Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Aksiotas, Menembus Batas Pembuktian Hukum Melalui Aksioma

8 Agustus 2023   11:52 Diperbarui: 10 Agustus 2023   14:30 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Dokumentasi Pribadi

Maka, hukum akan menggiringnya pada konsekuensi sebaliknya, yaitu melakukan pelanggaran hukum atas berita bohong (hoax), fitnah, pencemaran nama baik atau pasal-pasal hukum yang setara dengannya. Pasal yang selanjutnya lebih dikenal sebagai pasal karet.

Ada banyak contoh kasus terkait aksioma terbatas, salah satunya datang dari dunia pendidikan ketika memasuki musim Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). 

Berdasarkan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB, seorang peserta didik baru dapat mendaftar dengan ketentuan memenuhi salah satu jalur dari empat jalur resmi yang ditetapkan. Yaitu jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur perpindahan tugas orang tua atau wali dan jalur prestasi. Lantas apa hubungan empat jalur resmi tersebut dengan aksiotas?  

Setiap jelang pembukaan pendaftaran peserta didik baru, ternyata istilah jalur belakang, siswa titipan atau 'bangku kosong' kembali tampil ke permukaan. 

Di salah satu wilayah Jabodetabek, seorang ibu rumah tangga yang juga berprofesi sebagai guru di sana memberi penjelasan bahwa istilah jalur belakang, siswa titipan atau bangku kosong sudah menjadi rahasia umum terkait empat jalur resmi pendaftaran yang dirahasia umumkan sebatas formalitas. 

Penjelasan yang diberikan pastinya mengacu pada apa yang didengar, dilihat dan dialaminya secara langsung, baik sebagai seorang ibu (orang tua murid) maupun guru.  

Formalitas yang dimaksud adalah agar proses pendaftaran berdasar empat jalur resmi untuk memenuhi 100% kuota sebuah sekolah tampak tetap dilakukan. 

Sementara nama-nama pendaftar yang akan terpampang kemudian dalam daftar pemenuhan kuota peserta didik baru, akan diambil alih, diutamakan atau diisi oleh mereka yang lewat jalur belakang, siswa titipan atau bangku kosong dengan porsi persentase yang jauh lebih besar ketimbang jalur resminya.

Proses pengambilalihan, pengutamaan atau pengisian pemenuhan kuota bagi jalur belakang, siswa titipan atau bangku kosong tentunya bukan proyek tolong-menolong. 

Hal itu terjadi dengan kesepakatan sejumlah uang yang harus dan sudah disetorkan. Semakin tinggi nominal yang disetorkan maka semakin kuatlah posisi nama peserta didik masuk dalam daftar urutan.

Kondisi seperti demikian tentu saja merupakan praktik jual beli bangku. Sebuah praktik pungutan tidak resmi atau yang biasa dikatakan dengan istilah pungli. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun