Mohon tunggu...
SUMILAH
SUMILAH Mohon Tunggu... Guru - Kepala

Saya OWNER dan sekaligus Kepala dari LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM AL HASYIMI II. Unit pendidikan di lembaga kami adalah PAUD,PKBM dan PROGRAM TAHFIDZ. Saya juga seorang konselor dan sekarang ini saya mahasiswa TEP UNIVERSITAS ADI BUANA SURABAYA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum dan Kebudayaan

28 Juni 2022   08:00 Diperbarui: 28 Juni 2022   08:13 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kurikulum abad 21 merupakan : “interdisipliner, berbasis proyek, dan didorong oleh penelitian. Kurikulum  ini mengkolaborasikan keterampilan berpikir tingkat tinggi, kecerdasan ganda, teknologi dan multimedia, berbagai literasi abad ke-21, dan penilaian otentik.. Kurikulum ini  tidak lagi menggunakan buku teks atau terfragmentasi, tetapi bersifat tematik, berbasis proyek dan terintegrasi

Bagaimana seharusnya kebutuhan siswa dapat terpenuhi oleh program Pendidikan yang  disusun di dunia abad ke-21 ini?

Bagaimana sekarang mendefinisikan “Sekolah”, “Guru” “Pelajar” dan “Kurikulum”? Di abad ke-21 sekolah akan dipenuhi dengan kurikulum berbasis proyek yang bertujuan melibatkan siswa dalam mengatasi masalah dunia nyata.

Sekolah - berubah fungsi dari sebuah  'bangunan' fisik  menjadi 'pusat saraf kegiatan', dengan dinding yang keropos dan transparan, menghubungkan guru, siswa dan masyarakat terhadap kekayaan ilmu yang ada di dunia.

Guru – Yang mulanya berperan utama sebagai pemberi informasi, berubah fungsinya  menjadi pengatur pembelajaran dan membantu siswa mengubah informasi menjadi pengetahuan, dan pengetahuan menjadi kebijaksanaan. Di abad ke-21 ini, dunia membutuhkan generasi pengetahuan, bukan hanya sebagai  penyampai informasi, dan sekolah pun  perlu menciptakan “budaya penyelidikan”.

Pelajar – Di masa sebelumnya pelajar adalah orang muda yang pergi ke sekolah, menghabiskan waktu dalam kursus tertentu, menerima nilai kelulusan dan lulus. Hari ini kita melihat pelajar dalam konteks baru:

Pertama – Siswa  harus  bisa mempertahankan minat nya.  Dengan dibantu oleh guru, siswa dapat mengubah paradigmanya untuk melihat bagaimana dan  apa yang mereka pelajari dipergunakan untuk  mempersiapkan dirinya pada  kehidupan di dunia nyata.

Kedua – seorang guru harusnya bisa menanamkan rasa ingin tahu siswa, yang merupakan dasar dari pembelajaran sepanjang hidupnya.

Ketiga – seorang guru harus fleksibel dalam mengajar.

Keempat – seorang guru harus mampu menggairahkan siswa untuk menjadi lebih banyak akal sehingga mereka akan semangat  belajar  baik itu di luar  sekolah formal.”

Kelas kurikulum abad ke-21 mencakup komunitas yang lebih besar. Siswa  dapat mengarahkan dirinya sendiri, dan bekerja baik secara mandiri maupun berkolaborasi dengan orang lain. Kurikulum dan instruksi dirancang merupakan tantangan bagi semua siswa, dan memberikan diferensiasi

  • Mendefinisikan dan Membangun Budaya di Kelas

Budaya merupakan salah satu topik yang bersifat pribadi untuk pengalaman guru dan siswa sendiri . Setiap siswa berangkat ke sekolah  berakar pada budaya keluarga mereka, baik itu terlihat atau tidak, ini berarti bahwa kurikulum harusnya dapat memasukkan identitas budaya unik setiap keluarga. Dengan mengingat hal itu, bagaimana kita sebagai guru mampu  memasukkan budaya dengan tepat dan berhasil di dalam kelas?

Ketika kita  berpikir tentang hubungan antara kurikulum dan budaya di ruang kelas abad ke-21, apakah kita juga  memikirkan teknologi? Berdasarkan kenyataan bahwa tren digital baru seperti desain ruang kelas, papan pintar, penggunaan internet, dan komputer dapat  mengubah rancangan kurikulum yang ditetapkan dan  diterapkan. Namun, sangatlah penting  mengkolaborasikan  latar belakang, budaya individu, dan gaya belajar siswa dalam pengajaaran bahkan dengan  teknologi secanggih apapun. 

Merencanakan kurikulum dengan mempertimbangkan minat, latar belakang, dan pengalaman siswa,  akan mengurangi permasalahan sosial moral emosional dari perilaku siswa itu sendiri, dan pengalaman belajarnya  menjadi lebih bermakna dan beragam. 

Jadi dapat disimpulkan bahwa di pembelajaran abad ke-21 ini seorang guru tidak hanya mengedepankan teknologi tetapi juga mengenalkan nilai budaya.

Pemrograman kurikulum  yang relevan dan beragam membutuhkan informasi yang akurat tentang budaya dari kelompok yang berbeda dan membuang stereotip.

Setiap siswa memiliki hak untuk mempertahankan identitasnya sendiri sambil memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk berfungsi dalam masyarakat kita yang beragam.

Pemrograman multikultural siswa memungkinkan mereka  untuk mengembangkan kesadaran, rasa hormat, dan apresiasi terhadap perbedaan budaya masing masing individu.

Namun terkadang bertepuk sebelaah tangan.  Dimana komponen Pendidikan antara guru, siswa dan orang tua tidak terjalin baik.  Segitiga emas tidak terjadi. Karena misi dari kurikulum yang bernialai budaya terputus mata rantainya.  Dalam arti terkadang orang tua tidak melanjutkan misi budaya dari sekolah, sehingga pembelajaran yang sudah disusun melalui kurikulum tidak terserap secara maksimal.

Oleh:

Sumilah, A.Ma.,S.Pd

Mahasiswa S2 TEP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

Kepala PAUD Al Hasyimi II Sidoarjo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun