Mohon tunggu...
SUMILAH
SUMILAH Mohon Tunggu... Guru - Kepala

Saya OWNER dan sekaligus Kepala dari LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM AL HASYIMI II. Unit pendidikan di lembaga kami adalah PAUD,PKBM dan PROGRAM TAHFIDZ. Saya juga seorang konselor dan sekarang ini saya mahasiswa TEP UNIVERSITAS ADI BUANA SURABAYA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum dan Kebudayaan

28 Juni 2022   08:00 Diperbarui: 28 Juni 2022   08:13 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Budaya merupakan salah satu topik yang bersifat pribadi untuk pengalaman guru dan siswa sendiri . Setiap siswa berangkat ke sekolah  berakar pada budaya keluarga mereka, baik itu terlihat atau tidak, ini berarti bahwa kurikulum harusnya dapat memasukkan identitas budaya unik setiap keluarga. Dengan mengingat hal itu, bagaimana kita sebagai guru mampu  memasukkan budaya dengan tepat dan berhasil di dalam kelas?

Ketika kita  berpikir tentang hubungan antara kurikulum dan budaya di ruang kelas abad ke-21, apakah kita juga  memikirkan teknologi? Berdasarkan kenyataan bahwa tren digital baru seperti desain ruang kelas, papan pintar, penggunaan internet, dan komputer dapat  mengubah rancangan kurikulum yang ditetapkan dan  diterapkan. Namun, sangatlah penting  mengkolaborasikan  latar belakang, budaya individu, dan gaya belajar siswa dalam pengajaaran bahkan dengan  teknologi secanggih apapun. 

Merencanakan kurikulum dengan mempertimbangkan minat, latar belakang, dan pengalaman siswa,  akan mengurangi permasalahan sosial moral emosional dari perilaku siswa itu sendiri, dan pengalaman belajarnya  menjadi lebih bermakna dan beragam. 

Jadi dapat disimpulkan bahwa di pembelajaran abad ke-21 ini seorang guru tidak hanya mengedepankan teknologi tetapi juga mengenalkan nilai budaya.

Pemrograman kurikulum  yang relevan dan beragam membutuhkan informasi yang akurat tentang budaya dari kelompok yang berbeda dan membuang stereotip.

Setiap siswa memiliki hak untuk mempertahankan identitasnya sendiri sambil memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk berfungsi dalam masyarakat kita yang beragam.

Pemrograman multikultural siswa memungkinkan mereka  untuk mengembangkan kesadaran, rasa hormat, dan apresiasi terhadap perbedaan budaya masing masing individu.

Namun terkadang bertepuk sebelaah tangan.  Dimana komponen Pendidikan antara guru, siswa dan orang tua tidak terjalin baik.  Segitiga emas tidak terjadi. Karena misi dari kurikulum yang bernialai budaya terputus mata rantainya.  Dalam arti terkadang orang tua tidak melanjutkan misi budaya dari sekolah, sehingga pembelajaran yang sudah disusun melalui kurikulum tidak terserap secara maksimal.

Oleh:

Sumilah, A.Ma.,S.Pd

Mahasiswa S2 TEP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun