Tetapi siapa sosok sang maestro penakluk banteng-banteng politik alias matador yang mampu membuat banteng-banteng politik yang selama ini dikenal kuat, ganas, solid atau gagah perkasa, kini terdengar mengembik?
Matador politik atau sebut saja matpol biasanya diusung oleh partai berlambang banteng dari internal kepartaian yang tentu saja merupakan kader atau bagian dari anggota partai berlambang banteng itu sendiri.
Seorang anggota atau kader banteng yang dinilai memiliki kemampuan dan berpotensi meraih massa, umumnya akan diusung sebagai calon baik untuk legislatif maupun eksekutif.
Akan tetapi, proses tersebut sepertinya mengabaikan potensi lain yang sebelumnya tidak dapat diduga oleh kalangan elite partai, yakni kemungkinan lahirnya seorang matpol yang bisa saja mengambil alih partisan dan simpatisan partai secara keseluruhan.
Dalam sejarah partai berlambang banteng, pernah terjadi suatu masa ketika tanpa elite partai sadari, telah mengundang masuk seseorang yang kelak ternyata adalah maestro matador politik atau maestro matpol, yang mendapatkan keahliannya dari genetik garis keturunan sang ayah. Â
Kader itu tak lain dan tak bukan adalah Megawati Soekarnoputri yang informasinya mulai bergabung dengan PDI pada tahun 1987 dan berhasil terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di debut pertamanya.
Meski kemudian tidak terpilih kembali, tetapi sejak itu nama Megawati Soekarnoputri mulai menjelma sebagai matador politik atau matpol. Terbukti pada tahun 1993, enam tahun setelah keanggotaannya, potensi yang terabaikan oleh elite partai berlambang banteng ketika itu telah membuat banteng-banteng mengembik dan menjadikan sang matador sebagai ketua umum Partai Demokrasi Indonesia.
Selanjutnya, walaupun pemerintah orde baru saat itu mencoba ikut campur untuk meruntuhkan sang matador dengan turut menginjeksi kongres PDI di Medan pada 1996 dan melenggangkan Soerjadi menjadi ketua umum untuk menciptakan dualisme kepemimpinan, sang matador tetap berdiri tegak di tengah banteng-banteng.
Rencana penaklukan sang matador ketika itu bahkan hingga melakukan penyerangan ke kantor pusat PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta, pada 27 Juli 1996. Kejadian yang kemudian dikenal sebagai 'Peristiwa Kudatuli' membuat Megawati Soekarnoputri tidak dapat mengikuti Pemilihan Presiden 1997.
Namun perjalanan sang matador dalam mengendalikan dan membuat banteng-banteng mengembik kembali menunjukkan tajinya selepas keruntuhan rezim orde baru.Â
Hal tersebut terjadi pada 1 Februari 1999 saat PDI berganti nama menjadi PDI Perjuangan dengan Megawati Soekarnoputri terpilih kembali sebagai ketua umum, dan menjadikannya seorang matador legenda di tubuh  partai. Â