Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sosialaba di Generasi Topping: Saat Bikin Close Donasi Kenapa Begitu Jadi Open Donasi?

26 Agustus 2023   15:56 Diperbarui: 26 Agustus 2023   16:31 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan informasi yang di dapat dari media daring, alasan dibukanya donasi adalah untuk membiayai proses kelahiran, membeli keperluan bayi, kebutuhan untuk makan selama hamil yang kabarnya menghabiskan Rp 1 juta dalam sehari, dan tidak mau merepotkan keluarga atau membebani orang tua. Alasan terakhirnya sungguh menyentuh hati dan jiwa tetapi untuk alasan lainnya lagi-lagi mengandung unsur provokasi, kontroversi atau sensasi. Di mana kandungan unsurnya?

Seperti diketahui bahwa sebelum membuka donasi, netizen telah mendapatkan informasi secara terbuka tentang kehidupan bisnisnya, aktifitas media sosialnya, kekayaan yang dipamerkannya, kisah asmara beraroma sensasinya, yang bahkan diceritakan secara vulgar bagian sensualnya hingga pengakuannya ditinggalkan oleh sang kekaish setelah hamil di luar nikah.

Semua informasi itu menimbulkan kontrakdiksi terhadap donasi yang dibukanya. Kontradiksi ini merupakan salah satu pendeteksi akan adanya unsur kontroversi, provokasi atau sensasi di dalamnya. Kontradiksi itu juga memunculkan sebuah pertanyaan, "Saat bikin close donasi kenapa begitu jadi open donasi?".

Sebuah pertanyaan bernada sindiran yang tepat pula diajukan sebagai bahan rujukan bagi kepantasan adab atau etika pergaulan, yang tentu saja di dunia digital tidak masuk dalam ranah aturan. Pertanyaan sindiran yang memaknakan sebuah perbuatan kontra berdasar sebab-akibat, yang dimaknai saat bikinnya tertutup, tidak mengajak atau melibatkan orang lain, enak atau nikmatnya tidak dirasakan orang lain tapi begitu benihnya jadi, kok orang lain diajak ikut andil atau dilibatkan dengan ajakan berdonasi.

Pada konteks generasi baby boomer dan generasi X, kejadian semacam itu biasa disinggung dalam sebuah lagu 'Air Mata Perkawinan' yang dirilis tahun 2005 dan dinyanyikan oleh Mansyur. S, yang merepresentasikan (kerugian) derita seorang suami ketika mendapatkan seorang istri yang 'sesuatunya' didahului (diambil) orang lain. Lebih jelasnya, tersirat dalam baris lirik yang berbunyi 'orang makan nangkanya... aku dapat getahnya'.

Sebaris lirik yang identik dengan seorang laki-laki tak bertanggungjawab (makan nangkanya) tapi netizen yang dikenakan tanggung jawab (kena getahnya). Namun mengingat tidak ada netizen yang dirugikan dalam berdonasi, meskipun kabarnya di antara mereka yang ikut berdonasi banyak yang berdonasi dengan nominal hanya Rp1 tetapi mereka melakukannya tidak dalam paksaan atau ditipu daya. Jadi kegiatan sosial dalam konteks donasi yang dibuka tokoh viral berkarakter prokonsen di generasi topping itu, belum bisa mengarah pada sosialaba.

Di luar kontradiksi, provokasi, kontroversi atau sensasi yang menjadi cara sang tokoh viral melalui buka donasi untuk proses kelahiran bayi dan membeli keperluan calon bayinya agar bayinya dapat menerima pelayanan terbaik dan menggunakan produk terbaik tanpa peduli hujatan, ejekan, cemoohan orang, sebagai orang tua yang sudah memiliki dua anak saya angkat topi. Sebab buah hati adalah segalanya.

Berdasarkan informasi yang di dapat dari media daring, alasan dibukanya donasi adalah untuk membiayai proses kelahiran, membeli keperluan bayi, kebutuhan untuk makan selama hamil yang kabarnya menghabiskan Rp 1 juta dalam sehari, dan tidak mau merepotkan keluarga atau membebani orang tua. Alasan terakhir sungguh menyentuh hati dan jiwa tetapi untuk alasan lainnya lagi-lagi mengandung unsur provokasi, kontroversi atau sensasi. Di mana kandungan unsurnya?

Seperti diketahui bahwa sebelum membuka donasi, netizen telah mendapatkan informasi secara terbuka tentang kehidupan bisnisnya, aktifitas media sosialnya, kekayaan yang dipamerkannya, kisah asmara beraroma sensasinya, yang bahkan diceritakan secara vulgar bagian sensualnya hingga pengakuannya ditinggalkan oleh sang kekaish setelah hamil di luar nikah.

Semua informasi itu menimbulkan kontrakdiksi terhadap donasi yang dibukanya. Kontradiksi ini merupakan salah satu pendeteksi akan adanya unsur kontroversi, provokasi atau sensasi di dalamnya. Kontradiksi itu juga memunculkan sebuah pertanyaan, "Saat bikin close donasi kenapa begitu jadi open donasi?".

Sebuah pertanyaan bernada sindiran yang tepat pula diajukan sebagai bahan rujukan bagi kepantasan adab atau etika pergaulan, yang tentu saja di dunia digital tidak masuk dalam ranah aturan. Pertanyaan sindiran yang memaknakan sebuah perbuatan kontra berdasar sebab-akibat, yang dimaknai saat bikinnya tertutup, tidak mengajak atau melibatkan orang lain, enak atau nikmatnya tidak dirasakan orang lain tapi begitu benihnya jadi, kok orang lain diajak ikut andil atau dilibatkan dengan ajakan berdonasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun