Unggahan ujaran suku, ras, agama dan antar golongan (SARA) dan ujaran kebencian nyaris tidak pernah berhenti tampil di media sosial. Tetapi apapun alasannya, melakukan ujaran SARA dan ujaran kebencian adalah perbuatan tidak terpuji dan berpotensi melanggar hukum. Mengapa perbedaan menjadi sesuatu yang begitu menakutkan ketika diujarkan? Kenapa kesamaan tidak mampu meredam kebencian ujaran yang telah terlanjur diutarakan? Bukankah perbedaan dan kesamaan adalah bagian dari realita kehidupan?Â
Dikutip dari sebuah portal berita online, news.detik.com; Pemuda berinisial Z (18) sempat akan dipolisikan gara-gara dikira mengambil motor milik pemilik warung makan Chomsah (35) di Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Ternyata usut punya usut Z keliru mengambil motor. "Pelapor tidak membuat laporan resmi karena dari awal menduga salah mengambil motor karena motor sama persis warna dan plisirnya (corak). Selain itu kunci kontaknya juga cocok", kata Kapolsek Kalimanah Iptu Setiadi lewat pesan singkat, Rabu (16/12/2020).
Kemudian satu berita lain untuk kasus yang serupa diambil dari wartakota.tribunnews.com; Polisi mengatakan sepeda motor yang hilang di Citayam Fashion Week di kawasan stasiun MRT Dukuh Atas, Minggu (24/7/2022) malam, bukan dicuri. Kanit Reskrim Metro Tanah Abang AKP Fiernando Ardiansyah mengatakan, kejadian tersebut hanya salah mengambil motor yang terparkir. "Setelah di polsek ternyata hasil pemeriksaan bukan pencurian, tapi orang salah motor, motornya sama antara pelapor sama terlapor", kata Fiernando kepada wartawan, Selasa (26/7/2022)"
Kedua potongan berita sama-sama memberi informasi tentang motor yang keliru atau salah ambil di parkiran. Alangkah lucunya membaca atau mendengar dua berita tersebut. Â Tetapi faktanya, keliru atau salah mengambil motor di parkiran memang sering terjadi dan dialami oleh beberapa orang lainnya. Pertanyaannya, apa korelasi ujaran SARA dan ujaran kebencian dengan keliru atau salah mengambil motor di parkiran? Â
Jika seseorang diberikan tantangan untuk menemukan motor milik sendiri yang di letakkan acak di antara ratusan motor lainnya dengan merk, tipe, jenis, warna dan kondisi yang tidak jauh berbeda, bagaimana cara menemukannya dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menemukannya?Â
Secara teori jawabannya mudah; pembeda, maka lama waktu yang dibutuhkan seorang pemilik sepeda motor untuk menemukan motor miliknya adalah kemampuannya dalam membedakan motor yang menjadi ciri khas miliknya. Tetapi pada prakteknya tentu saja tidak mudah meskipun pemilik sudah hafal ciri khas motor miliknya, plat nomornya  dengan segala modifikasi yang pernah dilakukannya, tetap saja membutuhkan waktu lebih lama untuk menemukan motornya di antara ratusan motor lain yang mirip jika dibandingkan waktu yang dibutuhkan oleh teknologi dalam menemukan motornya.
Iya benar. Cara mengatasi tantangan menemukan motor bahkan kurang dari satu menit pada masa sekarang sebenarnya telah mampu dijawab oleh teknologi answer back system. Namun untuk sebagian maksud atau tujuan penulisan ini poinnya bukan itu, melainkan pembeda.Â
Setiap orang perlu membedakan segala sesuatu yang sama, serupa, mirip atau tampak identik. Perbedaan dibuat atau ada untuk mengenal atau mengenali serta membuat segala sesuatu di semesta berjalan seimbang dan berwarna. Karenanya perbedaan adalah realita sehingga seharusnya tidak dijadikan benang merah penyebab pecahnya persatuan seperti yang seringkali digemakan ketika kasus ujaran SARA dan ujaran kebencian atau semacamnya mengemuka.
Di berbagai bidang  ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, politik dan lainnya, terutama dalam kaitannya dengan data (statistik) hasil perbandingan dikenal istilah apples to apples dan apples to oranges untuk merujuk pada hasil pencarian data yang membutuhkan perbandingan. Apples to apples digunakan dalam suatu pembandingan dua hal yang seimbang atau setimbang, layak dibandingkan. Apples to oranges digunakan untuk menyebutkan suatu pembandingan dua hal yang tidak seimbang atau setimbang, tak tepat dibandingkan.
Kedua istilah pembanding digunakan untuk mengetahui mana yang lebih baik, lebih unggul, lebih layak atau nilai lebih lainnya atas dua obyek yang diperbandingkan. Hasil dari proses membandingkan dua obyek dengan kedua istilah tersebut cenderung merupakan upaya mencari dan menemukan perbedaan yang kemudian akan menentukan obyek mana yang cocok atau tepat untuk dipilih guna memenuhi keperluan, keinginan atau kebutuhan.
Dalam konteks lain, membandingkan dua obyek seringkali dikaitkan dengan beranalogi. Oleh karena analogi dimaknakan sebagai adanya persamaan atau persesuaian antara dua hal, benda atau bentuk yang berlainan, maka dalam konteks beranalogi fokusnya ada pada mempersamakan atau menyesuaikan. Sehingga hasil dari proses analogi adalah persamaan atau penyesuaian dua obyek yang dianalogikan.
Contoh analogi untuk maksud atau tujuan tulisan ini adalah sebuah meme bergambar potret diri seseorang yang disandingkan dengan gambar atau foto seekor monyet lengkap dengan kata atau kalimat provokasi yang menggiring pada persepsi bahwa potret diri tersebut menyerupai seekor monyet.
Analogi itu menunjukkan bahwa lewat media meme, seseorang ditengara sedang melakukan proses menyamakan atau menyesuaikan seorang manusia dengan seekor hewan. Selain proses menyamakan, meme tersebut juga cenderung melakukan proses pembandingan dua hal yang tidak seimbang atau setimbang, tak tepat untuk dibandingkan. Maka jika kemudian contoh meme itu diunggah ke media sosial maka bisa dipastikan bahwa aksi pengunggahannya adalah bentuk ujaran SARA atau ujaran kebencian.
Sehingga proses beranalogi dan pembandingan seperti contoh tersebut tentunya memiliki kecenderungan maksud atau tujuan merendahkan, menghina atau mengejek. Karenanya selain membedakan (banding), proses menyamakan atau menyesuaikan dua hal (analogi), benda atau bentuk lain semacam itulah yang menjadi maksud atau tujuan penulisan pembentukkan kosakata baru untuk memaknakan pembandingan dan beranalogi. Â
Selanjutnya untuk maksud atau tujuan penulisan, melakukan pembandingan dan/atau beranalogi untuk mengungkapkan atau upaya memunculkan dan menonjolkan  rasa, perbedaan, nilai lebih, kesamaan atau kesesuaian atas dua obyek dengan atau tanpa maksud dan tujuan tertentu atas hasil pembandingan dan/atau beranalogi yang diungkapkan atau dimunculkan dan ditonjolkan, akan disebut sebagai banalogi.
Proses banalogi juga menunjukkan bahwa tiap individu memiliki rasa dan naluri pembeda, penilai kelebihan atau kekurangan, penyama atau penyesuai guna mengungkap atau mengenali segala sesuatu itu lebih baik atau buruk, kuat atau lemah, unggul atau kalah, sama, sesuai, serupa, mirip, identik atau lainnya.
Banalogi adalah kata yang diambil dari akronim banding (pembandingan) dan analogi (beranalogi). Kemudian seseorang atau sekelompok orang yang melakukan banalogi atas segala sesuatu disebut banalogiur. Ini berarti bahwa banalogiur merupakan  pelaku atas apa yang dibanalogikan. Maksud dan tujuan pembandingan atau beranalogi oleh banalogiur tidak selalu mengungkap atau memunculkan dan menonjolkan perbedaan, nilai lebih, persamaan atau kesesuaian, tetapi juga mengungkapkan pembandingan atau analoginya untuk mempertanyaaan atau menggugah rasa keadilan, kebenaran, menunjukkan kesenjangan atau ketimpangan terhadap sesuatu yang seharusnya diterima, didapat atau dirasakan.Â
Setiap banalogi yang diungkapkan oleh para banalogiur tentu tidak semuanya bermuatan positif. Banalogi-banalogi yang diungkapkan tak jarang mengungkap atau memunculkan dan menonjolkan perbedaan, nilai lebih, persamaan atau kesesuaian yang di dalamnya tersirat maksud atau tujuan merendahkan, menghinakan, mengejek, menebarkan kebencian atau hal buruk lainnya kepada salah satu di antara dua obyek yang dibanalogikan. Sehingga banalogi jenis tersebut memiliki potensi negatif termasuk dalam cara orang merespon maksud atau tujuan terhadap obyek yang dibanalogikan. Tetapi alih-alih menghindarinya, jenis banalogi semacam ini di era digital justru semakin meningkat. Oleh karena banyak netizen melakukan banalogi bertipe negatif di berbagai media sosial lewat ujaran SARA atau ujaran kebencian.
Tetapi potensi negatif banalogi dengan maksud atau tujuan merendahkan, menghinakan, mengejek atau hal buruk lainnya tidak secara serta merta terdeteksi dengan jelas. Seringkali terkemas dalam bentuk perlakuan diskriminasi, perbedaan perlakuan atas status sosial, ujaran SARA atau ujaran kebencian yang terbaca samar sehingga membuat kegaduhan tanpa bisa dijerat hukum karena tak bisa dibuktikan.Â
Bahayanya adalah ketika banalogi yang diutarakan atau diujarkan dalam bentuk SARA atau ujaran kebencian menyiratkan provokasi, yang di dalamnya terselip arogansi atas perbedaan, nilai lebih, kesamaan atau kesesuaian satu obyek atas obyek lainnya, dan mengandung kejelasan unsur merendahkan, menghina, mengejek, menebar kebencian atau hal buruk lainnya sebagai upaya memunculkan atau menonjolkan perbedaan untuk menunjukkan superioritas terhadap inferioritas, mayoritas terhadap minoritas, si kuat terhadap si lemah atau lainnya, untuk maksud atau tujuan membangkitkan kemarahan atau tindakan menghasut--maka banalogi seperti demikian kita sebut dengan provokator atau banalogiur provokatif. Sederhananya, banalogiur adalah sang pembeda atau penyama.
***
Referensi
News.detik.com, Keliru Ambil Motor di Parkiran, Pemuda Ini Nyaris Dipolisikan. Aditya Mardiastuti. Rabu, 16 Desember 2020, 14:34 WIB.
Wartakota.Tribunnews.com. Polisi Bantah Ada Pencurian Motor di Citayam Fashion Week, tapi Cuma Salah Ambil di Parkiran. Editor: Yaspen Martinus, 26 Juli 2022, 13:52
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H