Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Banalogiur: Sang Pembeda atau Penyama

25 April 2024   12:13 Diperbarui: 25 April 2024   12:35 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: narabahasa.id pada artikel Harrits Rizqi Budiman judul Bermain Analogi

Dalam konteks lain, membandingkan dua obyek seringkali dikaitkan dengan beranalogi. Oleh karena analogi dimaknakan sebagai adanya persamaan atau persesuaian antara dua hal, benda atau bentuk yang berlainan, maka dalam konteks beranalogi fokusnya ada pada mempersamakan atau menyesuaikan. Sehingga hasil dari proses analogi adalah persamaan atau penyesuaian dua obyek yang dianalogikan.

Contoh analogi untuk maksud atau tujuan tulisan ini adalah sebuah meme bergambar potret diri seseorang yang disandingkan dengan gambar atau foto seekor monyet lengkap dengan kata atau kalimat provokasi yang menggiring pada persepsi bahwa potret diri tersebut menyerupai seekor monyet.

Analogi itu menunjukkan bahwa lewat media meme, seseorang ditengara sedang melakukan proses menyamakan atau menyesuaikan seorang manusia dengan seekor hewan. Selain proses menyamakan, meme tersebut juga cenderung melakukan proses pembandingan dua hal yang tidak seimbang atau setimbang, tak tepat untuk dibandingkan. Maka jika kemudian contoh meme itu diunggah ke media sosial maka bisa dipastikan bahwa aksi pengunggahannya adalah bentuk ujaran SARA atau ujaran kebencian.

Sehingga proses beranalogi dan pembandingan seperti contoh tersebut tentunya memiliki kecenderungan maksud atau tujuan merendahkan, menghina atau mengejek. Karenanya selain membedakan (banding), proses menyamakan atau menyesuaikan dua hal (analogi), benda atau bentuk lain semacam itulah yang menjadi maksud atau tujuan penulisan pembentukkan kosakata baru untuk memaknakan pembandingan dan beranalogi.  

Selanjutnya untuk maksud atau tujuan penulisan, melakukan pembandingan dan/atau beranalogi untuk mengungkapkan atau upaya memunculkan dan menonjolkan  rasa, perbedaan, nilai lebih, kesamaan atau kesesuaian atas dua obyek dengan atau tanpa maksud dan tujuan tertentu atas hasil pembandingan dan/atau beranalogi yang diungkapkan atau dimunculkan dan ditonjolkan, akan disebut sebagai banalogi.

Proses banalogi juga menunjukkan bahwa tiap individu memiliki rasa dan naluri pembeda, penilai kelebihan atau kekurangan, penyama atau penyesuai guna mengungkap atau mengenali segala sesuatu itu lebih baik atau buruk, kuat atau lemah, unggul atau kalah, sama, sesuai, serupa, mirip, identik atau lainnya.

Banalogi adalah kata yang diambil dari akronim banding (pembandingan) dan analogi (beranalogi). Kemudian seseorang atau sekelompok orang yang melakukan banalogi atas segala sesuatu disebut banalogiur. Ini berarti bahwa banalogiur merupakan  pelaku atas apa yang dibanalogikan. Maksud dan tujuan pembandingan atau beranalogi oleh banalogiur tidak selalu mengungkap atau memunculkan dan menonjolkan perbedaan, nilai lebih, persamaan atau kesesuaian, tetapi juga mengungkapkan pembandingan atau analoginya untuk mempertanyaaan atau menggugah rasa keadilan, kebenaran, menunjukkan kesenjangan atau ketimpangan terhadap sesuatu yang seharusnya diterima, didapat atau dirasakan. 

Setiap banalogi yang diungkapkan oleh para banalogiur tentu tidak semuanya bermuatan positif. Banalogi-banalogi yang diungkapkan tak jarang mengungkap atau memunculkan dan menonjolkan perbedaan, nilai lebih, persamaan atau kesesuaian yang di dalamnya tersirat maksud atau tujuan merendahkan, menghinakan, mengejek, menebarkan kebencian atau hal buruk lainnya kepada salah satu di antara dua obyek yang dibanalogikan. Sehingga banalogi jenis tersebut memiliki potensi negatif termasuk dalam cara orang merespon maksud atau tujuan terhadap obyek yang dibanalogikan. Tetapi alih-alih menghindarinya, jenis banalogi semacam ini di era digital justru semakin meningkat. Oleh karena banyak netizen melakukan banalogi bertipe negatif di berbagai media sosial lewat ujaran SARA atau ujaran kebencian.

Tetapi potensi negatif banalogi dengan maksud atau tujuan merendahkan, menghinakan, mengejek atau hal buruk lainnya tidak secara serta merta terdeteksi dengan jelas. Seringkali terkemas dalam bentuk perlakuan diskriminasi, perbedaan perlakuan atas status sosial, ujaran SARA atau ujaran kebencian yang terbaca samar sehingga membuat kegaduhan tanpa bisa dijerat hukum karena tak bisa dibuktikan. 

Bahayanya adalah ketika banalogi yang diutarakan atau diujarkan dalam bentuk SARA atau ujaran kebencian menyiratkan provokasi, yang di dalamnya terselip arogansi atas perbedaan, nilai lebih, kesamaan atau kesesuaian satu obyek atas obyek lainnya, dan mengandung kejelasan unsur merendahkan, menghina, mengejek, menebar kebencian atau hal buruk lainnya sebagai upaya memunculkan atau menonjolkan perbedaan untuk menunjukkan superioritas terhadap inferioritas, mayoritas terhadap minoritas, si kuat terhadap si lemah atau lainnya, untuk maksud atau tujuan membangkitkan kemarahan atau tindakan menghasut--maka banalogi seperti demikian kita sebut dengan provokator atau banalogiur provokatif. Sederhananya, banalogiur adalah sang pembeda atau penyama.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun