Ketika pembelajaran hanya mementingkan angka, anak akan menghafalkan materi agar bisa menjawab pertanyaan. Di mana pertanyaan sering pula text book berisi hafalan-hafalan belaka.Â
Di sinilah muncul kemalasan-kemalasan dalam berpikir kritis. Ketika sudah sesuai dengan materi dalam buku, anak tidak lagi tergelitik pada daya nalarnya. Berhenti cukup di situ saja.Â
Berbeda ketika guru memberikan stimulan agar anak dapat berpikir kritis. Anak akan memiliki usaha lebih agar memahami isi Pelajaran. Sehingga mampu menepis kemalasan-kemalasan. Tidak sekadar mengejar target materi atau angka nilai yang ditetapkan.
Di sinilah peran guru membentuk karakter anak. Menghilangkan kemalasan berpikir dalam memaknai pengetahuan dalam kegiatan belajar mengajar. Melalui pembelajaran yang kreatif, menyenangkan, dan bermakna. Dengan demikian diharapkan karakter baik dapat terbentuk. Gen Z yang adaptif dan kreatif di era teknologi diimbangi dengan karakter semangat, Kerjasama, dan pantang menyerah. Juga adaptif terhadap lingkungan sekitarnya.
Caranya bagaimana?
Menjadi suatu tantangan tersendiri bagi pendidik untuk menyiapkan generasi mendatang yang tangguh.
Telah diketahui bahwa hormon bahagia yang menyenangkan akan dapat menstimulai saraf otak menerima pengetahuan lebih banyak. Untuk itulah diperlukan proses pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan tidak selalu dengan tertawa atau aktivitas fisik. Namun bagaimana pembelajaran itu menimbulkan rasa bahagia bagi anak. Sehingga mereka suka dan gemar belajar. Memiliki kesadaran diri apa pentingnya memahami Pelajaran yang sedang dipelajari.
2. Pembelajaran kreatif
Selain menyenangkan, selama pembelajaran guru dengan anak bisa menciptakan pembelajaran yang kreatif. Pembelajaran yang kreatif dalam arti tidak monoton. Tidak menggunakan metode konvensional, seperti belajar materi, mengerjakan soal, ulangan, lalu ujian. Tidak itu saja. Namun bisa lebih kreatif dengan melakukan suatu analisis masalah untuk mencari Solusi atas suatu permasalahan. Di situ terbangun kerja sama di antara anak. Mereka juga akan lebih kritis dan kreatif dengan adanya dialog dan diskusi antar anak dan guru.