.  

Perbedaan fungsi korteks prefontal dapat menyebabkan penderita dan kecanduan judi lebih kesulitan saat membuat keputusan tentang imbalan langsung versus konsekuensi. Kebanyakan orang yang rentan terhadap kecanduan memiliki sistem penghargaan otak yang kurang aktif. Dengan kata lain, ilusi digital magnetis telah bekerja memengaruh otak pelakunya.  

Terutama dua area utama otak yang memengaruhi kebiasaan berjudi meliputi: korteks prefrontal, yaitu bagian depan otak yang mengontrol perencanaan, pemecahan masalah yang kompleks, kepribadian, dan pemrosesan konsekuensi potensial, dan ventral striatum, yakni bagian otak yang memproses penghargaan dan emosi seperti kebahagiaan. 

Dampak yang ditimbulkan oleh judi pun menyasar banyak aspek, mulai dari kecanduan hingga kesehatan mental yang terganggu, dampak finansial, sosial, hukum, ekonomi, hubungan keluarga, kesehatan dan pendidikan. 

Oleh karena itu, orang-orang yang berpikir gambling merupakan orang-orang dengan kecenderungan otak di bawah pengaruh ilusi digital magnetis. Hanya berpikir pada bagaimana mempertaruhkan uang sesering mungkin dan sebanyak mungkin serta bersenang-senang di dalam permainan tanpa menyadari bahwa otak mereka sedang dikondisikan untuk tetap berada di sana tanpa ada keinginan keluar dan ilusi tentang kemenangan juga kekayaan. 

Kondisi seperti itu pulalah yang kemudian banyak diadopsi oleh para topper (orang-orang atau akun-akun) di generasi topping dalam upaya mengejar viral dan meraih puncak; berpikir gambling pada konteks yang sama dalam sebuah pertaruhan. Membuat konten-konten kontroversi, provokasi, sensasi yang tidak memiliki manfaat buat orang lain selain kebisingan, polemik, perseteruan tapi yang penting viral dan mendatangkan cuan. Sebuah pertaruhan untuk viral dan cuan, yang mempertaruhkan nama baik, branding, trust, karakter, harga diri, popularitas dan lainnya

Tetapi tentu saja tidak semua cara berpikir gambling dalam perspektif topper merujuk pada taruhan sembarang seperti pertaruhan dalam perjudian tanpa memprediksi masa depan dengan menggunakan bekal pengetahuan ilmiah dan logis serta di bawah pengaruh ilusi digital magnetis atau dalam kondisi otak yang telah termanipulasi dan terlumpuhkan oleh seluruh daya tarik ilusinya.    

Referensi

https://www.gatewayfoundation.org/addiction-blog/how-gambling-affects-brain/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun