Kasus Vina Cirebon kini sedang ramai menjadi sorotan masyarakat di 2 dunia, yakni dunia nyata dan dunia maya. Malah ada yang menyebutnya di 3 dunia. Satu persatu kejanggalan terlihat, kemunculan saksi-saksi hingga informasi tentang fakta persidangan yang beredar di ranah digital mulai jadi bahan perbincangan dan perdebatan.Â
Tetapi bukannya membuat kasus semakin terbuka secara terang benderang, kejanggalan, keterangan saksi dan informasi fakta persidangan yang diperdebatkan justru semakin menyasar ke mana-mana dan seolah tertutup kabut.Â
Bahkan baru-baru ini telah beredar gambar tangkapan layar di media sosial, yang katanya berasal dari video CCTV saat kejadian 8 tahun yang lalu. Sehingga kemunculan tangkapan layar tersebut seolah hendak menguatkan informasi tentang fakta persidangan bahwa video CCTV yang pernah diminta untuk dibuka oleh salah satu kuasa hukum sebetulnya benar adanya dan harusnya bisa dibuka.Â
Namun secara hukum, video CCTV yang dapat dijadikan alat bukti otentik harus melalui serangkaian uji digital forensik. Oleh karenanya, gambar tangkapan layar yang beredar dan diduga atau diklaim berasal dari video CCTV pada malam kejadian setelah 7 tahun itu, perlu ditelisik keaslian, sumber awal dan keberadaannya.Â
Sebelum viral gambar tangkapan layar yang kabarnya berasal dari video CCTV atas kejadian di malam naas itu, aparat kepolisian telah coba melakukan prarekonstruksi di 6 titik lokasi tempat kejadian perkara (TKP), yaitu:
1. Warung nasi di Jalan Saladara, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.Â
2. Cucian motor atau mobil di Jalan Saladara, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.Â
3. Tempat nongkrong di Jalan Saladara, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.Â
4. TKP eksekusi kedua korban di Jalan Saladara, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.Â
5. Warung di sekitar Jalan Saladara, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.Â
6. Fly over Talun (perbatasan Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon) di Jalan Talun, Desa Kepongpongan, Kabupaten Cirebon.Â
Sementara bila menelisik kilas balik atas kasus Vina Cirebon yang kejadiannya bermula di tahun 2016 silam dengan tempat kejadian perkara (TKP) berdasar 6 titik lokasi yang sama, yakni TKP yang seharusnya dapat memberikan bukti petunjuk, kronologis rangkaian kejadian sekaligus alat bukti secara scientific crime investigation, mengapa malah tidak menjadi topik utama perbincangan publik digital saat itu.Â
Dahulu publik lebih cenderung terfokus untuk membincang kejadian sebelum 7 hari ketika kasus Vina menjadi viral setelah beredarnya video seorang bernama Linda yang diinformasikan sebagai teman Vina yang mengalami kerasukan. Suatu fenomena gaib yang oleh sebagian besar orang disebut kerasukan jin qorin dan sejumlah orang lainnya menyebut sebagai arwah Vina.Â
Terlepas dari apapun yang menyebabkan terjadinya fenomena gaib yang coba memberikan petunjuk atas apa yang menimpa Vina dan Eky, semestinya jika masyarakat menghendaki keadilan, yang seharusnya jadi topik perbincangan adalah kejanggalan yang juga sudah tampak sejak terjadinya peristiwa sampai ke tujuh hari setelahnya. Yakni suatu peristiwa nyata yang awalnya disebut sebagai peristiwa kecelakaan, dan karena beberapa kejanggalan peristiwa kecelakaan berubah menjadi kasus pembunuhan.Â
Lalu sesudah 7 tahun, kasus pembunuhan itu oleh tim kreatif sineas perfilman coba diangkat melalui karya film dan diterjemahkan ke dalam judul "Vina Sebelum 7 Hari". Menariknya, sesudah 7 tahun dan memasuki tahun ke 8, melalui film "Vina Sebelum 7 Hari", kasus Vina kembali bergulir sampai menggelinding menjadi bola liar yang memantul ke sana kemari.Â
Pantulan liarnya muncul di berbagai platform digital dan platform media sosial seiring kemunculan sejumlah kejanggalan yang kembali mengemuka, bersuaranya saksi-saksi dan informasi tentang sejumlah fakta persidangan yang menyebar di media sosial hingga beredar gambar-gambar tangkapan layar yang diduga atau diklaim berasal dari video CCTV, yang membuat banyak orang akhirnya berkomentar, beropini, beranalisa, bergerak ikut mencari bahkan sampai berani melakukan tuduhan dan ancaman terhadap seseorang di ruang digital.Â
Maka beranjak dari kegaduhan atas komentar, opini, analisa, pencarian, tuduhan dan ancaman di ruang digital yang menimbulkan beraneka persepsi, kontroversi, pertentangan, polemik, hujatan, perundungan sampai melahirkan ruang-ruang viral terkait kasus Vina Cirebon dengan konteksnya masing-masing, sudah sepatutnya kasus sebelum 7 hari sesudah 7 tahun ini menjadi pelajaran bagi aspek hukum berikut para pemangkunya untuk menggagas TKP sesudah TKP.Â
Gagas TKP sesudah TKP yang dimaksud adalah menghadirkan tempat kejadian perkara yang dapat hadir di ruang digital oleh masyarakat melalui ruang-ruang digital yang selanjutnya disebut sebagai RKAV atau Ruang Kejadian Awal Viral dan RKAP atau Ruang Kejadian Asal Perkara yang melalui uji digital forensik akan menjadi sebuah petunjuk bukti digital sehingga dapat membantu menyelesaikan kasus-kasus di dunia offline yang belum mampu dipecahkan maupun kasus-kasus online yang membutuhkan bukti jejak digital yang validitasnya tak bisa terbantahkan.Â
Gambar tangkapan layar yang diduga atau diklaim berasal dari video CCTV kejadian di kasus Vina Cirebon dan belum lama ini viral merupakan sebuah informasi yang dapat dirujuk untuk menemukan Ruang Kejadian Awal Viral (RKAV) dan Ruang Kejadian Asal Perkara (RKAP). Â Â Â Â Â Â Â
RKAV adalah ruang pertama yang terdeteksi mengunggah sebuah konten viral, apapun konteksnya dan bersentuhan dengan peristiwa hukum. Maka RKAV identik dengan TKP (Tempat Kejadian Perkara) di dunia digital. Sedangkan RKAP adalah ruang pertama yang memunculkan konten dalam konteks apapun terkait peristiwa hukum, baik peristiwa hukum yang terjadi online maupun peristiwa hukum yang terjadi offline dan diangkat atau terangkat ke dunia digital. Maka RKAP juga identik dengan TKP (Tempat Kejadian Perkara) di dunia digital.Â
RKAV dan RAKP yang digagas untuk istilah TKP di dunia digital tentu saja harus melewati serangkaian uji forensik agar dapat memastikan ruang tersebut sebagai RKAV dan RKAP di ruang digital dan menempatkannya sebagai locus delicti digital dan tempus delicti digital yang valid. Sebab dari RKAV atau RKAP inilah bukti otentik digital dapat ditemukan. Apa kaitan gagasan RKAV dan RAKP di kasus sebelum 7 hari sesudah 7 tahun?Â
Keberadaan atau kemunculan gambar tangkapan layar di media sosial yang diduga atau diklaim sebagai video CCTV kejadian dikasus Vina Cirebon dalam konteks penuntasan kasus seharusnya direspon serius. Karena selain menimbulkan kehebohan, kemunculan gambar tangkapan layar itu terindikasi menghasilkan dua prediksi konsekuensi logis.Â
Konsekuensi logis pertama, gambar tangkapan layar benar-benar berasal dari rekaman CCTV di lokasi kejadian, diambil oleh CCTV di tempat kejadian pada waktu kejadian dan betul berasal dari rekaman CCTV pada saat kejadian, maka konsekuensi logisnya, gambar tangkapan layar yang pertama kali diunggah di media sosial, lalu membuat kehebohan menjadi ruang RKAV, dan ketika rekaman CCTV aslinya dimunculkan, maka ruang RKAV itu juga menjadi ruang RKAP.
Konsekuensi logis kedua, gambar tangkapan layar sekalipun berasal dari lokasi kejadian di ambil dari CCTV di tempat kejadian tetapi tidak ada kaitan dengan waktu pada saat kejadian atau tidak berasal dari rekaman CCTV saat kejadian, maka konsekuensi logisnya, gambar tangkapan layar yang pertama kali diunggah di media sosial, lalu membuat kehebohan tetap menjadi ruang RKAV. Bedanya, RKAV-nya menjadi RKAV kasus pembohongan publik atau hoaks, yang apabila ditindaklanjuti sebagai peristiwa hukum, maka ruang tersebut menjadi ruang RKAP kasus penyebaran berita bohong alias penyebaran hoaks.Â
Namun yang perlu diperhatikan, untuk mendapatkan hasil prediksi konsekuensi logis pertama, yang harus terlebih dahulu dilakukan adalah mendapatkan rekaman asli video CCTV yang benar-benar berasal dari CCTV yang berada di lokasi kejadian, waktu rekaman CCTV yang benar-benar terjadi di tanggal 27 Agustus 2016 atau saat kejadian, dan video rekaman tersebut benar-benar rekaman kejadian. Semua data keaslian sebuah rekaman video tentang semua itu diuji secara scientific crime investigation melalui uji digital forensik . Setelah hasil uji digital forensik menyatakan bahwa video tersebut asli, maka ruang unggahan gambar tangkapan layar yang menghebohkan jagat maya itu adalah RKAV dan RKAP.Â
Gagasan RKAV dan RKAP sebagai Tempat Kejadian Perkara (TKP) ke ranah hukum digital untuk memposisikannya sebagai locus delicti digital dan tempus delicti digital pada peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi online maupun peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi offline dan diangkat atau terangkat ke dunia digital. Berikutnya, gagasan menghadirkan Tempat Kejadian Perkara (TKP) di dunia digital dengan Ruang Kejadian Awal Viral (RKAV) dan Ruang Kejadian Asal Perkara (RKAP) ini akan bermanfaat untuk menuntaskan peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi di dunia digital atau dunia maya.Â
Referensi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H