Mohon tunggu...
Urip Sugeng
Urip Sugeng Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aku Cinta Indonesia

Membaca dan membaca untuk meningkatkan fungsi dan menghormati titipan dari Pemberi Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasionalisme yang (Sempat) Terkoyak-Singapura

16 April 2019   01:11 Diperbarui: 16 April 2019   12:45 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tampaknya, job yang kami tunggu untuk mengerjakan proyek di Malaysia tidak kunjung dimulai karena terpaan krisis moneter 1997/1998, maka aku putuskan mencari perusahaan dalam negeri yang berorientasi export, karena jelas dengan melambungnya nilai tukar dollar terhadap rupiah, ini merupakan keuntungan extra. Itu akan menjadi saat saat booming bagi mereka.

Akhirnya, aku mendapatkan pekerjaan di perusahaan lokal, exportir produk holtikultura olahan yang sudah dikalengkan, yang bekerja sama dengan pihak asing, yaitu perusahaan yang berasal dari singapura. Perusahaan Singapura ini selain menyuntik dana permodalan yang diperlukan untuk peningkatan volume produksi, juga berkontribusi dalam pemasaran export dengan standard produk sesuai dengan grade mutu yang diminta negara importir, maka semua proses dalam pelaksanaan produksinya, menjadi fokus perhatian mereka.

Kebetulan ketika memulai bekerja, orang yang aku gantikan sudah tidak dapat ditemui, sehingga dengan data dan tim yang ada, saya mempelajari dan mencoba membangun sistim baru, yang dapat menjamin pelaporan tepat waktu, tepat sasaran dan akuntable. Ini sebenarnya lebih mudah dan menguntungkan bagiku, dari pada merubah mainset staf yang kadang2 sulit menerima perubahan. Selain itu, interaksi saya dengan tim dari Singapura menjadi sangat sangat intensif. Kondisi ini mempengaruhi suasana kerja menjadi lebih nyaman dan penuh keakraban.

Kami sering, disaat senggang membicarakan banyak hal, termasuk masalah sosial, budaya, ekonomi dan politik. Mereka sangat mengagumi keindahan alam bumi pertiwi dan keramahan para pekerja, namun tidak bisa dipungkiri, mereka sangat menyayangkan kondisi politik yang carut marut dan sangat kentalnya nuansa korupsi, kolusi dan nepotisme setiap berhubungan dengan urusan dokumen perijinan dari setiap badan pemerintahan. Sebaliknya, saya memperoleh informasi yang selalu baik2 saja tentang kondisi negara mereka, sehingga diam2 muncul rasa penasaran ingin membuktikannya.

Tidak beberapa lama, ketika kerangka sistem sudah selesai dan mulai berjalan, tinggal pengembangan dan evaluasi, mereka memintaku berangkat trainning di Singapura beberapa waktu. Tentu saja kesempatan ini tidak aku sia2kan. Aku memang diproyeksikan menjadi satu2nya orang Indonesia yang masuk staff mereka, yang di tempatkan di farm Indonesia. Jadi, selama disana aku tiap hari pergi ngantor di sebuah perkantoran, namun mereka kadang mengajak menengok farm sekaligus laboratorium dan pengepakan yang modern, bersih di "pinggiran/border" dan sesekali mengajak ke showstore.

Terus terang awalnya aku kaget juga, "border" yang  semula aku kira pinggir kota, ternyata juga perbatasan negara. Wuihh, jadi ini adalah negara kota, sebuah negara yang hanya memiliki satu2nya kota. Tanpa aku sadari, aku menemukan hal lucu lainnya, yaitu mereka sangat peka jika bicara luas negara, walaupun kita nggak sengaja. Banyangkan saja ditahun2 itu, wikipedia, google, apalagi google map belum aku kenal. Jadi ceplos ceplos keingintahuanku sempat membuat merah telinga mereka.

Begitu juga ketika aku pertama diajak ke showstore, aku ngikuti saja ketika kami masuk ke salah satu dari deretan toko yang ada di kawasan tengah kota. Dengan polosnya, aku pikir mau mencari minuman atau makanan dalam kaleng. Jadi aku santai saja, sementara teman singapuraku ngobrol akrab dalam bahasa mereka dengan penjaga. Ternyata, toko yang aku anggap toko kelontong ini adalah showstore mereka!!!. How stupid I am. Hehehe.

Saban hari, aku pulang dari kantor dengan bus atau jalan kaki, dengan sengaja karena aku sungguh sangat menikmati setiap langkah. Kadang aku jalan mutar mampir ke Bugis street lebih dulu sebelum pulang ke Hotel tempat aku menginap yang terletak di Orchard Road. Pada saat itu sungguh aku terkagum2 betapa majunya negara ini, semua serba tertib, teratur, bersih dan aman. Walaupun kadang berat juga, karena tidak disetiap tempat bisa berjalan sambil ngisap rokok, kecuali siap2 kena denda polisi setempat. Semua yang dikatakan temanku adalah benar, bahkan ketika aku masuk ke pasar tradisional mereka, aku coba makan warung padang, duuh makkk, paha ayam ini kenapa begitu besar ya. Ini nggak bohong, soalnya kalo jaman itu, mungkin di negara kita, ayam negri baru umur 2 bulan kurang sudah diambil pedagang untuk dibawa ke pasar, jadi ya kecil kecil. Sementara disana, dengan pola pemeliharaan dan pemberian makanan yang terukur, ditambah umur lebih lama, menghasilkan daging yang kadang besarnya bisa 2 kali lipat dari yang biasa kita temui dipasar. Maklum, jan, ndeso tenan. Hahaha.

Lima tahun lalu aku kembali mengunjungi negara ini bersama rombongan lain karena aku sudah tidak bekerja di holtikultura lagi, perkembangannya cukup pesat, sentosa island sudah selesai, pertunjukan lampu laser di pantai yang spectacular, megahnya Universal studio yang jadi ikon baru, begitu juga Merlion Park. Disana sini serba indah, berwarna warni dan gemerlap. Bahkan Orcard road yang seharusnya aku hafal, ternyata ikut berbenah dan bersolek molek nian, banyak mall dan Hotel, dengan bangunan yang menjulang tinggi.

Aku sekali lagi membenarkan ucapan teman singapuraku yang dulu, Indonesia akan tambah jauh  semakin ketinggalan, jika tidak ada perubahan kepemimpinan, perubahan sikap dan etos kerja. Demikian juga masyarakatnya, harus mau merubah pola hidup yang didasari "tanah yang subur dan kekayaan alam melimpah". Ini adalah acara liburanku yang berubah tanpa aku sadari menjadi cukup memilukan dan menyesakkan hati. Sebuah negara yang tidak memiliki tanah cukup ini, bisa mengexport produk hasil pertanian!, Indonesia sendiri sangat tergantung mereka dalam urusan impor ekspor barang2 elektronik, mesin2 dan alat berat, hingga yang kecil seperti baju dan kosmetik dan lebih gila lagi beberapa hasil tambang, diantaranya minyak!. Jangan bilang kita negara kepulauan, sementara kapal2 besar justru singgah kesana, bukan ke indonesia.

Saat ini, ketika aku menulis ini, sambil tersenyum dalam hatiku bisa mengatakan pada saudara2 dan teman2ku Singapura yang dulu, bahwa "pesta kalian telah usai". Kami telah memiliki pemerintahan baru yang sebenarnya sudah lama kami impikan, yang waktu dulu kalian katakan sebagai syarat mutlak untuk menjadi negara maju. Ya. Sekarang ini, sudah mulai kalian rasakan. Bukan saja program Tax amnesty yang sempat menggoyang currency dan likwidatas kalian, namun Petral pun sudah berhasil ditutup, padahal perharian saja, milyaran rupiah engkau dapatkan untuk mensubsidi kemajuan kalian, kami juga telah membangun kilang2 minyak dan refinery, agar ketergantungan semakin hilang. Belum lagi puluhan Bandara berkelas internasional yang akan jadi destinasi langsung tanpa transit, begitu juga pelabuhan2 baru berskala besar yang akan menggantikan pelabuhanmu yang terpadat didunia itu.

Semua yang kalian katakan dulu, gaya kepempinan penuh KKN dan sudah berjalan puluhan tahun sehingga menjadi kebasaan dan budaya adalah fakta. Benar, sebelumnya para pimpinan kami adalah orang2 yang korup, sehingga kekayaan kami dikuasai segelintir orang bersama dengan kroni2nya. Benar bahwa diantara mereka dulu, memiliki ribuan hektar hutan termasuk juga mendapatkan hak konsesi yang luasnya tak terkirakan, puluhan kali lebih besar dari negaramu. Benar meraka menaruh uang jarahnya ke bank2 luar negri termasuk di negaramu sendiri, Perancis dan Swis, bahkan kami nggak menolak jika kemudian ditemukan kepemilikan uang mereka di Panama Paper, Paradise, atau apalagi hanya untuk menghindari pajak, karena kami sadari, mereka adalah sekumpulan orang2 tamak.

Namun demikian, kalau boleh aku menyarankan, juga kepada pemerintahanmu, mulailah mencari dan mencoba formula kerja sama baru yang saling mengungtungkan dengan negara kami, karena gaya sebelumnya, seperti uang sogokan kepada pejabat tidak lagi menjadi senjata yang mematikan. Kalian juga jangan coba2 mempengaruhi jalannya pemilihan umum di negara kami, karena kami sudah tidak terbelakang lagi, dan kami bisa pastikan bahwa hasilnya sungguh akan lebih menyakitkan dibanding dengan merubah formula dan paradigma hubungan baru.  

Kepada saudara saudaraku penjaga dan pecinta ibu pertiwi, panggilan pemilihan umum telah menanti, mantapkan langkah dan tegarkan hati, jangan takut tekanan dan intimidasi, apalagi hanya sekedar serangan amplop di pagi hari.

Saudaraku penjaga dan pecinta ibu pertiwi, jangan hanya lantang meyanyikan lagu padamu negri, saatnya kamu merdeka dan mengikuti hati nurani, memilih peminpin yang sudah lama dinanti, yang telah bekerja jujur tulus berani serta penuh dedikasi, apa lagi kalau bukan "pilih Jokowi".

Karena Jokowi telah memberi bukti, bukan hanya janji.
 
Wis, gitu sik. Salam waras.
Urip Sugeng

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun