Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fenomena Ruang Stensil, Edukasi Seks atau Sinyal Bahaya Narkolema?

19 Juli 2024   17:38 Diperbarui: 19 Juli 2024   18:44 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : x.com/polres_badung/kompas.com

Para orang tua adalah garda terdepan pendidikan bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, orang tua harus mempunyai perhatian khusus terhadap aktivitas interaksi sosial anaknya di dunia digital. Ditinjau dari jutaan judul-judul konten yang kini tersaji di ruang digital, banyak judul konten di antaranya memilih kata, diksi atau kalimat, yang cenderung membuat resah para orang tua. 

Perhatian orang tua terhadap anak di dunia digital bisa dimulai dengan berupaya mencari tahu hobi anak-anaknya di ruang digital. Jangan sampai anak punya hobi negatif seperti bermain handphone sepanjang waktu, bermain game yang terhubung dengan judol, nonton konten yang terkontaminasi pornografi dan jangan sampai pula anak hidup tanpa hobi positif di ruang digital. 

Pasalnya, yang mungkin dapat terjadi ketika anak terkoneksi dengan dunia digital ialah kecenderungan menerima atau terpapar dampak negatif yang jauh lebih banyak daripada manfaatnya. Salah satu informasi yang belum lama mengemuka tentang dampak buruk dunia digital, yang terbukti terdampak pada anak ialah data yang menunjukkan bahwa sebanyak 80 ribu anak di bawah usia 10 tahun terpapar judi online.  

Kemudian ada ancaman terbaru yang dapat memberikan dampak buruk bagi anak, yang patut menjadi perhatian orang tua adalah munculnya ruang-ruang stensil digital. Sebuah ruang yang mampu menarik keterlibatan banyak netizen atau warganet, sehingga memiliki potensi algoritma yang bagus dan membuat banyak kreator konten mulai melirik tema-tema konten bernuansa erotisme, pornografi, sensualitas hingga cerita cabul berbasis kisah nyata atau peristiwa kriminal seputar dunia lendir, yang jika diamati tidak mempunyai unsur edukasi, tapi justru sebaliknya memiliki potensi dampak negatif bagi penonton atau penikmatnya.   

Namun ironisnya, setiap konten yang tersaji dalam konteks bahasa stensilan di ruang stensil digital sepertinya tidak terdeteksi sebagai konten asusila, pornografi, sensualitas atau tindakan cabul yang wajib diblokir atau di take down baik oleh pihak berwenang maupun oleh platform digital atau flatform media sosial. Sehingga konten-konten stensilan yang mulai bertumbuh tanpa sensor dalam bentuk ruang stensil di dunia digital merupakan sinyal bahaya narkolema. Khususnya bagi anak-anak di bawah umur.  

Ruang-ruang stensil yang diciptakan, memang tidak murni menyajikan konten video porno atau yang dulu biasa disebut blue film. Tetapi keresahan yang ditimbulkan seirama dengan keresahan para orang tua di masa lalu ketika blue film atau film porno dapat diakses melalui format Video Home Systems (VHS) atau Betamax dalam bentuk fisik pita kaset, yang banyak beredar dengan cara dijual atau disewakan.

Baca juga: Apa itu Spatles?

Beruntungnya, oleh karena teknologinya masih terbilang mahal di masanya, hanya segelintir orang yang dapat mengakses blue film berformat VHS atau Betamax tersebut. Hanya saja, meskipun sulit mendapatkan kaset video untuk memutarnya, terlebih yang memiliki video player jenis VHS atau Betamax saat itu masih sangat jarang, ternyata keresahan belum berakhir di sana. 

Sebab fornografi dalam konteks tulisan melalui cerita stensil seperti cerita dalam novel karya Fredy. S, Abdullah Harahap, Motinggo Busye, Nick Carter karya terjemahan dan lebih vulgar novel karya Enny Arrow, yang bisa jauh lebih mudah didapat, lebih murah untuk dimiliki sampai lebih cepat dikonsumsi oleh mata ketimbang versi film, ancaman bahayanya jauh lebih masif. Terutama ketika diketahui bahwa daya rusak otak akibat menyaksikan versi film atau versi teks yang mengandung unsur pornografi mempunyai potensi yang sama bahkan jauh lebih merusak dibanding narkoba. 

Video porno atau blue film dan cerita stensil yang beredar di pasaran kala itu, jelas bukan edukasi tentang seksologi, melainkan jenis transaksi bisnis berbasis hiburan visual dan/atau literasi bacaan, yang berakar dari ide dan pikiran erotis, pornografi, sensualitas atau aktivitas cabul dan menjadi industri paling seksi demi mendapatkan keuntungan finansial dari para penonton, pembaca atau penikmatnya. 

Maka bercermin dari masa lalu, ketika video-video porno atau blue film di dunia digital sudah mulai sulit ditonton karena diblokir, di take down atau diberlakukan aturan pelarangan ketat keberadaannya di ranah digital, ruang-ruang stensil yang dimunculkan oleh sejumlah kreator konten dan dinilai berpeluang dalam memenuhi kebutuhan hasrat, libido atau nafsu manusia yang kelak bisa mendatangkan subscriber, viewer, komentar, like, share atau keuntungan nilai lainnya, tampak mulai menjamur dan menjadi sebuah fenomena. 

Fenomena yang dimaksud sama persis seperti ketika video porno atau blue film era pita kaset VHS atau Betamax masih sulit diakses tapi ada kemudahan mendapatkan buku-buku cerita stensil sebagai penggantinya. Sehingga dampak buruk akibat pornografi tidak mampu diminimalisasi secara maksimal karena dari sisi lainnya masih memberikan kontribusi terhadap dampak buruk pornografi. Begitupun yang terjadi kini di dunia digital.    

Ruang-ruang stensil yang dimunculkan oleh kreator konten biasanya dikemas dalam bentuk konten video running text cerita stensil, story telling, podcast, talkshow, cerita anak dengan menyelipkan adegan tak pantas atau semacamnya, yang dinarasikan sebagai konten edukasi tetapi dengan bahasa komunikasi, wajah, tubuh dan interaksi keterlibatan orang-orang di dalamnya, yang  menunjukkan dan/atau menampilkan unsur erotisme, pornografi, sensualitas atau obrolan cabul, baik yang diungkap secara vulgar maupun dengan gaya metafora, yang dengannya menjadi ruang alternatif atas kebutuhan hasrat, libido dan nafsu manusia dalam upaya mencari tahu dan menuntaskan rasa penasaran bagi penonton atau penikmatnya usai video porno sukar diakses. 

Namun yang perlu diketahui dan barangkali tidak atau belum disadari adalah bahwa ruang-ruang stensil pada akhirnya mempunyai daya rusak yang sama terhadap otak penonton atau penikmatnya ketika sajian cerita stensil yang ditontonnya tersebut terakumulasi menjadi sebuah ketergantungan (adiktif) hingga hasrat, libido atau nafsunya membentuk gairah yang kuat atau birahi yang harus segera dipenuhi atau dilampiaskan secara nyata. 

Di titik itulah kerusakan otak kelak dapat terbukti ketika pemenuhan atau pelampiasannya dilakukan dengan cara yang salah, di tempat yang tidak benar, tidak sah, melanggar etika, moral, norma, agama, nilai dan aturan hukum yang berlaku. Tetapi apakah ruang stensil bukan konten edukasi seks? Mengapa pula disebut sebagai sinyal bahaya narkolema? 

Dengan mengadopsi istilah stensil di era 70 sampai 90-an, yang mengacu pada karya-karya tulisan bergenre novel romansa dengan mengusung tema erotisme, pornografi, sensualitas atau segala hal yang beraroma cabul, tema stensil hidup kembali di ruang-ruang digital lewat konten-konten bernuansa stensil. Hal tersebut dapat disaksikan pada akun-akun yang membuat konten-konten bertema stensilan.        

Konten-konten bertema stensil identik dengan konten berjudul erotis, porno, sensual atau cabul. Misal konten dengan judul 'Wanita Pencari Sperma', 'Wanita Ini Jadikan Driver Ojol sebagai Pemuas nafsu', 'Keluar di Dalem', 'Main Sama Temen Suami', 'Salah Sasaran Malah Main dengan Adik dan Kakak Istriku', 'Suami Loyo Cro*tt dengan Gigolo' dan judul lain, yang beberapa di antaranya menggunakan judul clickbait. 

Salah satu tipe clickbait yang disajikan adalah menggunakan foto atau gambar wanita cantik atau lelaki tampan padahal wanita cantik atau lelaki tampan tersebut bukan korban dan/atau pelaku yang dimaksud dalam objek atau subjek konten stensil yang diposting. 

Selain dari judul, perbedaan yang tampak jelas antara konten edukasi seks dan konten stensil antara lain ialah materi konten, sumber dan/ atau narasumber, pilihan kata, diksi atau kalimat dan metode penyampaian dalam interaksi komunikasi yang terjadi, konteks bahasan, bahasa wajah dan tubuh pembawa acara dan/atau narasumber, serta dampak atau manfaat yang bisa ditimbulkan oleh konten. Perbedaan antara konten edukasi seks dan konten stensil dapat dipaparkan sebagai berikut: 

1. Materi Konten

  • Materi konten edukasi seks mengacu pada data ilmiah, berdasar hasil riset atau penelitian, berkorelasi dengan dunia medis dan ilmu pengetahuan tentang seputar pertumbuhan dan perkembangan genital dan organ tubuh, kesehatan reproduksi, penyakit menular, kehamilan, kontrasepsi dan berbagai pencegahan terkait penularan penyakit kelamin, bentuk pelecehan, kekerasan seksual dan perkosaan, perilaku seks tidak aman dan/atau menyimpang, pernikahan usia muda, informasi seks yang tidak aman serta seks bebas atau di luar nikah.
  • Materi konten stensil mengacu pada pengakuan, cerita, kisah nyata atau peristiwa tindak kriminal seputar dunia seks atau aktivitas seksual yang dialami oleh pelaku dan/atau korban berdasarkan rangkaian kronologis kejadian. Mulai dari pengungkapan biodata pelaku dan/atau korban hingga ke detail-detailnya. Juga bisa mengacu pada saksi atas pengakuan, kisah nyata atau peristiwa tindak kriminal seputar dunia seks atau aktivitas seks dengan mengutip berita atau konten orang lain.  

2. Sumber dan/atau Narasumber

  • Sumber dan/atau narasumber konten edukasi seks tentu saja buku-buku teks, jurnal, hasil riset atau penelitian, data dan orang yang memiliki kompetensi seperti dokter, penyuluh edukasi seks dan kesehatan organ seks, praktisi atau pakar edukasi seks dan kesehatan organ seks, para pendidikan atau pengajar yang telah memiliki bekal pengetahuan seputar materi edukasi seks dan kesehatan organ seks, dan orang-orang yang memiliki wawasan serta jam terbang seputar materi edukasi seks dan kesehatan organ seks. 
  • Sumber dan/atau narasumber konten stensil umumnya adalah pengalaman pelaku dan/atau korban, dan teman, kerabat, saudara atau saksi yang mewakili pelaku dan/atau korban yang mengalami suatu peristiwa atau tindak kriminal seputar dunia seks atau aktivitas seks.

3. Pilihan Kata, Diksi atau Kalimat dan Metode Penyampaian

  • Pilihan kata, diksi atau kalimat konten edukasi seks berasal dari kumpulan data, riset atau penelitian, bahasa ilmiah, medis, intelektual, istilah-istilah terkait organ seks dan reproduksi, yang biasanya disampaikan secara santai, serius, formal atau melalui metode penyampaian yang systematic. 
  • Pilihan kata, diksi atau kalimat konten stensil cenderung disampaikan dan diterima dengan nada yang membangkitan gairah, memberi pengaruh pada rasa penasaran atau keingintahuan praktiknya, rasa dan sensasinya, fantasinya, mengundang birahi, dan tentu saja bernada porno atau cabul sehingga metode penyampaiannya sangat cenderung heuristic.  

4. Konteks Bahasan

  • Konteks bahasan konten edukasi seks berfokus pada informasi terkait pertumbuhan dan perkembangan, fungsi, risiko, manfaat, pencegahan atau pengetahuan. 
  • Konteks bahasan konten stensil berfokus pada informasi tentang kronologis peristiwa seks, kesenangan, kepuasan, maksud terselubung, ukuran, untung rugi, kebanggaan hingga promosi diri. 

5. Bahasa Wajah dan Bahasa Tubuh Pembawa Acara dan/atau Narasumber

  • Bahasa wajah dan bahasa tubuh pembawa acara dan/atau narasumber konten edukasi seks tampak santai, serius, penuh motivasi, wibawa, enerjik, sopan, beretika atau tidak menampakkan kesan erotis atau sensual yang dapat mengundang birahi hingga membuai penonton atau penikmatnya mengarah pada kebutuhan yang harus dipenuhi atau dilampiaskan.   
  • Bahasa wajah dan bahasa tubuh pembawa acara dan/atau narasumber konten stensil cenderung memberikan kesan menggoda, membujuk, mengajak, membuat hasrat, libido atau nafsu meningkat menjadi gairah atau birahi yang harus segera dipenuhi atau dilampiaskan dengan mengacu pada isi konten.

6. Dampak atau Manfaat

  • Dampak atau manfaat konten edukasi seks jelas dapat memberikan wawasan dan pengetahuan terkait  pertumbuhan dan perkembangan genital dan organ tubuh, kesehatan reproduksi, penyakit menular, kehamilan, kontrasepsi dan mencegah atau meminimalisir berbagai penularan penyakit kelamin, bentuk pelecehan, kekerasan seksual dan perkosaan, perilaku seks tidak aman dan/atau menyimpang, pernikahan usia muda, informasi seks yang tidak aman serta seks bebas atau di luar nikah.
  • Dampak atau manfaat konten stensil lebih cenderung mengarah pada dampak buruk terkait bahaya narkolema sehingga manfaat yang bisa diambil oleh penonton atau penikmat usia anak nyaris tidak ada. 

Setelah mengetahui perbedaan antara konten edukasi seks dan konten stensil maka sinyal bahaya narkolema dapat diketahui melalui indikator perbedaan antara konten edukasi seks dan konten stensil. 

Narkolema (Narkoba Lewat Mata) dalam konteks konten stensil digital juga dapat dipahami sebagai narkoba lewat telinga adalah pornografi yang dilihat dan didengar oleh seseorang melalui ruang-ruang stensil yang memiliki efek kecanduan dan daya rusak sebagaimana pada pengguna narkotika. Kerusakan yang dapat dialami akibat kecanduan pornografi antara lain :

1. Otak

Kerusakan yang dialami akibat kecanduan pornografi adalah rusaknya otak bagian depan (pre frontal cortex/ PFC). Pre Frontal Cortex berfungsi sebagai pusat pertimbangan dan pengambilan keputusan serta membentuk kepribadian seseorang (Hardiningsih, et all, 2021). Kerusakan ini ditandai dengan berkurangnya daya konsentrasi, berkurangnya keberanian dalam mengambil keputusan, menjadi pemalas dan hilangnya kemampuan dalam mengendalikan emosi. 

2. Emosi

Banyak studi telah dilakukan atas kerusakan otak akibat pornografi. Saat seorang anak/remaja mengakses pornografi,  maka diproduksi hormon dopamin yang mengeluarkan serotonin dan endorfin sehingga menimbulkan kepuasan dan keinginan untuk terus mengulang atau menjadi adiktif. Perasaannya lalu mudah menjadi kacau sebab selalu berusaha mencari konten pornografi, gampang marah dan cepat tersinggung bila aktivitas pornografinyanya terganggu, ditingkat yang parah emosinya jadi tidak terkendali saat aktivitas pornografinya terhambat atau ada yang menghambat.

3. Masa Depan

Dengan kecenderungan menutup diri, seseorang yang kecanduan pornografi akan sangat sulit menghentikan kecanduannya tanpa melakukan rehabilitasi atau terapi diri. Apalagi bila tingkat adiktifnya sudah ada di tahap aktivitas PMO (porn, masturbate and orgasm), jajan, pelecehan seksual, penyimpangan perilaku seks hingga perkosaan. Kerusakan perilaku akibat pornografi di tingkat ini jelas dapat menghentikan kecerahan masa depan setiap individu yang berada di kondisi tersebut.

4. Generasi

Dampak kerusakan otak, emosi dan masa depan akibat narkolema atau pornografi pada akhirnya akan merusak sebuah generasi apabila tidak segera dilakukan pencegahan dan penanggulangan. Apalagi jika dampak buruk narkolema atau pornografi diakumulasi dengan dampak buruk patologi sosial lainnya seperti narkoba, minuman keras, tawuran, di tambah game online, judi online dan adiksi penggunaan telepon pintar tanpa mengambil kemanfaatan, maka sebuah generasi sedang menuju kerusakan dan kehancuran mental dan moral.     

Berdasarkan latar belakang munculnya fenomena ruang stensil di dunia digital berikut perbedaannya dengan konten edukasi seks dan dampak daya rusaknya pada otak, emosi, masa depan dan generasi yang mempunyai potensi yang sama bahkan jauh lebih merusak dibanding narkoba, maka pendidikan seks pada anak dan remaja sebagai penerus generasi bangsa seharusnya tidak hanya dilakukan di ruang-ruang pendidikan formal saja, melainkan juga pada ruang-ruang pendidikan nonformal.

Oleh sebab itu, sebelum konten-konten stensil telanjur lebih jauh mengisi dan mengambil lebih banyak porsi ruang digital, selain perhatian khusus orang tua pada aktivitas interaksi sosial digital anak, seharusnya pemerintah dan pihak yang berkepentingan terhadap generasi bangsa segera mengambil langkah pencegahan hingga penanggulangan agar sinyal bahaya narkolema tidak berlanjut pada terpaparnya anak dan remaja akibat pornografi seperti yang sudah terjadi pada patologi sosial judi online.  

Referensi

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/658/narkolema-penyebab-akibat-dan-penanggulangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun