Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sosialaba di Generasi Topping: Saat Bikin Close Donasi Kenapa Begitu Jadi Open Donasi?

26 Agustus 2023   15:56 Diperbarui: 26 Agustus 2023   16:31 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Diolah dari fxfuel.com; Pinterest, Dinno. B, Topping Es Krim/lifestyle.okezone.com; asdagoodliving.co.uk, Dhiya. AA/idntimes.com

Beberapa waktu lalu jagat maya kembali dibuat bising oleh kontroversi seseorang yang bisa dikatakan telah meraih sukses dalam konteks sukseskadabra. Seorang generasi topping dari sekian banyak generasi topping lainnya yang mendapatkan sukseskadabra melalui konten yang masuk kategori karakter generasi prokonsen atau sembarang topping.  

Seorang wanita yang viral dan dikenal melalui konten pamer status kekayaan dengan membandingkan antara dirinya yang kongko di mal mewah dan orang-orang yang kongko di pinggir jalan. Tetapi konten itu meskipun menuai banyak hujatan, juga mendapat respon balik dari seorang artis ternama hingga konten nirfaedah itu semakin viral. Inilah salah satu bentuk sukseskadabra di generasi topping.

Informasi lanjutan tentang tokoh viral tersebut muncul dengan serentetan berita provokatif, kontroversi atau sensasi. Mulai dari perseteruannya dengan beberapa artis, mengaku hamil di luar nikah sampai membuka donasi untuk biaya proses kelahiran dan membeli keperluan calon bayinya.

Sejauh ini, sudah banyak sukseskadabra yang lahir di generasi topping. Termasuk popularitas yang didapat oleh orang-orang yang mengunggah hasil kreasi kontennya secara konsisten, yang suatu ketika menerima 'kadabra' (boom atau eureka) sebagai buah dari konsistensinya.

Contohnya, ada seorang tokoh populer digital yang mendapatkan sukseskadabra atas konsistensinya dalam mengunggah konten berupa foto selfie atau swa-foto Non-Fungible Token (NFT) yaitu Sultan Gustaf Al Ghozali alias Ghozali Everyday. Konsistensi Ghozali Everyday dalam mengunggah konten berupa foto selfie atau swa-foto di platform digital OpenSea sejak lima tahun terakhir, yang mulanya dianggap sepele bahkan oleh dirinya sendiri terbukti membuahkan cuan. 

Konsistensi juga dilakukan oleh banyak generasi topping dan berbuah sukseskadabra. Meskipun konsistensi mereka dalam mengunggah konten tidak selalu dalam konteks yang bernilai positif, tapi kenyataannya, sukseskadabra bisa diraih oleh siapa saja dan dengan konten berkarakter apa saja.

Begitu pula dengan apa yang terjadi pada tokoh viral dengan konten berkarakter prokonsen atau sembarang topping tadi, yang tampaknya tidak berawal dari konsistensi ketika mendapatkan sukseskadabranya. Tetapi tokoh populer berjenis kelamin perempuan yang satu itu kini telah tampak menunjukkan konsistensinya dalam mengunggah konten. Konsistensi dengan unggahan berupa konten berkarakter prokonsen.

Serangkaian unggahan konten yang konsisten dilakukan dengan karakter provokasi, kontroversi atau sensasi (prokonsen). Bagaimana tokoh viral itu tidak dimasukkan ke dalam kategori generasi topping berkarakter prokonsen? Sukseskadabranya saja dimulai dengan konten pamer dengan membuat perbandingan kaya miskin dalam konteks pamer dan perbandingan yang mengandung unsur provokasi, kontroversi atau sensasi.

Baca juga: Sosialaba

Selanjutnya diketahui bahwa tokoh tersebut konsisten pada konten perseteruannya dengan beberapa artis, pamer kekayaan, foto-foto yang menarik perhatian netizen, kisah asmara penuh sensasi, mengaku pelakor, ditinggalkan, dan hamil di luar nikah, lalu buka donasi untuk biaya proses kelahiran dan membeli keperluan calon bayinya.

Untuk konten buka donasi demi membiayai proses kelahiran dan membeli keperluan calon bayinya kelak, yang juga mengandung unsur provokasi, kontroversi atau sensasi, sepertinya lebih mengarah pada aksi sosialaba. Suatu aksi yang menunjukkan bahwa sosialaba bisa lahir di generasi topping dan eksis di dunia digital. Tapi apakah buka donasi yang dilakukan tokoh viral itu dapat disebut sosialaba?

Berdasarkan informasi yang di dapat dari media daring, alasan dibukanya donasi adalah untuk membiayai proses kelahiran, membeli keperluan bayi, kebutuhan untuk makan selama hamil yang kabarnya menghabiskan Rp 1 juta dalam sehari, dan tidak mau merepotkan keluarga atau membebani orang tua. Alasan terakhirnya sungguh menyentuh hati dan jiwa tetapi untuk alasan lainnya lagi-lagi mengandung unsur provokasi, kontroversi atau sensasi. Di mana kandungan unsurnya?

Seperti diketahui bahwa sebelum membuka donasi, netizen telah mendapatkan informasi secara terbuka tentang kehidupan bisnisnya, aktifitas media sosialnya, kekayaan yang dipamerkannya, kisah asmara beraroma sensasinya, yang bahkan diceritakan secara vulgar bagian sensualnya hingga pengakuannya ditinggalkan oleh sang kekaish setelah hamil di luar nikah.

Semua informasi itu menimbulkan kontrakdiksi terhadap donasi yang dibukanya. Kontradiksi ini merupakan salah satu pendeteksi akan adanya unsur kontroversi, provokasi atau sensasi di dalamnya. Kontradiksi itu juga memunculkan sebuah pertanyaan, "Saat bikin close donasi kenapa begitu jadi open donasi?".

Sebuah pertanyaan bernada sindiran yang tepat pula diajukan sebagai bahan rujukan bagi kepantasan adab atau etika pergaulan, yang tentu saja di dunia digital tidak masuk dalam ranah aturan. Pertanyaan sindiran yang memaknakan sebuah perbuatan kontra berdasar sebab-akibat, yang dimaknai saat bikinnya tertutup, tidak mengajak atau melibatkan orang lain, enak atau nikmatnya tidak dirasakan orang lain tapi begitu benihnya jadi, kok orang lain diajak ikut andil atau dilibatkan dengan ajakan berdonasi.

Pada konteks generasi baby boomer dan generasi X, kejadian semacam itu biasa disinggung dalam sebuah lagu 'Air Mata Perkawinan' yang dirilis tahun 2005 dan dinyanyikan oleh Mansyur. S, yang merepresentasikan (kerugian) derita seorang suami ketika mendapatkan seorang istri yang 'sesuatunya' didahului (diambil) orang lain. Lebih jelasnya, tersirat dalam baris lirik yang berbunyi 'orang makan nangkanya... aku dapat getahnya'.

Sebaris lirik yang identik dengan seorang laki-laki tak bertanggungjawab (makan nangkanya) tapi netizen yang dikenakan tanggung jawab (kena getahnya). Namun mengingat tidak ada netizen yang dirugikan dalam berdonasi, meskipun kabarnya di antara mereka yang ikut berdonasi banyak yang berdonasi dengan nominal hanya Rp1 tetapi mereka melakukannya tidak dalam paksaan atau ditipu daya. Jadi kegiatan sosial dalam konteks donasi yang dibuka tokoh viral berkarakter prokonsen di generasi topping itu, belum bisa mengarah pada sosialaba.

Di luar kontradiksi, provokasi, kontroversi atau sensasi yang menjadi cara sang tokoh viral melalui buka donasi untuk proses kelahiran bayi dan membeli keperluan calon bayinya agar bayinya dapat menerima pelayanan terbaik dan menggunakan produk terbaik tanpa peduli hujatan, ejekan, cemoohan orang, sebagai orang tua yang sudah memiliki dua anak saya angkat topi. Sebab buah hati adalah segalanya.

Berdasarkan informasi yang di dapat dari media daring, alasan dibukanya donasi adalah untuk membiayai proses kelahiran, membeli keperluan bayi, kebutuhan untuk makan selama hamil yang kabarnya menghabiskan Rp 1 juta dalam sehari, dan tidak mau merepotkan keluarga atau membebani orang tua. Alasan terakhir sungguh menyentuh hati dan jiwa tetapi untuk alasan lainnya lagi-lagi mengandung unsur provokasi, kontroversi atau sensasi. Di mana kandungan unsurnya?

Seperti diketahui bahwa sebelum membuka donasi, netizen telah mendapatkan informasi secara terbuka tentang kehidupan bisnisnya, aktifitas media sosialnya, kekayaan yang dipamerkannya, kisah asmara beraroma sensasinya, yang bahkan diceritakan secara vulgar bagian sensualnya hingga pengakuannya ditinggalkan oleh sang kekaish setelah hamil di luar nikah.

Semua informasi itu menimbulkan kontrakdiksi terhadap donasi yang dibukanya. Kontradiksi ini merupakan salah satu pendeteksi akan adanya unsur kontroversi, provokasi atau sensasi di dalamnya. Kontradiksi itu juga memunculkan sebuah pertanyaan, "Saat bikin close donasi kenapa begitu jadi open donasi?".

Sebuah pertanyaan bernada sindiran yang tepat pula diajukan sebagai bahan rujukan bagi kepantasan adab atau etika pergaulan, yang tentu saja di dunia digital tidak masuk dalam ranah aturan. Pertanyaan sindiran yang memaknakan sebuah perbuatan kontra berdasar sebab-akibat, yang dimaknai saat bikinnya tertutup, tidak mengajak atau melibatkan orang lain, enak atau nikmatnya tidak dirasakan orang lain tapi begitu benihnya jadi, kok orang lain diajak ikut andil atau dilibatkan dengan ajakan berdonasi.

Pada konteks generasi baby boomer dan generasi X, kejadian semacam itu biasa disinggung dalam sebuah lagu 'Air Mata Perkawinan' yang dirilis tahun 2005 dan dinyanyikan oleh Mansyur. S, yang merepresentasikan (kerugian) derita seorang suami ketika mendapatkan seorang istri yang telah didahului orang lain. Lebih jelasnya, tersirat dalam baris lirik yang berbunyi 'orang makan nangkanya... aku dapat getahnya'.

Sebaris lirik yang identik dengan seorang laki-laki tak bertanggungjawab (makan nangkanya) tapi netizen yang dikenakan tanggung jawab (kena getahnya). Namun mengingat tidak ada netizen yang dirugikan dalam berdonasi, meskipun kabarnya di antara mereka yang ikut berdonasi banyak yang berdonasi dengan nominal hanya Rp1 tetapi mereka melakukannya tidak dalam paksaan atau ditipu daya. Jadi kegiatan sosial dalam konteks donasi yang dibuka tokoh viral berkarakter prokonsen di generasi topping itu, belum bisa mengarah pada sosialaba.

Di luar kontradiksi, provokasi, kontroversi atau sensasi yang menjadi cara sang tokoh viral melalui buka donasi untuk proses kelahiran bayi dan membeli keperluan calon bayinya agar bayinya dapat menerima pelayanan terbaik dan menggunakan produk terbaik tanpa peduli hujatan, ejekan atau cemoohan orang, sebagai orang tua yang sudah memiliki dua anak saya angkat topi. Sebab buah hati adalah segalanya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun