Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Baju Koko Tanpa Saku, Kok Bisa!

19 Maret 2024   04:46 Diperbarui: 19 Maret 2024   04:49 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini murni keresahan atau kritik personal saya pada para desainer, penjahit atau perancang baju koko tanpa saku. 

Sebenarnya kejengkelan saya sudah sampai pada puncaknya saat ketiga kalinya saya kembali harus membeli baju koko tanpa saku. Tetapi tidak tahu harus bagaimana dan kemana menyampaikannya. 

Serius! Kok bisa sih bikin baju koko tanpa saku, gimana konsepnya coba? Arghhh! Naifnya atau boleh dibilang bodohnya, meskipun tidak menyukai baju koko tanpa saku, saya mengalami beli baju koko tanpa saku sampai tiga kali puasa tiga kali lebaran. Kok bisa! 

Padahal ini tentang baju koko tanpa saku yang tidak disukai, yang jelas-jelas bukan tentang Bang Toyib yang tidak pulang-pulang meski sudah tiga kali puasa tiga kali lebaran. Apa sih ruginya baju koko dipakaikan saku?

Menurut dugaan saya, ada 4 (empat) alasan mengapa ada desain baju koko yang tidak menggunakan saku : 

1. Untuk memfasilitasi konsumen yang tidak menyukai keberadaan saku pada pakaian-pakaian atasan, termasuk baju koko. Konsumen yang tidak menyukai saku di pakaian atasan, cenderung ingin terlihat dan bergerak santai dengan pakaian yang dikenakannya walaupun banyak orang tahu bahwa baju koko bukan jenis pakaian santai. 

2. Baju koko lebih cocok dipadankan dengan bawahan celana panjang, terutama jenis celana pangsi yang dipastikan sudah memiliki saku. Sehingga baju koko polosan tanpa saku yang disetelkan dengannya, menciptakan keluwesan gerak di bagian atas pemakainya. 

3. Keberadaan saku dinilai merusak estetika desain baju koko sebab saku akan memunculkan pola jahitan tertahan atau tidak berkesan tegas dan menyulitkan pekerjaan penjahitnya. 

4. Seperti diketahui, banyak harga baju dijual dengan nominal yang berbeda bergantung ukuran untuk item baju yang sama. Perbedaan harga tersebut salah satunya karena ukuran bahan yang digunakan untuk ukuran baju lebih besar menghabiskan bahan atau kain lebih banyak. Keberadaan saku tentunya akan menambah bahan yang digunakan. Bikin Repot. 

Hanya saja, 4 (empat) alasan yang menjadi dugaan saya belum cukup menjawab rasa penasaran akan eksistensi desain baju koko tanpa saku. Usut tak punya usut, sebab bagi saya ide baju koko tanpa saku benar-benar kusut.

Tapi ternyata di persiapan puasa kali ini, sepertinya saya menemukan satu dugaan lain yang menjadi alasan baju koko didesain tanpa saku, yaitu hanya diperuntukkan pada momen lebaran sebagai fesyen lebaran. 

Sebab faktanya, tiga baju koko tanpa saku yang saya beli memang dibeli jelang lebaran. Dibeli karena tertarik dengan tawaran model couple keluarga, desainnya, bahannya dan warnanya. Terutama, ketiganya dipilihkan oleh istri saya untuk digunakan di hari raya. 

Artinya, ketidaksukaan saya akan baju koko tanpa saku memang bisa dikecualikan oleh kondisi tertentu. Tapi bagi saya, saku di baju koko tetap harus ada dan penting karena sejatinya baju koko adalah busana untuk beribadah bukan sekadar fesyen.  Apalagi sebatas lebaran. 

Baju koko yang pastinya digunakan untuk pakaian beribadah bagi kaum muslim, umumnya digunakan untuk ibadah solat, tahlilan, acara pengajian atau bolehlah sekali-kali untuk fesyen semisal pada acara lebaran atau kondangan pesta pernikahan bertema Islami.  Mengapa saku di baju koko penting? 

Untuk berbagai aktivitas ibadah seperti solat, tahlilan atau acara pengajian, sejumlah besar laki-laki muslim lebih sering memadankan baju koko dengan sarung. Sebuah sarung tentu saja tidak mempunya saku. 

Bayangkan betapa repotnya saya  ketika pada suatu acara tahlilan seusai ibadah solat harus membawa barang semisal tasbih, anak kunci , kaca mata baca lipat, telepon genggam, uang kontan untuk sedekah atau lainnya. Sementara untuk menggunakan tas di momen tersebut juga sesuatu yang dipandang tak tepat dan juga merepotkan. 

Sayangnya, kerepotan yang hanya bisa dijawab oleh baju koko bersaku, tidak saya dapatkan dari tiga baju koko yang saya punya di momen tiga kali puasa tiga kali lebaran. Selorohnya, ini berimbas pula pada momen kue lebaran yang tak bisa dibawa pulang karena baju koko tanpa saku. 

Terakhir kali saat saya ungkapkan keresahan ini, idenya adalah membuat saku sendiri melalui penjahit jalanan tapi belum terlaksana. Dengan adanya tantangan fesyen lebaran x Oktavia wijaya, bagaimana ya bagusnya mewujudkan ide membuat saku di baju koko tanpa saku? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun