Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ingat! Bukan Pensiun, Motivator Telah Mati

29 November 2022   11:18 Diperbarui: 29 November 2022   11:26 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengapa ion negatif justru bermanfaat? Mengapa min kali min sama dengan plus (- x - = +)? Mengapa angry birds (burung-burung pemarah) justru menuai sukses? Mengapa para bintang pornografi yang menghasilkan kekayaan melimpah tidak menjadi  sumber inspirasi? Mengapa para motivator profesi tidak pernah berkisah tentang orang-orang yang berhasil (sukses) dari sektor judi, bisnis esek-esek, narkoba atau bidang negatif (haram) lainnya?

Sederhana. Sebab sejauh ini akalbudi (mindset) kita cenderung diarahkan dalam postulat positifitas. Sehingga untuk sekadar mengetahui fakta bahwa dari negativitas, orang juga bisa membentuk pemahaman untuk belajar, menghindari, dan memotivasi diri agar tidak terjebak pada suasana hati palsu---nyaris tidak pernah kita ketahui.

Selaras dengan paparan Mark Manson tentang kebahagiaan yang bisa diraih dengan menyingkirkan rumus berpikir positif yang menjejali buku-buku motivasi. Mark beranggapan anjuran berpikir postifif membuat orang-orang terjebak pada suasana hati yang palsu. Demikian pula dengan apa yang dijejali oleh para motivator profesi pada masa keemasannya. 

Padahal seorang motivator seharusnya mengungkapkan semua prosesnya secara utuh. Baik dari sisi positif maupun negatif. Barangkali karena postulat positifitas yang telah telanjur digaungkan, eksistensi para pemburu cuan di internet akhirnya menunjukkan paradoksnya dengan membuktikan bahwa negativitas juga bisa ikut ambil bagian dalam berburu cuan. 

Motivator telah mati? Bukankah motivator adalah profesi yang hingga hari ini eksistensinya masih bertumbuh? Begitu pula aktifitas pelatihan, seminar, workshop, coaching, mentoring, counseling dan semua aktifitas pengembangan diri yang mendukung keberadaan para motivator masih menjamur di mana-mana. Lantas mengapa menyatakan bahwa motivator telah mati?

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti motivator adalah; (n) orang (perangsang) yang menyebabkan timbulnya motivasi pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu; pendorong; penggerak; (n) petugas yang ditunjuk untuk memberikan penerangan dan motivasi kepada calon akseptor keluarga berencana. Berdasarkan definisi ini maka siapa pun yang bersedia dan memiliki kemampuan serta apa pun profesinya, bisa menjadi, disebut atau ditunjuk sebagai motivator.

Pada wikipedia.org, motivator diartikan sebagai orang yang memiliki profesi atau pekerjaan dengan memberikan motivasi kepada orang lain. Pemberian motivasi ini biasanya melalui seminar dan pelatihan (training). Pemberian motivasi juga bisa dilakukan melalui mentoring, coaching, counseling atau bahkan diskusi. Hanya saja, karena ini merupakan profesi, maka ada jasa tertentu yang harus dibayarkan apabila membutuhkan motivasi dari motivator. Tetapi faktanya, pemberian motivasi dapat dilakukan oleh selain motivator sebagai profesi atau pekerjaan.

Guru di sekolah misalnya, memiliki fungsi sebagai motivator kepada siswa-siswinya, terutama guru bimbingan konseling (konselor). Orang tua di rumah berkewajiban menjalankan peranannya sebagai motivator kepada anak-anaknya. Guru-guru spiritual melakukan motivasi kepada anak didiknya. Para pelatih musik, ilmu beladiri, olahraga, seni dan para pelatih diberbagai bidang keterampilan seringkali melatih sekaligus menjadi motivator bagi para murid-muridnya. Teman bahkan diri sendiri juga bisa menjadi motivator.

Oleh karena semua profesi dan setiap individu bisa berfungsi sebagai motivator, apakah layak profesi atau pekerjaan yang berdiri sendiri dengan keahlian memotivasi disebut motivator. Tidakkah keliru menyebut motivator sebagai profesi atau pekerjaan jika semua orang bisa melakukannya? 

Bisa jadi selama ini kita keliru memberi indentitas kepada profesi atau pekerjaan orang yang melakukan motivasi sebagai motivator. Seharusnya profesi atau pekerjaan itu disematkan identitas yang lebih khusus (hiponim), daripada disebut motivator. 

Pemberian motivasi oleh guru, orang tua, guru spiritual, pelatih, teman, diri sendiri atau lainnya bisa dilakukan dalam posisinya masing-masing tanpa harus berprofesi sebagai motivator. Mereka melakukan motivasi berdasarkan kefungsian yang dimiliki baik sebagai individu atau profesi apapun. Tetapi pemberian motivasi yang mereka lakukan merupakan proses yang dilakukan oleh motivator, dan hasil motivasi yang mereka lakukan justru bisa jauh lebih efektif daripada motivasi yang disampaikan oleh profesi atau pekerjaan seorang motivator.  

Sekira beberapa tahun lalu, di media sosial beredar informasi tentang seorang motivator ternama yang menyatakan pensiun dari profesinya sebagai motivator di televisi. Meskipun begitu, informasi lanjutan beredar kemudian. Sang motivator tetap melakukan motivasi kepada orang-orang melalui media sosial. Informasi ini seakan hendak menunjukkan bahwa motivator tidak terikat pada profesi atau pekerjaannya.

Sebagian besar dari kita barangkali pernah mengikuti sesi pengembangan diri dengan nara sumber seorang motivator. Baik melalui seminar, workshop, pelatihan, mentoring, coaching, counseling maupun lewat beragam acara prospek bisnis Multi Level Marketing (MLM) atau bisnis lainnya. Pada tiap sesi pengembangan diri itu para motivator mentransfer kemampuan, pengalaman, ilmu pengetahuan, trik dan trip, program, strategi, teknik atau dengan apapun formula keahlian dibidang yang dikuasainya. Apa yang kita dapat dari transfer formula keahlian sang motivator?

Sederhananya, setelah mengikuti sesi pengembangan diri kita mendapatkan motivasi, inspirasi atau semangat luar biasa untuk meraih keberhasilan (sukses) dengan mengikuti petunjuk sang motivator. Umumnya, formula yang kita dapat  dari motivator adalah arahan teori dan praktek dengan nilai-nilai positif (baik dan benar pada ukuran tertentu); aksi positif, proses positif dan hasil positif. Bahkan sebagian besar motivator cenderung memotivasi dengan menggunakan teori berpikir positif.

Salah satu teori yang sering digunakan oleh para motivator adalah teori yang dicetus oleh Dr. Norman Vincent Peale, dan teori-teori positif lainnya yang didukung hasil penelitian para ilmuwan. Contoh referensi atau sumber literatur terkait yang kerap dikutip oleh para motivator adalah hasil penelitian Dr. Masaru Emoto pada partikel kristal air. Semua teori-teori tersebut menggiring akalbudi (mindset) kita ke dalam positifitas formula sukses (keberhasilan) yang niscaya.

Namun seiring perkembangan dan pertumbuhan era digital yang telah merubah wajah peradaban dunia hampir disemua bidang kehidupan manusia, tanpa terkecuali orang-orang yang telah lama hidup pada dunia realitas. Dunia non realitas yang terlahir membuat semua orang, mau tidak mau, mengalami pergeseran (shifting) atau perubahan (disrupsi) sikap dan perilaku, dan memunculkan banyak hal baru yang membuat profesi atau pekerjaan motivator telah mati (baca : penyebutan motivator sebagai profesi atau pekerjaan adalah keliru)  

Dunia baru ini juga membuka cakrawala berpikir rasional kita dari apa yang selama ini dideskripsikan oleh para motivator, bahwa seolah keberhasilan (pencapaian) setiap orang dapat diraih hanya dalam postulat positifitas. Dalam hal ini positifitas dimaksudkan sebagai segala bentuk tindakan, pandangan dan pikiran yang berpusat pada nilai-nilai positif. Tetapi fakta sebenarnya, keberhasilan (pencapaian) juga bisa diraih dengan cara sebaliknya.  

Ada sebuah quote yang barangkali agak mengganggu cara berpikir positif kita, quote itu berbunyi, "Saya tidak ingin menjadi baik. Saya akan menjadi hebat". Quote ini menunjukkan bahwa orang tidak harus selalu menggunakan proses dengan cara berpikir, berada di jalur dan bertindak positif untuk mencapai harapan atau tujuannya. Quote tersebut bahkan lebih ekstrem dari paparan Mark Manson. Faktanya, quote tersebut terucap dari seorang pemimpin Kartel Medellin dari Kolombia. Salah satu bandar narkoba terkaya di dunia; Pablo Escobar. 

Sukses (pencapaian hasil) adalah kata yang memiliki makna netral. Jika disamakan dengan istilah lain, sukses sama dengan berhasil. Kesuksesan atau keberhasilan (pencapaian) sangat dekat dengan kepopuleran (terkenal). Dalam bahasa Inggris, kata populer atau terkenal memiliki dua persamaan istilah lain, yaitu famous dan notorious. Namun famous dan notorious berbeda pengertian.

Famous berarti terkenal karena hal-hal baik, dan notorious sebaliknya yaitu terkenal bukan dengan cara yang baik. Maka ketika seseorang disebut famous (terkenal) berarti orang tersebut terkenal karena hal-hal yang baik, dan notorious kebalikannya, yaitu terkenal tapi bukan dengan cara yang baik. Bagaimana dengan sukses? Sukses tidak memiliki istilah lain yang maknanya berlawanan. Namun realitanya, orang-orang dapat meraih sukses atau keberhasilan dari hal-hal positif juga negatif, baik juga buruk atau benar juga salah.

Sejauh ini tendesi pola pikir penilaian ukuran sukses dari tiap pembahasan topik oleh para motivator berfokus pada kuantitas hasil. Sedangkan pembahasan prosesnya hanya berpusat pada postulat positifitas.

Dalam dunia sepak bola ada istilah 'yang penting golnya bung'. Karena setiap gol yang tercipta akan menentukan hasil akhir, kemenangan. Jadi yang utama adalah menang (hasil; kuantitas) dengan tidak memperhitungkan (kualitas) bagaimana gol tercipta, statistik pertandingan, tim mana bermain apik, kontroversi keputusan wasit, skill atau drama para pemain di lapangan dan proses lainnya selama pertandingan berlangsung. Jadi yang terpenting adalah hasilnya (golnya dan kemenangan).

Pada setiap pertandingan sepak bola, penonton dapat langsung melihat dan menilai proses terjadinya gol atau kemenangan yang diraih. Sebuah kemenangan bisa diraih dengan sportifitas atau dicampuri kecurangan (aksi negatif). Sama halnya dengan sukses yang sekarang mudah kita saksikan, prosesnya dapat dilihat seperti melihat proses terjadinya sebuah gol atau kemenangan sebuah tim sepakbola dalam pertandingan, dapat disaksikan dan dinilai secara langsung melalui konten-konten di berbagai flatform media sosial---apakah golnya (suksesnya) dicapai dengan kerja keras dan sportifitas (positif) atau bercampur dengan aksi negatif?

Maka selain dari sumber pemaknaannya, motivator sebagai profesi atau pekerjaan telah mati. Kematian yang digambarkan sebagai kekeliruan dalam mengidentifikasi profesi atau pekerjaan itu. Karena apa yang dilakukan oleh para motivator yang disebut sebagai profesi atau pekerjaan adalah fungsi dari semua elemen yang bisa menjadi motivator tanpa harus mengeluarkan bayaran untuk orang-orang yang dimotivasi.

Penyebab lainnya adalah kehadiran jagat maya atau dunia internet yang menunjukkan adanya indikasi pertumbuhan bagi orang-orang yang bisa mencapai atau meraih harapan dan tujuan (sukses) secara otodidak tanpa arahan atau bimbingan profesi atau pekerjaan motivator. Juga pencapaian kesuksesan yang bermunculan dengan menunjukkan aktivitas dan proses yang paradoks terhadap postulat positifitas dalam interaksinya ketika berburu cuan.    

Oleh karena itu motivator sebagai profesi atau pekerjaan sebenarnya lebih khas dan khusus, serta lebih tepat disebut dengan istilah formulapreneur. Bahwa ilmu yang mereka miliki baik berupa pengetahuan, pengalaman, wawasan, cara, strategi, program, aplikasi, inovasi produk, temuan karya, trik, trip atau apapun itu---semuanya diterapkan dalam kemasan pada susunan atau bentuk tetap; rumus (formula) yang diberi identifikasi, dilabelkan bahkan dipatenkan, kemudian ditransfer melalui penjualan buku, workshop, seminar, pelatihan, mentoring, coaching, counseling pada beragam prospek bisnis atau acara lainnya---dengan menerapkan cara motivator dalam mengarahkan peserta atau audiensi. Tentunya dengan bayaran yang telah disepakati. 

Motivator telah mati. Mati dalam pemaknaannya sebagai profesi atau pekerjaan. Mati dalam komunikasi interaksi sosial yang haus akan keinginan, impian, harapan atau tujuan yang menghentak-hentak meminta untuk segera diwujudkan yang bahkan bisa terlaksana tanpa jasa formulapreneur, yang pada masanya telah keliru dikenal sebagai motivator. Karenanya di dunia yang kini serba digital, formulapreneur diprediksi tidak lagi memiliki probabilitas perkembangan, dan terancam punah bahkan sebelum sempat mengaktualisasi identitas barunya dari kekeliruannya sebagai motivator profesi.  

Jakarta, 1 November 2022

Referensi

Astar, Ruby. 2015. "Beda 'Famous' Sama 'Notorious'",  https://www.kompasiana.com/rubyastari/552a634a6ea834f326552d92/beda-famous-sama-notorious, diakses pada 31 Oktober 2022 pukul 18.13

Emoto, Masaru. 2006. "The True Power of Water. Hikmah Air dalam Olahan Jiwa", Bandung: MQ Publshing

Hasan, Akhmad Muawal. 2019. "Seni Cuek Ala Mark Manson: Kiat Sukses Jualan Buku (Anti) Motivasi, https://tirto.id/seni-cuek-ala-mark-manson-kiat-sukses-jualan-buku-anti-motivasi-dj61, diakses pada 31 Oktober 2022 pukul 18.20

Kamus. 2022. Pada KBBI Daring. Diambil 31 Oktober 2022, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/motivator

Motivator. Wikipedia. Eknsiklopedia Gratis. 2022. Web. 31 Oktober 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Motivator https://id.wikipedia.org/wiki/Motivator

Sediksi.com. 2022. "40+ Kata-kata Pablo Escobar, Tentang Keluarga dan Keberanian, https://sediksi.com/40-kata-kata-pablo-escobar/ https://sediksi.com/40-kata-kata-pablo-escobar/, diakses pada 31 Oktober 2022 pukul 18.13

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun