Atas temuan serbuk narkoba tersebut, kedua pengantar yang tidak mengetahui ada sesuatu yang tersembunyi di balik menu bubur ayam langsung ditahan untuk diproses hukum. Tetapi alih-alih diproses secara hukum dengan mengacu pada barang bukti, pada kasus semacam itu seringkali terindikasi sebagai salah satu strategi yang disebut tukar kepala. Â
Tukar kepala merupakan istilah yang cenderung digunakan pada kasus-kasus narkoba untuk tujuan meringankan hukuman bagi pelaku yang sudah tertangkap dengan cara membawa orang lain untuk jadi tersangka dikasus yang sama, dan indikasi lain yang membuat istilah tukar kepala marak terjadi adalah kemungkinan keuntungan finansial atau kenaikan pangkat bagi aparat penegak hukum yang menangani kasus.Â
Begitulah salah satu indikasi terjadinya peristiwa tukpal atau tumbal kriminal yang dialami oleh dua orang pengantar bubur ayam, yang tidak bisa membuktikan dirinya tidak bersalah lantaran dijebak atau tidak mempunyai unsur kesengajaan membawa narkoba tapi tertangkap tangan melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun pada kenyataannya, tumbal kriminal atau tukpal tidak hanya terjadi pada ruang lingkup kasus narkoba atau merujuk pada pendefinisian tukar kepala dalam arti sempit hanya di kasus narkoba.Â
Di kasus Ferdy Sambo misalnya, ada sebuah berita yang nyaris luput dari sorotan, yaitu informasi  tentang seorang perempuan yang menggunakan kaos bergambar Ferdy Sambo menerobos persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 November 2022 lalu. Aksi perempuan yang kemudian diketahui bernama Syarifah Ima tersebut menunjukkan bahwa Syarifah Ima adalah penggemar berat Ferdy Sambo dan siap menggantikan hukuman yang bakal diterima oleh Ferdy Sambo.Â
Aksi yang dilakukan oleh Syarifah Ima dan pernyataannya tentang kesiapan menggantikan hukuman  mengarah pada peristiwa tumbal kriminal atau tukpal yang diajukan secara langsung. Tapi tentu saja, tidak ada undang-undang yang dapat merealisasikan itu, sekalipun Syarifah Ima mempunyai keberanian untuk membuktikan ucapannya.Â
Pada kasus lainnya, yang terekam pada sebuah portal berita detik.com dengan judul 'Rela Meringkuk di Penjara Karena Terbelit Utang', peristiwa hukumnya dapat dimasukkan ke dalam kategori tukpal atau tumbal kriminal yang dilakukan sebagai proses tukar kepala dengan kesepakatan sejumlah bayaran.Â
Di artikel berita itu disebutkan bahwa kasus penukaran tahanan di Lapas Klas IIA Bojonegoro benar-benar mencoreng hukum di Indonesia. Kasiem (55) terpidana kasus penyelewengan pupuk digantikan oleh Karni (50) warga Dusun Kalipang, Desa Leran, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro dengan imbalan uang Rp 10 juta.
Berdasarkan kasus-kasus atau peristiwa hukum yang pernah terjadi dengan tambahan informasi adanya implementasi tukpal atau tumbal kriminal, maka tukpal didefinisikan sebagai upaya seseorang atau sekelompok orang dalam melakukan penolakan terhadap suatu kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan seseorang atau kelompok tersebut, dengan cara menyodorkan sesosok atau sekelompok orang sebagai peran atau pelaku pengganti perbuatan jahat melalui cara-cara tertentu atas motif dendam, imbalan ekonomi, mendapatkan keringanan hukuman, klaim prestasi, menjaga nama baik seseorang atau sekelompok orang yang berbuat jahat, melindungi atau menyembunyikan kejahatan lebih besar dan/atau motif lainnya.Â
Beranjak dari perspektif tukpal itulah salah tangkap dan sengaja ditangkap pada suatu peristiwa hukum dapat dibedakan. Kemudian kembali pada kasus Vina-Eky Cirebon, ketika Pegi Setiawan pada 21 Mei 2024 lalu ditetapkan sebagai tersangka, narasi yang berkembang di masyarakat terutama di dunia digital, dinilai sebagai kasus salah tangkap atau ada yang menyebutnya error in persona.
Salah tangkap itu sendiri bisa diartikan sebagai orang-orang yang secara individu maupun kolektif ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa, atau terpidana ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain serta membuat menderita secara fisik maupun mental yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau kesalahan proses penyidikan ataupun penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.Â
Di sisi lain, ada orang-orang yang secara individu ataupun kolektif disebut sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) atau yang dijadikan target tangkap setelah ditetapkan sebagai tersangka karena terduga kuat, sudah terbukti atau tertangkap mata melakukan aksi kejahatan atau tindak pidana tapi kemudian melarikan diri atau bersembunyi untuk menghindari kejaran aparat penegak hukum dan berupaya lari dari tanggung jawab hukum atas perbuatannya.Â