Saat ini bukan lagi zaman guru menjadi satu-satunya pusat belajar. Melalui perkembangan teknologi, bisa jadi guru tidak menjadi pusat belajar anak. Mereka akan lebih banyak mencari informasi selain dari gurunya. Hal tersebut juga menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Jangan sampai guru diabaikan oleh anak hanya karena canggihnya teknologi.Â
Untuk itu guru harus bisa mengelola kelas tetap kondusif namun juga berpusat pada anak. Mereka diberi kesempatan untuk mengungkapkan ide dan gagasan. Menggunakan teknologi dengan bijaksana. Menjadikan guru sebagai fasilitator dan pendamping, partner diskusi.Â
Dengan demikian, guru dapat memberdayakan anak agar menjadi pemimpin pembelajaran bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Tentu saja hal ini dapat membentuk jiwa kepempinan mereka.
4. Pembelajaran bermakna (meaningfull learning)
Proses belajar yang menyenangkan melalui metode pembelajaran yang kreatif dan melibatkan anak akan menimbulkan pembelajaran yang bermakna. Sebab pada prosesnya anak tidak sekadar ingin mencapai target nilai dalam bentuk angka. Namun memiliki kesadaran untuk memahami Pelajaran. Sehingga memunculkan kebermaknaan dalam belajar.
Menghafal materi nyatanya sekadar digunakan untuk mencapai nilai angka yang dituntutkan kepada anak. Hal tersebut akan menyebakan anak kurang menikmati proses belajarnya. Menyebabkan kemalasan berpikir sebab target mereka hafal dan bisa menjawab pertanyaan saja.Â
Melalui pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, dan bermakna membebaskan anak dari kemalasan. Menjadi alternatif guru dalam memproses Gen Z menjadi generasi matang. Generasi yang mampu memimpin dan bertanggung jawab. Memiliki kreativitas tinggi dan mampu beradaptasi serta Kerjasama pada jenjang berikutnya usai menempuh Pendidikan. [UAW]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H