Mohon tunggu...
sunami imron
sunami imron Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Menulis adalah cara mengekspresikan diri dan mengeksplor kemampuan lebih dalam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Periuk Nasi Warisan Kasih

20 Juli 2024   19:05 Diperbarui: 20 Juli 2024   19:06 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Periuk nasi lapuk itu bertengger di sudut dapur.Entah kenapa, ibu masih memakainya bahkan mengabadikan Periuk nasi yang dinilai biasa saja.Mavieda melamunkan benda yang terasa asing baginya.Ingin membeli yang baru dan menggantinya dengan model masa kini.Tapi, tiap kali ku singgung masalah itu, selalu terdiam dan mengacuhkan begitu saja.Sebenarnya sebagai anak hanya bisa memaklumi dan menuruti apa kata orang tua.

Pagi ini aku buru-buru ke kampus dan lupa mencuci periuk nasi .Nanti aku bilang saat pamit.

UPS! aku lupa, baru naik ojek online baru teringat benda itu.

Gawat! bisa-bisa ibu bingung mencari Periuk nasi itu, ditambah lagi benda itu menyempil di sudut meja makan.

Kecamuk batin antara ke kampus dan ke rumah berkicauan silih berganti.Belum lagi kalau kelamaan pas pulang kampus, bisa- bisa ibu tidak makan seharian.Entah kenapa sampai hari ini,  aku sebagai anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara tak mengerti jalan pikiran ibu.Arah kampus terasa lama, pikiran gamang membuatku bingung tak berkesudahan.Akhirnya aku berhenti di tepi jalan sebentar.

" Maaf Pak, bisa putar balik ada yang ketinggalan." Pintaku

" Tapi, ini sesuai aplikasi Neng," kata Pak Ojek 

" Ya sudah batalin saja, nanti aku bayar,"

" Baik Neng."

Dua puluh lima menit kemudian 

Aku tergopoh-gopoh berlari hanya karena benda itu.

" Kenapa? balik lagi," tanya ibu yang sedang menyiram tanaman 

" Ada yang ketinggalan Bu," jawabku singkat

Cepat-cepat aku ke dalam dan menuju dapur.

Untunglah benda itu masih ada.Mavieda segera mencuci periuk nasi itu dan meletakkan di tempat biasa.Mavieda merasa lega, meskipun telat ke kampus. Kali ini dobel untung karena sebelumnya Mavieda sudah pesan ke temannya Mariana untuk minta izin sebentar ke dosen.

Setelah selesai kembali ke kampus, dalam perjalanan bisa enjoy tidak semrawut kayak tadi.

Tugas dari Dosen Tedy sudah dikerjakan dengan sempurna.Syukurlah tim kami kompak jadi tidak ada kendala.

Saat pulang ke rumah, Mavieda tidak menemukan ibunya.Tetangga juga tidak tahu, sebenarnya ibu dimana?.

Mavieda menghubungi kedua kakaknya.Eh.. malah disemprot sampai telinga berasa keluar asap.

Mencari di tempat biasa pun tak ketemu.Untuk pertama kalinya ibu bertingkah aneh.Lama mencari sampai kedua kakaknya datang dari luar kota.

" Kamu nggak bisa menjaga ibu dengan benar," omel Kak Rivan kakak pertamaku

Aku hanya terdiam, lagian aku biasa jadwal ke kampus.Jadi serba salah, bapak juga belum pulang dari kerjaannya sebagai petani ladang.Atau jangan -jangan ibu ke sana menyusul bapak.Pikir Mavieda

" Hei, kok malah bengong?" sapa Dafin , kakak kedua yang cool kayak kulkas

"Aku belum mengecek ke ladang, jangan-jangan ibu kesana lagi." ucap Mavieda 

" Ya sudah kita kesana, jangan kelamaan mikir." ucap Kak Dafin

Aku dan kedua kakakku berjalan menuju ladang.Tak terasa hari mulai terik, menginjak waktu dzuhur .

Dari kejauhan terbentang ladang jagung yang mulai berbuah.Segera kami menuju gubuk yang di tengah ladang.Oh ..tak terduga hanya ada bapak 

Hatiku masih kacau bak benang kusut 

" Bapak, ibu mana? " tanyaku tak sabar 

Bapak menatap ketiganya penuh keheranan.

"Rivan , Dafin ! terdengar suara yang tak asing dari mereka.

" Ibu," ucap Dafin bahagia

Terlihat ibu membawa Periuk nasi itu.Dimana- mana benda itu menjadi masalah.

Keduanya memeluk ibu yang begitu sumringah.

" Kalian datang mendadak, mengapa tak kabari ibu dulu," kata ibu sembari menahan haru

" Ibu dari mana? aku mencari ibu dari tadi," ucap Mavieda khawatir 

Ibu hanya menunjukkan Periuk nasi.Lagi-lagi benda itu.Begitu menjengkelkan bagi Mavieda.

" Ibu duduk dulu," ucap Kak Dafin

" Mengapa ibu membawa periuk nasi itu?" tanya Kak Rivan 

" Oh ... periuk nasi ini lambang kasih sayang.Ada kisah- kisah indah dan menyenangkan bersama nenek dan kakek ," cerita ibu sambil menahan air mata

"Maaf ya Bu, sudah membuat ibu sedih" ucap Mavieda merasa bersalah karena sering kali kesal oleh benda itu.

Kami turut bahagia melihat ibu sekarang yang begitu penyabar dan menumpahkan segala kasih sayang seperti halnya kakek dan nenek .

Bionarasi 

Sunami, lahir di Cirebon.Menyukai menulis sejak SMP hingga kini.Menulis adalah cara mengekspresikan diri dan mengeksplor kemampuan lebih dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun