Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pahami KPR! Jangan Menunda Menikah agar Tak Banting Tulang di Usia Lanjut!

3 Mei 2024   07:18 Diperbarui: 3 Mei 2024   09:46 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Freefik/sewcream/kompas.com

Jangan seperti saya! Ini larangan keras untuk para kawula muda yang ingin berkeluarga, punya rumah dan tidak ingin banting tulang (bekerja) di usia lanjut. 

Berkeluarga, punya rumah dan santai serta tenang beribadah (tidak bekerja) di usia lanjut pastinya merupakan keinginan yang didambakan oleh sebagian besar orang. Tiga keinginan masuk akal bagi setiap orang yang hendak menjalani kehidupan sesuai kodratnya sebagai mahluk bernama manusia.  

Tetapi untuk dapat mewujudkan 3 (tiga) poin keinginan tersebut bukan saja tidak mudah, melainkan dibutuhkan konsep, prinsip dan rencana (visi, misi dan tujuan) hidup yang pada praktiknya mesti diraih dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas. Yaitu proses yang harus dilalui dengan serius, gigih, disiplin, konsisten dan fokus bagi setiap individu yang ingin segera meraihnya. Tapi mengapa untuk mendapatkan 3 (tiga) poin keinginan tadi tidak boleh menunda menikah? 

Bila merujuk pada slogan berbunyi 'kecil bahagia, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga', yang cenderung selalu menjadi ekspektasi para kawula muda dan sebenarnya bukan saja tidak masuk akal tetapi juga sangat mustahil terwujud. 

Bahkan jika slogan tersebut dijadikan pedoman justru akan menjebak kawula muda pada posisi telat menikah, dan di usia lanjut belum punya rumah serta masih mencari pekerjaan demi menghidupi atau mencukupi kebutuhan anak-anak yang kelak rentang usianya terbilang masih balita sampai baru memasuki usia sekolah.

Oleh karenanya, agar tidak terjebak pada posisi telat menikah, belum punya rumah dan tidak banting tulang di usia lanjut, setiap individu membutuhkan konsep diri, prinsip dan rencana hidup (selanjutnya disebut KPR) yang termasuk di dalamnya visi, misi dan tujuan hidup. 

Benar, KPR di sini tidak merujuk pada Kredit Perumahan Rakyat, yang bagi sebagian besar keluarga masih menjadi dilema antara memilih KPR atau ngontrak untuk kebutuhan papannya. Tapi pertanyaannya kemudian, apa kaitan konsep diri, prinsip dan rencana hidup (KPR) dengan 3 (tiga) poin keinginan tentang berkeluarga (jangan menunda menikah!), punya rumah dan santai serta tenang beribadah (tidak bekerja) di usia lanjut?  

Konsep diri dimaknakan sebagai persepsi atau pandangan perasaan individu terhadap dirinya sendiri secara utuh baik secara fisikal, emosional, mental, intelektual, sosial dan spiritual untuk menjadi ukuran kemampuan diri terhadap dunia luar atau interaksi di luar dirinya. Sehingga konsep diri cenderung membentuk kapasitas kemampuan fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual individu dalam menghadapi dan mencapai arah hidupnya.  

Prinsip hidup merupakan suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan sebagai pedoman untuk berpikir dan bertindak. Prinsip setiap individu didapat berdasarkan kapasitas kemampuan diri yang telah dibentuk atas pengaruh persepsi atau pandangan dari luar dirinya dan kemudian dijadikan pedoman hidup. 

Sedangkan rencana hidup adalah rancangan, maksud, niat, visi, misi dan tujuan serta usaha-usaha yang dilakukan oleh setiap individu untuk mewujudkan apa yang menjadi keinginan dan tujuan dalam hidupnya. Keinginan tersebut umumnya cenderung mengacu pada berbagai tingkat kebutuhan yang sesuai dengan teori kebutuhan Abraham Maslow.

Bila seorang individu belum, tidak atau sudah mengetahui konsep diri, prinsip dan rencana hidup tetapi tidak atau belum memahami atau tidak peduli dalam penerapannya sehingga terjadi kekeliruan, kesalahan dan penyimpangan dalam kenyataannya, maka jangan berharap 3 (p0in) keinginan pada bahasan topik yang menjadi bagian dari teori kebutuhan Abraham Maslow bisa terwujud. 

Informasi ini kemudian menjadi petunjuk betapa pentingnya memahami konsep diri, prinsip dan rencana hidup (KPR) bagi setiap individu sejak usia dini agar tak mengalami keterlambatan (menunda menikah) berkeluarga, gagal memiliki rumah dan tetap banting tulang (bekerja)  di usia lanjut. 

Individu yang tak mengetahui apalagi tak memahami KPR (konsep, prinsip dan rencana) akan kehilangan kendali dalam hidupnya, berbelok arah atau menyimpang sebab tak ada visi, misi dan tujuan hidup.  Di titik itu individu tersebut tentu tidak mengkonsep dirinya untuk dapat menikah di rentang usia yang tepat untuk menikah.

Jikapun menikah di rentang usia yang tepat, ia tak mempunyai prinsip dan tujuan hidup sehingga mudah pisah atau cerai bahkan hanya karena hal sepele. Seperti yang ditunjukkan oleh data perceraian yang terus meningkat di beberapa wilayah sebagai pertanda bahwa KPR belum diketahui terlebih dipahami. 

Jangan seperti saya! Iya, saya termasuk individu yang belum mendapatkan pengetahuan, pembelajaran atau petuah secara personal terkait konsep diri, prinsip hidup dan rencana hidup (KPR) sehingga saya merasa normal-normal saja meski belum menikah hingga usia 40an ketika itu. 

Padahal secara mental dan psikologis saya telah cenderung memiliki kapasitas yang rendah dan bisa dikategorikan menyimpang dari konsep diri, prinsip hidup terutama tak memiliki tujuan hidup yang jelas. Sampai tiba di satu titik ketika saya mulai mengetahui dan memahami KPR di awal usia kepala empat, semua menjadi serba terlambat. 

Saya terlambat menikah, belum punya rumah termasuk tipe KPR (Kredit Perumahan Rakyat) yang selalu gagal karena persyaratan sisa masa kerja tidak mencapai masa tenornya, dan terbayang masih akan mencari lowongan kerja lansia kelak di usia lanjut, serta tetap banting tulang (bekerja). Sebab saya masih membutuhkan biaya untuk kedua anak yang kini baru berusia balita di usia saya yang memasuki kepala lima. 

Perjuangan hidup saya kelak belum akan berhenti atau tiba dengan bayangan santai dan tenang beribadah di rumah sendiri di usia lanjut. Inilah yang menjadi alasan kuat mengapa harus ada larangan jangan menunda menikah bagi generasi yang saat membaca artikel ini masih berusia remaja atau muda. Lebih khusus untuk anak-anak saya nanti, semoga mereka berkesempatan membaca dan memahami artikel ini.  

Tentu berbeda sikap atau respon bagi mereka yang telah meng-KPR dirinya dengan tidak akan menikah atau memilih hidup selibat, child free, atau tetap mau bekerja di usia senja karena menyukai, mencintai atau mau mengisi masa tua dengan kesibukkan kerja. 

Meskipun demikian, saya percaya bahwa nasib suatu kaum (individu) tidak akan berubah bila kaum (individu) tersebut tidak berusaha untuk mengubahnya. Maka motivasi, doa, usaha dan keyakinan individu saya mengatakan bahwa selama ada niat dan upaya tindakan mengubah nasib, keterlambatan menikah dan dikaruniai anak akan segera disempurnakan dengan anugerah kepemilikan rumah dan rezeki berlimpah yang dapat menempatkan diri saat menginjak usia lanjut berada di posisi santai dan tenang melaksanakan ibadah. 

Hanya setidaknya, pengalaman saya yang gagal meng-KPR (konsep, prinsip dan rencana hidup) diri sejak usia dini sampai menyebabkan telat menikah, belum berhasil memiliki rumah termasuk rumah KPR dan kemungkinan tetap bekerja di usia lanjut, bisa menjadi contoh untuk tidak ditiru karena faktanya slogan 'kecil bahagia, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga' hanyalah utopia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun