Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Citratisasi dalam Dramaturgi Politik, Membongkar Aksi Blusukan, Kampanye dan Debat Para Kandidat Demokrasi

22 Januari 2024   19:12 Diperbarui: 23 Januari 2024   08:52 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak ada rahasia yang tidak diungkapkan oleh konten" 

- Generasi Topping-

Membangun citra egaliter bagi sebagian besar pelaku politik pada pemilu sekarang seolah menjadi penting sejak kemunculan sosok fenomenal pada pemilu 2014, yang memperkenalkan pendekatan merakyat dalam kehidupan demokrasi berpolitik di Indonesia.

Bila ditarik lebih ke belakang, pendekatan merakyat sosok tersebut sudah mulai dilakukan di Solo ketika maju pada pilkada Walikota Solo untuk periode 2005-2010 dan pada pemilihan Gubernur Jakarta di tahun 2012 lalu. Citra egaliter yang dibentuknya berhasil memenangkan dirinya jadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. 

Tingkat keberhasilan citra egaliter yang dibangunnya kemudian terbukti mampu membawa dirinya  menjadi Presiden Republik Indonesia. Dengan melahirkan branding ber-tagline "Jokowi adalah kita", yang dicetuskan oleh pakar political branding, Kiki Taher, Jokowi menjadi sosok fenomenal dalam sejarah politik Indonesia.

Meskipun pendekatan merakyat Jokowi, yang dikenal dengan blusukan pada awalnya menumbuhkan polemik antara citra yang sesungguhnya atau sekadar pencitraan, tetapi faktanya sekarang, banyak politikus mengikuti jejak blusukan Jokowi.

Tetapi yang menarik untuk dibahas adalah polemik tentang apakah blusukan yang dilakukan oleh Jokowi atau para politikus merupakan citra yang sesungguhnya melekat dalam diri pelaku blusukan atau hanya sekedar cara untuk membentuk dirinya menjadi sosok yang tampak egaliter di mata publik atau disebut pencitraan dengan maksud dan tujuan jelas, yaitu membidik konstituen.

Dalam perspektif positif, blusukan adalah konsep turun ke lapangan untuk melihat dan merasakan langsung guna mengetahui permasalahan yang terjadi. Sebuah pendekatan yang merakyat untuk bisa menciptakan keakraban, melahirkan keterlibatan emosional, menggali rasa dan keresahan yang terhalang batas, dan mencairkan perbedaan strata sosial.

Sedangkan dari sisi negatif yang didasarkan atas kecurigaan terhadap maksud dan tujuan blusukan, diperlukan pendalaman secara menyeluruh mengenai rekam jejak kehidupan orang-orang yang melakukannya. Namun untuk mengetahui kebenarannya bisa diawali dengan membandingkan buah durian dan kedondong serta menjadikan keduanya filosofi seumpama filosofi lilin.

Filosopi lilin adalah ketika seseorang menjadi penerang bagi sekitarnya tetapi tubuhnya sendiri habis terbakar. Sementara buah durian menggambarkan seseorang yang terlihat kasar tetapi manis dan lembut di dalamnya. Berbeda dengan buah kedondong yang menggambarkan seseorang yang tampak halus, bagus, mengkilap bagian luarnya bila dicuci dan dibersikan, tetapi bagian dalamnya yang memiliki rasa asam dan berserabut mewakili sifat, perilaku atau kekurangan yang disembunyikan.

Maka blusukan sebagai pencitraan tentu saja bukan filosofi lilin sebab aktivitas itu belum sampai pada menerangi sekitar dengan tidak memedulikan keadaan dirinya. Blusukan juga bukan filosofi buah durian karena aktivitas itu tidak memperlihatkan sebagai cara kasar atau buruk untuk menunjukkan kelembutan di baliknya. Oleh karena itu, filosofi yang cocok untuk menggambarkan pencitraan melalui blusukan cenderung mengarah pada filosofi buah kedondong.

Setelah mengetahui blusukan dari perspektif negatif dimaknakan sebagai pencitraan, yang dapat diuraikan dengan menggunakan filosofi buah kedondong, langkah selanjutnya untuk dapat mengatakan bahwa blusukan masuk ke dalam makna pencitraan adalah dengan mengetahui keseluruhan rekam jejak kehidupan atau isi kepala seorang pelakunya, dan ini sangat tidak mudah.                 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun