Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Viral Dulu Aja ISBN Kemudian

4 Desember 2023   18:31 Diperbarui: 4 Desember 2023   18:39 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Heryunanto/Kompas.id

"Don't judge a book by its cover" kali ini bukan sebuah kalimat metafora. Kalimat itu benar-benar sebuah gambaran untuk menilai isi sebuah buku.

Jika dahulu setiap pembaca menilai isi buku berdasar judul, sampul buku baik dari gambar, blurb, ISBN, testimoni atau status best seller, dan lewat promosi semacam review atau sinopsis, rekomendasi dan bedah buku, di generasi topping hal demikian sepertinya tidak terlalu dibutuhkan lagi.  

Pasalnya, sebelum menjadi sebuah buku, berbagai isi tulisan kini sudah bisa diperkenalkan atau dipublikasi lewat berbagai platform digital juga platform media sosial.  Bahkan bagi beberapa penulis, media digital seolah menjadi sebuah keunggulan sebab tulisan bisa dikelola dengan cara menayangkannya bagian per bagian.   

Para penulis atau sebut saja content writer di era digital dapat mempublikasikan tulisan tanpa keharusan mengetok pintu atau mengemis-ngemis berbagai media cetak atau penerbit hanya untuk sekadar ingin mempublikasi tulisan baik artikel, puisi-puisi, kisah nyata, cerita pendek, cerita bersambung, novel atau beragam jenis tulisan lainnya.

Eksistensi media digital bagi penulis, terutama bagi para penulis amatir, pemula atau yang sedang berjuang membukukan tulisannya adalah oase di tengah padang pasir. Tanpa harus berpikir bagaimana mendapatkan ISBN, mereka dapat memposting dan membagikan hasil karya tulisannya. 

Berdasarkan fakta yang ada, setidaknya di generasi topping, yang terpenting adalah berusaha membuat konten tulisan yang menarik agar ketika diposting dan dibagikan ke berbagai platform digital terutama paltform media sosial kemudian mendapat atensi publik sampai pada tahap tertentu lalu meraih fase viral. 

Fase itulah yang akan membawa penulis ke kondisi sukseskadabra, yang dalam kondisi tersebut tulisan viralnya memiliki potensi keberlanjutan keberhasilan atau keberuntungan seperti undangan ke berbagai program acara televisi atau podcast, tawaran kolaborasi dengan para story telling, mendapatkan tawaran penerbitan buku, penawaran pembuatan produksi film untuk tulisan viralnya, atau lainnya.   

Masa kejayaan penulis digital cenderung dimulai dari masa kejayaan para blogger. Salah satu contoh blogger Indonesia yang terbilang sukses adalah Raditya Dika. Namun seiring pertumbuhan dan perkembangan beranek ragam aplikasi dunia tulis menulis digital, media blog mulai meredup, dan tergantikan oleh bermacam aplikasi atau platform tulis menulis digital, termasuk di dalamnya platform media sosial.

Maka media digital bagi para penulis sebenarnya telah menjadi media yang lebih sakti daripada ISBN. Seperti ISBN yang tidak dapat menjamin bahwa sebuah buku mempunyai mutu atau kualitas, begitupun sesungguhnya tulisan viral. Akan tetapi, tulisan viral sangat berpotensi komersial atau mempunyai nilai jual dan mampu menarik atensi banyak pembaca. 

Oleh sebab itu ketimbang mengejar pengakuan yang nyata-nyata belum tentu diatensi pembaca apalagi dibeli para pecinta literasi dalam konteks poser literasi, di tengah krisis ISBN, media digital bagi penulis merupakan surga yang di dalamnya mengalir peluang-peluang yang sejauh ini tak bisa diduga sebelumnya. 

Kalau dulu misalnya, seorang penulis membutuhkan waktu berminggu hingga berbulan hanya untuk mengetahui hasil karya tulisan layak tayang atau dipublikasi bahkan dibukukan, sekarang hanya dalam beberapa menit saja tulisan dapat dipublikasi dan dengan merogoh uang kocek sendiri sebuah tulisan dapat dibukukan. 

Soal penghasilan terkait mana yang lebih menjanjikan adalah keberlanjutan nantinya. Sebab bagi penulis meksipun belum tentu sepakat, hal yang lebih utama adalah kepuasan dalam menghasilkan tulisan apalagi ketika tulisannya mendapat apresiasi atau atensi pembaca. Sementara media digital adalah cara cepat untuk meraih sebagian besar kepuasan itu ketimbang memburu ISBN yang juga belum tentu juntrungannya. 

Walaupun demikian, ISBN tentu bukan sebuah alergi bagi tulisan yang hendak dibukukan apalagi harus dihindari. Tetapi di generasi topping, tulisan bergenre apapun pesannya adalah 'viral dulu aja' ISBN menyusul kemudian. 

Itulah yang tergambar dari beberapa buku yang naik cetak di era digital berdasarkan kisah atau cerita viral. Buku-buku yang naik cetak berlatar belakang kisah atau cerita viral terutama di Indonesia memang lebih banyak buku-buku bergenre horor atau mistis dan fiksi. 

Sebut saja misalnya, buku berjudul "KKN di Desa Penari" karya Simpleman, "Mencari Saranjana" karya Gusti Gina, "Di Ambang Kematian" karya Jero, yang termasuk buku bergenre horor atau mistis. Kemudian ada buku-buku fiksi yang diangkat dan diterbitkan dari penulis cerita Alternative Universe atau AU yang sedang ramai di media sosial Twitter (X) atau jenis cerita fiksi lainnya dari aplikasi cerita seperti Wattpad, Fizzo Novel, Novelist atau lainnya. 

Selanjutnya ada buku fiksi bergenre novel flash fiction yang beranjak dari latar belakang keseharian yang mulanya dikreasikan secara apik melalui instagram oleh Marcella FP hingga melahirkan terbitan buku, yang juga dipromosi dan direkomendasi dengan cara unik melalui sebuah playlist di spotify, dengan judul Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI). Sehingga ketika membaca bukunya, para pembaca sekaligus dapat meniktmati lagu-lagu yang telah dipilihkan dan dapat membangun emosi pembaca. 

Menyaksikan fakta-fakta tentang buku-buku yang terbit dari bagian-bagian kisah atau cerita maupun cara penyajian yang kreatif setelah meraih fase viral, hal ini menunjukkan bahwa yang terpenting 'viral dulu aja', ISBN soal nanti. Artinya, krisis ISBN seharusnya tidak menjadi penghalang untuk terus berkarya.

Terkait buku-buku yang terbit akibat tulisan viral di luar genre horor atau mistis dan fiksi barangkali sudah ada hanya tidak terlalu menonjol hingga tenggelam digerus berbagai informasi viral lainnya. 

Tetapi satu pertanyaan yang membuat penasaran adalah fase viral yang pernah diraih oleh seorang penulis muda dengan tulisan berjudul 'Warisan', mengapa dengan tulisan-tulisannya yang dinilai bernas, penulis muda ini tak menerbtikan buku? Mengapa tak satu pun penerbit menawarkannya untuk membuat kumpulan tulisan-tulisannya menjadi sebuah buku?

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun