Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sentralisator Pansos Politik di Generasi Topping

27 Desember 2023   19:30 Diperbarui: 28 Desember 2023   08:11 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.alinea.id/politik/vulgarnya-psi-membajak-jokowi-b2icu9PvZ

Bila jadi follower saja mampu mendulang banyak suara dan bisa meraih kursi mengapa harus bersusah payah menjadi trend setter? Sebuah kalimat pertanyaan yang sekaligus juga bisa menjadi kalimat pernyataan terhadap apa yang terjadi pada dunia politik akhir-akhir ini.

Di era generasi topping (ngonten), ketika segala pencapaian dapat diraih dengan melakukan praktik pansos atau panjat sosial. Tanpa terkecuali dunia politik. Para politikus atau partai kini tidak harus melakukan upaya lebih keras untuk memperkenalkan, memasarkan atau membangun citra kepada masyarakat pemilih atau konstituen. Cukup melalukan cara pansos.

Pansos, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha yang dilakukan untuk mencitrakan diri sebagai orang yang mempunyai status sosial tinggi, dilakukan dengan cara mengunggah foto, tulisan dan sebagainya di media sosial.

Tetapi pemaknaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia serasa kurang lengkap bila tidak menambahkan unsur kepada apa atau siapa panjat sosial atas ungggahan foto, tulisan dan sebagainya di media sosial dilakukan dalam usaha mencitrakan diri sebagai orang yang mempunyai status sosial tinggi.

Oleh karenanya sangat tepat apabila dikatakan bahwa siapapun yang melakukan pansos adalah bagian dari generasi topping, yang memanfaatkan platform digital atau platform media sosial untuk mencapai keberhasilan atau keberuntungan melalui generasi topping berkarakter topping ke topping. Yaitu memanfaatkan produk kontennya melalui status sosial tinggi atau konten orang lain.

Pada dasarnya, generasi topping adalah para  pembuat konten yang kemudian menempelkan, melekatkan, menumpangkan, menebengkan atau menempatkan produk kontennya ke dalam platform digital atau platform media sosial untuk menarik minat atau perhatian publik. Maka makna pansos secara bahasa berkesesuaian dengan pengertian generasi topping, yang dengannya sama-sama ingin mencapai maksud dan tujuan.

Namun demikian, pansos merupakan salah satu karakter dari bagian karakter-karakter yang ada di generasi topping yang masuk ke dalam karakter topping ke topping, yang artinya tidak hanya memanfaatkan menu utamanya (platform digital maupun platform media sosial), melainkan juga menempelkan, melekatkan, menumpangkan, menebengkan atau menempatkan konten yang dibuat ke dalam konten orang lain, terutama konten yang telah memiliki predikat status sosial tinggi.

Maka jauh lebih luas pansos adalah usaha yang dilakukan untuk mencitrakan diri sebagai orang yang mempunyai status sosial tinggi, dilakukan dengan cara memproduksi konten, baik yang diunggah ke media sosial milik pribadi dengan membawa sosok orang berstatus sosial tinggi maupun dengan cara menempelkan, melekatkan, menebengkan atau menempatkan kontennya ke dalam konten orang lain yang telah memiliki citra sosial tinggi atau sedang mengalami fase viral atau yang sepadan dengannya,  yang menjadikan dan/atau berharap kontennya akan ikut mengalami posisi fase yang sama bahkan lebih.

Di masa pemilu seperti sekarang terutama pada masa-masa kampanye, ketika upaya memperkenalkan, memasarkan atau membangun citra diri jauh lebih efektif dan efisien dilakukan melalui jalur digital, ternyata cara-cara konvensional masih tetap dilaksanakan. Lihat saja bagaimana stiker, poster, spanduk atau baliho memenuhi ruang publik! Menempel, menggantung atau menancap di mana-mana.

Menariknya, pada cara-cara konvensional pun ternyata upaya pansos dengan cara menempelkan, melekatkan, menebengkan atau menempatkan citra diri ke citra orang lain atau kelompok lain tetap menunjukkan eksistensinya.

Banyak stiker, poster, spanduk atau baliho yang tampilannya tidak sekadar gambar atau foto sosok calegnya saja, melainkan menempatkan gambar atau foto sosok lain yang sudah memiliki status sosial tinggi. Tidak sedikit pula yang menambahkan deskripsi singkat yang mengkaitkan dirinya dengan gambar atau foto sosok berstatus sosial tinggi tersebut.

Akan tetapi tidak seperti pansos-pansos pada pemilu sebelumnya, di tahun politik ini upaya pansos bahkan cenderung mengarah pada satu sosok sentral. Sosok itu tidak lain dan tidak bukan adalah Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dan selama tidak melanggar aturan kampanye pemilu serta sosok orang atau sekelompok orang yang dijadikan media pansos termasuk Jokowi, tidak merasa dirugikan atau lebih jauh tidak ada etika atau hukum yang dilanggar, cara pansos sah-sah saja untuk dilakukan.

Menurut Ade Alawi, Dewan Redaksi Media Group dalam artikelnya di portal berita daring mediaindonesia.com, yang berjudul "Pansos Politik", strategi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengusung putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesar Pangarep, sebagai 'Depok Pertama' alias  calon Wali Kota Depok adalah marketing pansos.  Pertanyaan yang muncul, apakah PSI menilai Kaesang Pangarep sebagai sosok yang memiliki citra sosial tinggi untuk dipanjat?

Pada konteks lain, Kaesang Pangarep barangkali bisa dikatakan sudah memiliki status sosial tinggi, yang sesungguhnya tidak terlepas pula dari bayang-bayang Jokowi, ayahnya. Tetapi tentang politik, Kaesang Pangarep jelas belum memiliki status sosial tinggi jika tidak boleh disebut tidak memilikinya. 

Artinya, strategi pansos yang dijalankan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sejatinya menjadikan Kaesang panjatan sosial perantara yang sebenarnya berujung pada sosok Jokowi. Apa buktinya?

Salah satu bukti jelas adalah bahwa Kaesang Pangarep putra bungsu Jokowi. Kalau bukan karena ada sosok Jokowi di baliknya, Kaesang Pangarep tentu bukanlah sosok berstatus sosial politik tinggi yang dapat dipanjat hingga diangkat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tanpa proses kaderisasi hanya dalam waktu dua hari setelah jadi anggota.  

Bukti lain yang menunjukkan bahwa sentralisator pansos politik Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah Jokowi yaitu deskripsi singkat yang tertera di hampir seluruh poster, spanduk atau baliho caleg-calegnya yang berbunyi 'Ikut Jokowi, Pilih PSI".

Bagi pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Nur Hidayat Sardini menilai klaim dukungan Jokowi dilakukan partai tertentu untuk meraup dukungan dari pemilu 2024, "Sesuai pengamatan saya, justru itu yang dinikmati PSI kan, dia memanfaatkan endorsement Pak Jokowi untuk kemenangan dia", tutur Nur Hidayat Sardini melalui sambungan telepon, Sabtu (9/12/2023), regional.kompas.com. 

Langkah politik Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang melakukan gerak cepat dalam mengambil alih minat Kaesang Pangarep untuk terjun ke dunia politik boleh dibilang sebagai strategi cerdas atau manuver politik yang tidak bisa dipandang sebelah mata, terlebih oleh Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.

Tapi dalam bahasa lain, strategi cerdas atau manuver politik Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah pansos politik dengan panjatan sosial sosok sentral seorang Jokowi melalui perantara sosok Kaesang Pangarep dan deksripsi singkat "Ikut Jokowi, Pilih PSI", meskipun tidak ada perkataan atau pernyataan Jokowi yang secara khusus atau personal akan memilih PSI di tengah isu penghianatan kecuali tentang netralitas pemilu. Bagi PSI, Kaesang Pangarep adalah representasi Jokowi untuk ikut pilih PSI.

Dengan demikian, selain kurang tepat rasanya bila Jokowi dikatakan sebagai endorsement, sebab tidak ada aktivitas promosi Jokowi untuk bertanggung jawab terhadap Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jokowi lebih tepat disebut sosok pansos sentral karena sampai saat ini masih dianggap sebagai sosok yang mempunyai efek ekor jas dan efek bandwagon, yang akan mampu mengubah hasil peraihan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk menembus ambang batas dan lolos ke parlemen dengan cara mengangkat Kaesang Pangarep jadi Ketua Umum dan menebar deskripsi "Ikut Jokowi, Pilih PSI" sebagai unsur panjat sosialnya.

Sedangkan di luar Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sosok Jokowi sebagai sentralisator pansos politik di generasi topping, yang dinilai memiliki kekuatan dua efek politik tadi juga cenderung tampak pada pemilihan dan pengajuan pencalonan wakil presiden untuk pasangan Prabowo Subianto, yang berakhir pada terpilihnya Gibran Rakabuming Raka, yang juga merupakan putra Presiden Jokowi sebagai pendamping pencalonan Prabowo Subianto.   

Maka patut diduga keras bahwa majunya Gibran sebagai calon wakil presiden (bukan calon presiden) tidak harus diapresiasi dengan atau sebagai narasi politik dinasti atau dinasti politik, melainkan cara pansos yang mengarah pada sosok sentral Jokowi yang lagi-lagi dinilai memiliki kekuatan efek ekor jas dan efek bandwagon oleh koalisi partai yang mengusung dan memasangkannya dengan pencalonan Prabowo Subianto sebagai presiden. 

Terakhir, efektif atau tidaknya cara pansos dalam meraih tujuan politik tentu saja baru bisa dibuktikan pada hasil perolehan suara di Februari nanti.

Referensi

https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2814-pansos-politik

https://regional.kompas.com/read/2023/12/09/225637078/psi-klaim-dukungan-jokowi-dalam-baliho-kampanye-pengamat-manfaatkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun